Mohon tunggu...
Badrut Tamam
Badrut Tamam Mohon Tunggu... profesional -

Berusaha Mempersembahkan yang Terbaik dalam Setiap Proses...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemilau Colza di Bumi Prancis (3)

4 Februari 2016   08:22 Diperbarui: 7 Februari 2016   22:30 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RELATIVITAS WAKTU

Pertanyaan sinis itu seperti yang pernah diutarakan orang pada awal abad ke-20. Tepatnya tahun 1903. Saat Wright bersaudara bermimpi terbang ke angkasa seperti burung. Mereka tidak patah arang dengan cemoohan itu, sampai akhirnya berhasil menerbangkan pesawat terbang pertama dikendalikan oleh manusia.

                Jam 20.00 kami sudah dijemput menuju bandara, penjemputan yang agak cepat ini karena take off dari Jakarta menuju Abu Dhabi jam 01.30 dan harus boarding 2 jam   sebelumnya.  Beda dengan penerbangan domestik yang hanya 30 menit sebelum take off. Karena pesawatnya relatif lebih kecil dan jumlah penumpang tidak sebanyak penerbangan internasional.

Jadi, paling lambat kami harus sampai ke bandara sekitar jam 23.30. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, kami berangkat lebih awal. Kami dijemput dari Kuningan langsung ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Seperti biasa, Jakarta tak pernah tidur. Sampai larut malam pun jalan raya masih dipenuhi dengan kendaraan. Tapi malam ini keberuntungan di pihak kami. Di titik tertentu yang diperkirakan macet ternyata lancar. Sehingga kami masih bisa menyempatkan diri untuk makan malam di warung kaki lima, pinggir jalan.

                Menurut jadwal dari tiket yang kami terima, kami menggunakan Pesawat Etihad dari Jakarta tidak langsung ke Prancis, tapi transit dulu di Abu Dhabi. Ternyata tidak ada pesawat yang langsung dari Indonesia ke Eropa. Harus transit dulu ke Singapura atau ke Dubai, tergantung pesawat yang ditumpangi. Kawan kami bertanya mengapa masih harus transit dulu, kok tidak langsung ke Prancis? Mungkin masih diberlakukannya larangan terbang kesana dengan alasan di Indonesia sering terjadi kecelakaan di maskapai Indonesia.

                Etihad Airways merupakan maskapai penerbangan nasional Uni Emirat Arab (UEA), Abu Dhabi yang dikenal sebagai salah satu “permata dari Teluk Persia”, mengalami kemajuan yang signifikan sejak ditemukannya minyak pada tahun 1958. Kini dianggap sebagai salah satu negara terkaya di dunia dalam sumber daya alam. Pemerintah UEA bersama investor swasta asing membentuk suatu kesatuan perusahaan transportasi udara yang bernama Etihad .

                Persatuan yang berdiri pada bulan Juli 2003 dan kini Etihad dikenal sebagai salah satu maskapai paling berpengaruh dan memiliki penghargaan yang banyak setelah 10 tahun berdiri .

                Di bandara Soekarno-Hatta, kami menuju arah maskapai penerbangan Etihad. Tidak langsung terbang, kami duduk santai dulu sebelum berangkat. Seperti yang diceritakan diatas kami berangkat lebih awal.

                Mengapa lebih awal? Jawabannya sederhana: Biar tidak terburu-buru. Seperti kata orang tua: Buru-buru itu pekerjaannya setan. Karena buru-buru, setan lebih mudah mengganggu. Kadang hati was-was seperti ada yang ketinggalan. Dan biasanya orang buru-buru tidak bisa berfikir jernih.

                Kami duduk santai sambil ngobrol. Sesekali canda tawa berderai, menambah asyiknya perjalanan ini. Mata kami menyapu sekeliling dari tempat kami duduk. Dari arah samping, ada anak kecil berumur sekitar 4 tahunan bersama Ibu dan Bapaknya. Entah alasan apa barang-barang mereka tidak diletakkan di bagasi, tetapi di pecah-pecah menjadi koper ukuran kecil. Jumlahnya banyak. Si anak tadi juga kebagian membawa 1 koper kecil. Walaupun kecil dan tidak berat, tetap saja kelihatan aneh jika dia menenteng koper itu sendiri. Lucu, seperti anak kecil yang disulap menjadi dewasa. Persis seperti video clipnya lagu yang dibawakan oleh Cleopatra Stratan : Ghita.

                Biasanya, anak sekecil itu masih banyak tergantung pada orang tua. Kemana-mana harus diantar Ibunya, jalan masih agak gugup dan takut. Tapi dia, begitu tenang dan pede-nya dikerumunan banyak orang berjalan santai menenteng koper. Coba bandingkan dengan anak-anak kita di Indonesia seumuran itu adakah mempunyai keberanian yang sama?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun