Pada dasarnya, pemaknaan jimpitan sangat relevan dengan budaya kerja. Jimpitan tidak hanya menjadi indikator kinerja petugas ronda, tetapi juga mengedepankan rasa kekeluargaan. Sama halnya dalam bekerja, kontribusi setiap individu akan menciptakan kerja tim yang inklusif dan menghargai proses. Dalam jangka panjang, pemaknaan nilai-nilai jimpitan dapat membangun budaya kerja yang efisien dan seimbang. Kehidupan bekerja tidak selalu mengagungkan perihal kualitas dan persaingan, tetapi juga memperhatikan interaksi sosial antar rekan kerja.
Pentingnya tolong menolong tidak hanya relevan pada kehidupan bermasyarakat, tetapi juga dalam pekerjaan. Untuk menghasilkan output yang maksimal, perlu kerja sama tim yang dibangun melalui hubungan yang baik antar individu. Maka, keharmonisan dan kerukunan menjadi poin penting. Perkembangan zaman dengan kecanggihan teknologi semakin memudahkan hidup manusia tanpa bantuan orang lain. Mesin yang memiliki "otak buatan" dirancang mampu memahami perintah dan memenuhi kebutuhan manusia. Alhasil, dengan mesin-mesin tersebut kehidupan manusia seakan dimudahkan sekalipun tanpa kehadiran manusia lainnya. Sifat individualis muncul sebagai antitesis tolong menolong antar manusia. Kembali pada tradisi lokal seperti jimpitan menjadi upaya untuk menciptakan kehidupan sosial yang partisipatif dan kolaboratif. Memaknai tradisi lokal untuk kehidupan yang berkelanjutan. Antar individu saling berinteraksi dan tolong menolong. Hal ini turut berlaku dalam kehidupan pekerjaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H