Rini mencoba mendekati Sahnaz yang duduk beralaskan permadani berwarna biru dengan motif bunga-bunga. Sahnaz asyik menonton televisi kesukaannya drama korea, sambil memegang cemilan ringan untuk mengganjal perutnya. Perlahan-lahan ia memasukkannya ke dalam mulut, hingga tak menyadari toples berisi cemilan hampir kosong. Sejak tadi Rini mengamati dari kursi ruang tamu, di mana ia duduk dan kerap menyandarkan lelahnya selepas pulang bekerja.Â
"Sahnaz ... " suara lirih Rini tak membuyarkan konsentrasi Sahnaz. Hingga mengulang panggilan beberapa kali.
"Sahnaz ...." ucap Rini, terpaksa harus menepuk bahu Sahnaz.Â
"Eh ... iya, Bunda," jawab Sahnaz kaget, baru menyadari ada bundanya menghampiri.Â
"Hmmm ... asyik benar kamu, Sayang. Sampai tidak menyadari keberadaan bunda," canda Rini.Â
"Iya, Maaf. Ada apa, Bunda?" tanya Sahnaz.
"Kamu tahu tidak, apa yang terjadi pada Fawaz? Akhir-akhir ini tampak murung."
"Ouh iya. Fawaz pernah bercerita dua Minggu lalu habis mengikuti lomba cerdas cermat, tapi dia belum cerita apakah dia menang atau tidak? Coba tanya wali kelasnya, soalnya yang mengantar wali kelasnya, Bun," jawab Sahnaz.Â
Setelah mendengar cerita dari Sahnaz, beberapa hari kemudian Rini menemui Bu Salma di sela senggang pekerjaannya. Ia baru tahu kabar kekecewaan Fawaz atas kegagalannya menang di lomba cerdas cermat itu. Rini merasa bersalah karena tidak bisa hadir memberi semangat, bahkan ia tak tahu kalau Fawaz mengikuti lomba itu. Rini mencoba menahan air mata di hadapan Bu Salma. Tidak ingin terlihat lemah, meski sejujurnya hati ibu mana yang tega melihat anaknya terpuruk.Â
***
Akhirnya, Rini memantapkan niat untuk mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya. Setelah melakukan sharing kepada atasan dan juga mencoba salat istikarah, meminta petunjuk Allah. Mungkin ini terlalu konyol. Kenapa? Karena dengan mudahnya Rini melepaskan apa yang sudah dalam genggaman. Padahal banyak yang memimpikan posisi ini di luar sana. Semoga keputusan ini yang terbaik.Â