Kerei, yang sebenarnya masih khawatir, siapa kah Si Tengah hingga penulis ini dapat mengalahkan naga hanya dengan sebilah pena, ia belum jauh mengenalnya. Ia dilanda penarasan hebat. Selagi bulan tertawa dibercandai laut.
"Kamu pasti bertanya-tanya bagaimana aku dan penaku mengalahkan naga. Aku bisa melihat dari raut wajahmu"
Kerei terkejut Si Tengah seakan dapat membaca pikirannya. Tapi ia tidak dapat mengelak, ia memang penasaran.
"Aku juga sudah memutuskan tidak mengikuti perburuan itu. Jadi aku tinggal di rumah sementara kedua saudaraku berangkat bersama 5 kesatria lainnya."
"Tapi tiba-tiba ada yang menggerakkan tubuhku. Hati pun menambahkan bahwa kaulah yang harus mengalahkan Si Naga. Tapi bagaimana caranya? Aku tidak bisa mengayunkan pedang! Yang kutahu hanya menulis, menulis, dan menulis."
"Tapi aku tetap berangkat, pena yang biasa menemani ku masukan saku, aku merasa pena itulah yang hanya bisa kupercaya saat itu. Semua terjadi begitu cepat; aku tiba, Sang Naga mengayun kan cakar, aku maju dengan pena terhunus menangkis serangannya."
Kerei terkesiap, sorot suaminya ini tidak ada kebohongan sama sekali. Si Tengah sudah memenangkan hatinya sejak saat itu. Saat mereka berdua berdir di balkon bermandikan cahaya matahari melalui bulan.
"Saat ini..." kata Si Tengah menggantung.
"... yang aku yakini mengapa aku bisa mengalahkan naga itu, karena memang akulah tokoh utama dalam cerita ini.
Aku tidak pandai memanah seperti adikku, kelihaian kakak dalam bermain tombak bukanlah lawan senang. Tapi aku, akulah tokoh utama dalam kisah ini. Hingga sekarang aku bersamamu di balkon ini, aku rasa memang inilah skenario yang telah ditentukan-Nya"
Kerei terpesona, sekarang ia telah mengetahui alasan kuat untuk mencintai lelaki di sampingnya ini. Dan ketika mereka berdua berpelukan di penghujung malam. Bulan dan laut juga sudah akan mengakhiri perbincangan mereka.