Mohon tunggu...
Tamariah Zahirah
Tamariah Zahirah Mohon Tunggu... Penulis - Guru di SMPN 3 Tambun Utara

Menulis salah satu cara menyalurkan hobi terutama dalam genre puisi dan cerpen. Motto : Teruslah menulis sampai kamu benar-benar paham apa yang kamu tulis!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nikah Siri (Hidden Story)

26 September 2022   08:13 Diperbarui: 26 September 2022   20:32 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tema : Nikah Siri

Judul : HIDDEN STORY 

Karya : Tamariah Zahrah

#Repost

**

Senandung lirih nyanyian pagi menghantarkan bayu menyapa lembut pepopohan, menyisakan embun yang bergelayut di pucuk dedaunan rindang. Rintik-rintik hujan kembali menumpahkan sepercik teduh di pelataran pagi yang sepi. Kuhirup perlahan udara pagi ini, sambil sesekali meneguk secangkir susu hangat yang sejak tadi menemani. Yah, susu yang sudah hampir 4 bulan lamanya kukonsumsi demi kesehatan janin yang ada dalam kandungan. Meski mual kadang mengganggu, dan ingin rasanya menumpahkan kembali ke lantai saat ego berkecamuk. 

Jenuh sudah pasti, sampai kapan hidup dalam keterasingan? hanya ditemani pil-pil pahit yang membosankan. Lagi-lagi kumenundukan kepala, menatap kembali perut yang kian membesar. Ah, aku 'tak boleh egois demi sang buah hati, meski kelahirannya tidak dinantikan sebagian orang. Mungkin hanya aku dan suamiku, Mas Agung  yang selalu menanti kehadirannya. Tak terasa air mata berlinang membasahi pelupuk. 

Terdengar suara mobil terparkir di halaman depan. Perlahan  kubangkit menyambut kehadirannya. Orang yang hampir setiap pagi datang menengok. Di rumah kontrakan mungil yang penuh dengan ketenangan dari segala hiruk pikuk.

"Assalamualaikum, Sayang," ucapnya lirih.

Lelaki berusia 35 tahun, berbadan tegap, dengan kemeja berwarna biru dilengkapi dengan dasi. Penampilannya sangat berwibawa, wanita mana pun pasti akan menggilainya. Sosok yang sangat sempurna secara fisik. Dia semakin dekat menghampiriku dengan seulas senyum yang 'tak henti mengembang dari bibir tipisnya. 

"Wa'alaikum salam." Aku menjawab dengan senyum semringah, menyambut bahagia kedatangannya. 

"Sayang, kamu sudah sarapan dan minum obat belum pagi ini?" tanyanya padaku. Dia memang sosok suami yang sangat perhatian. Hal sekecil apapun berusaha untuk mengingatkan, terlebih lagi saat aku hamil. Ia kini lebih over protective. 

"Alhamdulillah sudah, Mas. Aku minta maaf tidak menunggu Mas dahulu, soalnya si Dede sudah teriak-teriak minta maem," ucapku sambil mengelus-elus perut.

Kembali di kursi yang semula kududuki. Mas Agung memagari dengan kedua tangannya,  badan kokohnya menghadapku, kedua wajah kami bertatapan begitu dekat. Sesekali menciumi dengan mesra dan mengelus perutku yang sudah terlihat membuncit. 

"Mas, besok-besok jika tidak memungkinkan untuk menengokku sepagi ini, lebih baik tidak usah. Mas, kan bisa sore selepas pulang dari kantor. Biar Mas tidak kesiangan," lanjutku.

"Tidak apa-apa, Sayang. Sudah menjadi risikoku. Lagi pula jika sore aku tidak bisa ke sini, aku harus segera pulang ke rumah agar semua tetap aman. Terima kasih atas pengertian dan kesabaranmu selama ini menjadi istri siriku," tandasnya. 

***

Bertahun-tahun sudah aku menjadi istri simpanannya, dengan rela tetap sabar dan tegar mengikuti alur waktu membawa jauh menikmati takdir ini. Yah, inilah risiko menjadi istri yang dinikahi secara sembunyi-sembunyi. Suka tidak suka, akulah sebagai tokoh utama dalam adegan yang penuh dengan tragedi. 

Aku pernah dicaci dan dihina, bahkan keluargaku mengusir terang-terangan dari rumah. Karena menganggap aku perempuan yang telah mencintai suami orang. Terlebih orang tersebut sudah dianggap keluargaku seperti saudara sendiri. Keluarga Mas Agung selalu membantu kesulitan ekonomi kami. Aku terlahir dari keluarga yang tidak mampu. Kerap mendapat perhatian khusus dari keluarga mereka, terutama orang yang kini menjadi suamiku. 

Apa salah jika aku mencintai orang yang sudah beristri? Cinta datang tiba-tiba tanpa diminta, bukan karena kekayaannya, atau juga ketampanannya. Tapi sosok yang begitu baik, lembut dan penyayang telah memikat hati ini. Hingga terjatuh dalam cinta yang salah. Dan akhirnya Mas Agung menikahiku karena dia pun menyimpan perasaan yang sama. Tapi ada alasan yang lain, ia ingin membahagiakan hidupku dan mengangkat derajat keluargaku agar aku tak disepelekan banyak orang. Meski pada akhirnya orang tuaku tidak menerima alasan itu.

