Mohon tunggu...
Tamariah Zahirah
Tamariah Zahirah Mohon Tunggu... Penulis - Guru di SMPN 3 Tambun Utara

Menulis salah satu cara menyalurkan hobi terutama dalam genre puisi dan cerpen. Motto : Teruslah menulis sampai kamu benar-benar paham apa yang kamu tulis!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjadi Guru di Rumah

28 November 2022   01:11 Diperbarui: 28 November 2022   01:12 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini, hari-hari yang Rini lalui hanya mengabdikan diri sepenuhnya untuk keluarga. Rini percaya setiap tetes peluh menuai berkah. Karena di sini banyak ladang pahala yang mampu ia bawa sebagai bekal hidup. Jenuh? Tentu tidak. Rini berusaha untuk menjadi penerang dalam kegelapan, ketika anak-anaknya butuh tuntunan. 

Harapan terbesar Rini mungkin sama dengan orang tua lainnya. Ingin melihat mereka bahagia dunia akhirat. Mereka adalah investasi akhirat yang membawa orang tua menuju rumah keabadian surga. Apalagi setelah itu, Rini kembali melihat keceriaan pada wajah polos keduanya. Kehidupan mereka sudah mulai terarah menjadi lebih baik, dan lebih disiplin waktu. Meski pun Rini harus berjuang keras, membangun dari nol. 

Dengan berbekal ilmu yang Rini dapat dari beberapa majlis. Berusaha mempraktikan setiap materi yang didapat. Bagaimana cara mendidik anak di rumah? Bagaimana cara menjadi ibu yang baik? Bahkan Rini kerap mengikuti berbagai seminar online Parenting, mengenalkan cara mendidik anak dan memberi renungan bagi orang tua. Setiap anak memiliki keistimewaan masing-masing, jangan samakan anak yang satu dengan anak yang lainnya. Oleh sebab itu sebagai orang tua seharusnya mampu mengenali karakter anaknya dan terus bersabar mendidik ke arah yang lebih baik. Karena anak itu ibarat kertas polos yang putih, tergantung kita ingin mewarnainya dengan apa. 

"Fawas ... Sahnaz, ayo bangun, Sayang!" ucap Rini lirih. Sibuk membangunkan kedua anaknya, sebelum masuk waktu Subuh. Rini mengetuk perlahan pintu kamar mereka yang saling berdekatan. Berharap ada respon yang cepat.  

Tok ... tok ... tok....

"Iyaa, Bunda," ucap Fawaz. Mereka telah berdiri di ambang pintu kamar, sambil mengucek mata yang masih berat untuk dibuka. 

"Salat Subuh, Sayang. Fawas dan Sahnaz tidak boleh malas ya? Salat sudah menjadi kewajiban kita sebagai orang muslim," ucap Rini tegas dan mencoba menyelipkan pesan positif. 

"Baik, Bunda," ucap keduanya serempak. 

"Fawaz ... jangan lupa kamu salat berjamaah di masjid ya. Sementara bunda dan kakak Sahnaz tetap di rumah," pesan bunda yang kesekian kalinya. 

"Kenapa harus salat di masjid, Bunda?" tanya Fawaz polos. 

"Karena salat di masjid itu wajib untuk laki-laki yang sudah baliq dan berakal. Pahalanya lebih banyak dibandingkan di rumah. Bayangkan saja jika kamu melakukan di rumah hanya 1 derajat sedangkan di masjid 27 derajat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun