Tamam Malaka 68
Sudah beberapa hari ini, seekor Gajah memutari sebuah sungai besar yang aliran airnya semakin sedikit. Entah sudah berapa kali ia bolak-balik menyebrang sungai.
 Tingkahnya sejak awal diperhatikan oleh seekor burung gagak hitam yang bertengger di pohon sawo yang daun-daunnya berwarna hitam seperti dalam kondisi hangus.
"Hoi Gajah. Ada apa gerangan engkau mondar-mandir tiada henti seharian ini?"
 Akhirnya burung gagak bertanya. Gajah tak menyahut, masih terus khusyuk mengamat-amati jalan, sungai dan daratan. Tiga kali tidak disahut, gagak terbang mendekat. Sleb. Ia berhasil bertengger di atas punggung gajah, namun gajah tetap tanpa respon. Gajah berteriak keras, saat gagak mematuk punggungnya dengan kuat karena saking gemesnya.
"Apa kau pura-pura tidak tahu, aku ada di punggungmu??" Kata gagak. Gajah menghentikan langkahnya.
"Ow, rupanya engkau yang menggigit punggungku gak? Ada apa gerangan?" Kata gajah.
"Kenapa engkau bolak-balik tak karuan sebrang-menyebrang sungai Jah?"
Gajah tak langsung menjawab. Ia menurunkan punggungnya, kaki depannya ditekuk. Duduk bersimpuh di tanah. Tampak sekali ia kelelahan.
"Aduh, lelahnya," katanya. "Begini gak. Beberapa waktu lalu, aku keluar hutan. Mencari anakku yang belum pulang-pulang juga semalaman. Lalu, karena tidak ketemu juga, aku pilih pulang. Tapi tiba-tiba rumahku lenyap. Mungkin,aku kesasar. Tapi ini kok,rutenya benar?"
Gagak tiba-tiba memandang gajah dengan raut muka sedih. Dua matanya berkaca-kaca. Gajah kaget. "Kamu menangis gak?" tanyanya, bingung.
"Jah. Bukan dirimu yang sedang kesasar. Tapi..." Gagak tidak melanjutkan kalimatnya. Tangisnya kemudian simbah. Gajah tambah bingung.
"Gak? Kamu baik-baik saja kan???" Gagak memandang Gajak seksama.