***

Tidak ada yang tahu Mas Agung benar-benar telah menikahiku, demi menjaga perasaan istri pertamanya, yang telah lama dinikahinya hingga dikaruniai dua orang anak. Bahkan orang tuaku sendiri tak tahu, mereka hanya tahu aku sedang bekerja di rantau orang. Mereka tidak pernah tahu di mana keberadaanku. Meski orang tuaku sangat marah saat itu, namun aku masih bisa berkomunikasi dengan mereka, memberitahukan perihal niatku untuk bekerja di rantau orang demi menjauhi Mas Agung. Tapi jodoh mempertemukan aku dan Mas Agung kembali di suatu tempat, dan akhirnya kami pun menikah tanpa ada yang tahu. 

Serapat apapun menyimpan bangkai tetap saja akan tercium. Aku dan Mas Agung memang pernah tanpa sengaja berpapasan dengan sahabat Bu Aini saat berbelanja di mall. Dari situlah aku sudah menduga akan ada masalah besar. 

"Mas, kenapa tidak sebaiknya kamu terus terang saja kepada istrimu, bahwa kita sudah menikah. Agar aku tenang menjalankan hubungan ini. Sekalipun aku yang akan dikorbankan nantinya. Dengan berbagai hujatan dan cacian yang aku terima darinya," desakku.

"Nanti akan tiba saatnya aku beritahu , tapi tidak sekarang. Aku memikirkan anak-anak. Bagaimana jika mereka tahu, dan melihat ibunya bersedih. Akan mengganggu psikologi mereka. Tolong mengerti keadaanku, Rin!" Melihatku dengan tatapan mengiba. 

Lagi-lagi aku yang harus berusaha tegar dan ikhlas menjalani ini semua. Harusnya aku beruntung Mas Agung begitu menyayangiku. Kenapa aku harus menuntut lebih, toh ini adalah buah dari apa yang aku tanam. 

***

Beberapa hari kemudian ada panggilan masuk dari ponselku, tertera nama kontak Bu Aini di layar ponsel. Perasaan kecamuk membelit, ragu antara mengangkat atau tidak. Aku belum siap menerima berbagai pertanyaan dan hujatan pedas darinya. Ah, mungkinkah?? Bu Aini sosok wanita yang baik yang aku kenal. Sesadis itukah dia sekarang?? Aku semakin takut, aku mengabaikan 10 panggilan tak terjawab. Lalu selang beberapa menit, masuk sebuah pesan panjang darinya. 

[Tolong jauhi suami saya, Rin. Apa kamu tega ingin menghancurkan kebahagiaan keluarga saya. Kurang baik apa saya padamu. Kamu mau uang? harta? rumah ? mobil? nanti saya beri, tapi jangan suami saya, ayah dari anak-anak saya]

Degggggg, jantungku seketika berdetak kencang, terasa begitu sesak seperti dentuman benda keras yang menghantam jiwa. Kata-kata itu tajam menikam hati, dan aku pun mulai tersadar betapa kejamnya diri ini. Perempuan yang tak punya perasaan tega merusak kebahagiaan orang lain. Aku menangis sejadi-jadinya, meratapi segala hal yang terjadi. Berhari-hari aku tidak makan karena memikirkan masalah ini, sehingga Mas Agung selalu hadir menyemangati demi bayi kami yang lahir dengan sehat. 

***

"Mas, aku minta maaf. Selama ini menjadi benalu dalam rumah tanggamu. Aku bagaikan pagar yang makan tanaman. Terlalu jahat pada kalian," tangisku memecah keheningan malam itu. Saat Mas Agung mengajakku makan malam di resto yang tidak jauh dari rumah kontrakanku. Mas Agung mengusap perlahan pipiku, ada rasa perih di hatinya tatkala melihatku menangis tak terbendung. 

"Sayang, bukan hanya kamu yang salah. Tapi aku juga yang sudah berani menikahimu meski tanpa restu istriku dan kedua orang tuamu. Kumohon, Jangan menyalahkan dirimu sendiri!" Mas Agung berusaha menenangkanku. 

"Sudah saatnya dirimu harus kembali pada keluarga yang selama ini begitu mencintaimu, Mas. Biarlah aku di sini berteman dengan sepi meratapi setiap waktu yang berjalan, hingga bayi ini lahir ke dunia. Setelah itu izinkan aku pergi dari hidupmu, "pintaku dengan berurai air mata. 

"Izinkan aku mendampingimu dan menunggu bayi kita lahir ke dunia, Rin. Aku akan tetap bertanggung jawab atas keselamatan kalian. Aku Ayahnya, kewajiban aku menafkahinya hingga dewasa nanti. Sekali lagi, beri aku kesempatan untuk melihatnya." Mas Agung terus memohon. Aku lihat ada bulir bening di matanya. Beberapa saat telah menjadi aliran air yang menganak sungai di pelataran sesak. Ah, Mas Agung begitu mencintaiku, tapi atas nama kemanusiaan aku harus iklhas melepaskannya. 

Semenjak saat itulah, perlahan mencoba mulai menerima apapun yang terjadi nanti setelah bayiku lahir, sekalipun hal yang terburuk menimpaku saat diceraikan oleh Mas Agung . Demi kebahagiaan keluarga mereka, harus Ikhlas. Toh, aku sudah bahagia dicintai dengan begitu tulusnya. Aku siapa?? Hanya wanita lemah yang hadir sebagai parasit di kehidupan rumah tangga orang lain. 

Bekasi, 27 September 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun