Maka, kata `Aku` adalah milik zat (Tuhan) itu. Zat yang Maha dari segala yang Maha.
Pembanding Kualitas Diri
[caption id="attachment_387080" align="aligncenter" width="558" caption="foto: deviantart.com"]
Kata-kata `Aku`, juga bisa menjadi pembanding kualitas diri. Kualitas terendah adalah diri yang terus meng-aku-aku segala sesuatu sebagai miliknya. Orang itu adalah punyaku, barang itu adalah milikku, dan bentuk (format pengungkapan) aku-aku yang lainnya.
Maka, sebagaimana layaknya zat itu (Tuhan), ia merasa berhak atas segala hal. Berhak untuk menguasai, memerintah, menggunakan dan atau memanfaatkan segala demi kepentingan dirinya sendiri.
Tetapi tak sebagaimana zat itu (Tuhan), meski berhak atas segala-galanya, Dia tetaplah berlaku adil dan memberikan hidayah dan rahmat. Namun hamba yang lebih dominan kepemilikan `aku`-nya, ia meniadakan adanya kamu, dia, mereka dan kita semua. Ia mengambil semua hak dan mendistrubisikan segala sesuatu demi dirinya sendiri.
Maka, sejatinya inilah syirik yang sejati.
Terima kasih Gus. Meski ini hanya renungan, tetapi bagiku berasa inspiring. Salam hangat Gus. Damai dan berkah untukmu. Untuk kita semua ...
[caption id="attachment_387082" align="aligncenter" width="296" caption="www.tempo.co"]
Baca-baca Soal Gus Dur Lainnya: