Mohon tunggu...
Tamariah Zahirah
Tamariah Zahirah Mohon Tunggu... Penulis - Guru di SMPN 3 Tambun Utara

Menulis salah satu cara menyalurkan hobi terutama dalam genre puisi dan cerpen. Motto : Teruslah menulis sampai kamu benar-benar paham apa yang kamu tulis!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nikah Siri (Hidden Story)

26 September 2022   08:13 Diperbarui: 26 September 2022   20:32 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Serapat apapun menyimpan bangkai tetap saja akan tercium. Aku dan Mas Agung memang pernah tanpa sengaja berpapasan dengan sahabat Bu Aini saat berbelanja di mall. Dari situlah aku sudah menduga akan ada masalah besar. 

"Mas, kenapa tidak sebaiknya kamu terus terang saja kepada istrimu, bahwa kita sudah menikah. Agar aku tenang menjalankan hubungan ini. Sekalipun aku yang akan dikorbankan nantinya. Dengan berbagai hujatan dan cacian yang aku terima darinya," desakku.

"Nanti akan tiba saatnya aku beritahu , tapi tidak sekarang. Aku memikirkan anak-anak. Bagaimana jika mereka tahu, dan melihat ibunya bersedih. Akan mengganggu psikologi mereka. Tolong mengerti keadaanku, Rin!" Melihatku dengan tatapan mengiba. 

Lagi-lagi aku yang harus berusaha tegar dan ikhlas menjalani ini semua. Harusnya aku beruntung Mas Agung begitu menyayangiku. Kenapa aku harus menuntut lebih, toh ini adalah buah dari apa yang aku tanam. 

***

Beberapa hari kemudian ada panggilan masuk dari ponselku, tertera nama kontak Bu Aini di layar ponsel. Perasaan kecamuk membelit, ragu antara mengangkat atau tidak. Aku belum siap menerima berbagai pertanyaan dan hujatan pedas darinya. Ah, mungkinkah?? Bu Aini sosok wanita yang baik yang aku kenal. Sesadis itukah dia sekarang?? Aku semakin takut, aku mengabaikan 10 panggilan tak terjawab. Lalu selang beberapa menit, masuk sebuah pesan panjang darinya. 

[Tolong jauhi suami saya, Rin. Apa kamu tega ingin menghancurkan kebahagiaan keluarga saya. Kurang baik apa saya padamu. Kamu mau uang? harta? rumah ? mobil? nanti saya beri, tapi jangan suami saya, ayah dari anak-anak saya]

Degggggg, jantungku seketika berdetak kencang, terasa begitu sesak seperti dentuman benda keras yang menghantam jiwa. Kata-kata itu tajam menikam hati, dan aku pun mulai tersadar betapa kejamnya diri ini. Perempuan yang tak punya perasaan tega merusak kebahagiaan orang lain. Aku menangis sejadi-jadinya, meratapi segala hal yang terjadi. Berhari-hari aku tidak makan karena memikirkan masalah ini, sehingga Mas Agung selalu hadir menyemangati demi bayi kami yang lahir dengan sehat. 

***

"Mas, aku minta maaf. Selama ini menjadi benalu dalam rumah tanggamu. Aku bagaikan pagar yang makan tanaman. Terlalu jahat pada kalian," tangisku memecah keheningan malam itu. Saat Mas Agung mengajakku makan malam di resto yang tidak jauh dari rumah kontrakanku. Mas Agung mengusap perlahan pipiku, ada rasa perih di hatinya tatkala melihatku menangis tak terbendung. 

"Sayang, bukan hanya kamu yang salah. Tapi aku juga yang sudah berani menikahimu meski tanpa restu istriku dan kedua orang tuamu. Kumohon, Jangan menyalahkan dirimu sendiri!" Mas Agung berusaha menenangkanku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun