Mohon tunggu...
Tamam Malaka
Tamam Malaka Mohon Tunggu... social worker -

pejalan yang menyukai sunyi tetapi pun menyenangi keramaian alam pikir umat manusia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(Fabel) Rumah Si Gajah

7 November 2015   20:33 Diperbarui: 8 November 2015   08:28 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Tamam Malaka 68

Sudah beberapa hari ini, seekor Gajah memutari sebuah sungai besar yang aliran airnya semakin sedikit. Entah sudah berapa kali ia bolak-balik menyebrang sungai.

 Tingkahnya sejak awal diperhatikan oleh seekor burung gagak hitam yang bertengger di pohon sawo yang daun-daunnya berwarna hitam seperti dalam kondisi hangus.

"Hoi Gajah. Ada apa gerangan engkau mondar-mandir tiada henti seharian ini?"

 Akhirnya burung gagak bertanya. Gajah tak menyahut, masih terus khusyuk mengamat-amati jalan, sungai dan daratan. Tiga kali tidak disahut, gagak terbang mendekat. Sleb. Ia berhasil bertengger di atas punggung gajah, namun gajah tetap tanpa respon. Gajah berteriak keras, saat gagak mematuk punggungnya dengan kuat karena saking gemesnya.

"Apa kau pura-pura tidak tahu, aku ada di punggungmu??" Kata gagak. Gajah menghentikan langkahnya.
"Ow, rupanya engkau yang menggigit punggungku gak? Ada apa gerangan?" Kata gajah.
"Kenapa engkau bolak-balik tak karuan sebrang-menyebrang sungai Jah?"

Gajah tak langsung menjawab. Ia menurunkan punggungnya, kaki depannya ditekuk. Duduk bersimpuh di tanah. Tampak sekali ia kelelahan.

"Aduh, lelahnya," katanya. "Begini gak. Beberapa waktu lalu, aku keluar hutan. Mencari anakku yang belum pulang-pulang juga semalaman. Lalu, karena tidak ketemu juga, aku pilih pulang. Tapi tiba-tiba rumahku lenyap. Mungkin,aku kesasar. Tapi ini kok,rutenya benar?"

Gagak tiba-tiba memandang gajah dengan raut muka sedih. Dua matanya berkaca-kaca. Gajah kaget. "Kamu menangis gak?" tanyanya, bingung.

"Jah. Bukan dirimu yang sedang kesasar. Tapi..." Gagak tidak melanjutkan kalimatnya. Tangisnya kemudian simbah. Gajah tambah bingung.

"Gak? Kamu baik-baik saja kan???" Gagak memandang Gajak seksama.

"Kau tak kesasar Jah," ucapnya lirih.
"Lalu..."
"Tanah yang kita duduki ini, tanah kita. Rumah kita. Hutan kita Jah!"

Gajah makin bingung. Ia menatap sekeliling. Hutan kita? Tapi kenapa tak secuil pun tak tampak pepohonan berdiri?

"Beberapa hari lalu, pohon-pohon ditebangi semua sama segerombolan manusia Jah..."

Gajah langsung tercenung. Manusia? Oh, kenapa ia harus berurusan lagi dengan makhluk yang satu itu? Tak terasa, air matanya deras. Membasahi pipinya yang tembem.

"Dan tahukah kau Jah? Jika mungkin nanti kau tak lagi punya tempat tinggal, juga rumput-rumput untuk makan..."

"A... A... Pa mak...mak.. sudmu,Gak?"

Gagak tak menjawab. Ia memberi isyarat agar Gajah mengikutinya dari belakang. Gajah langsung berdiri. Tanpa saling berbincang dan mengeluarkan suara, keduanya hampir seharian mengelilingi hutan.

 Gagak benar. Sepanjang perjalanan, hutan tempat mereka makan dan tinggal, kini hanya sisa pepohonam yang sisa arang-arangnya. Gajah langsung lemas.

"Lantas, aku harus pulang kemana Gak? Pulang kemana Gak??!!"

Gagak tak tahu harus menjawab apa. Kalau dirinya bisa terbang ke segala tempat mencari lokasi baru untuk berteduh. Tapi si Gajah sahabatnya itu??

Namun tiba-tiba ia ingat sesuatu. Sewaktu hutan terbakar, ia melihat datangnya sekumpulan manusia. Ia pikir mereka bakal berbuat jahat. Sebab mereka mengangkuti semua binatang yang masih hidup dan membawanya pergi. Seharian ia kuntit kemana mereka pergi.

Ternyata ia salah. Manusia-manusia itu, ternyata malah mengobati semua teman-temannya itu dengan sangat baik, bahkan membuatkannya tempat tinggal yang baru. Ya. Ia ingat sekarang nama tempat baru itu. Si Gajah pasti aman jika juga pergi ke tempat baru itu.

"Kamu masih bisa selamat Gajah, sahabatku," katanya dengan sangat gembira. Dengan penuh semangat, lantas ia ceritakan semuanya.
"Apa kamu juga tahu nama tempatnya Gak?" Gagak langsung mengangguk.

"Manusia yang amat baik itu, menyebut hutan itu dengan nama... Kebun Binatang Jah!" Gajah langsung berjingkrat-jingkrat saking senangnya.

"Kalau begitu, antarkan aku kesana Gak!"

Gagak menyahut dengan suara serak lengkingannya yang khas. Kakkkk kakkkkkk. (2015).

 

 Gabung Komunitas Fiksianakomunitas fabel fiksiana

FB Komunitas Fiksiana/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun