Mohon tunggu...
Takas T.P Sitanggang
Takas T.P Sitanggang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mantan Jurnalist. Masih Usahawan

Menulis adalah rasa syukurku kepada Sang Pencipta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Siapkah Kau tuk Jatuh Cinta Lagi?

9 Juli 2016   10:31 Diperbarui: 9 Juli 2016   11:00 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak saat itu hari-hari saya tak pernah lagi sama. Dan setiap kali kepingan-kepingan peristiwa bersama dia berkelebat dalam benak, saya merasakan ada luka basah dalam hati saya yang disentuh berulang-ulang. Rasa perih yang ditimbulkan menumbuhkan kebencian. Seiring waktu, kebencian itu terus menggumpal hingga mengeras seperti batu. 

Saya terus saja berandai-andai, jika waktu bisa saya putar, peristiwa di bawah bulan pucat itu tak akan pernah terjadi. Tidak akan pernah! Namun, apa daya. Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang dia telah menjadi kata yang harus saya singkirkan, karena setiap hal tentangnya hanya mendatangkan kembali kesedihan dan kemarahan. Tak ada lagi yang pantas untuk dikenang. 

Bagi saya, sekarang, setiap detik waktu adalah penerimaan. 

Ivana segera menyangga hatinya. Mengeraskan jantungnya. Ditanggulnya kedua kelopak matanya yang memerah. Tak boleh ada tangis lagi di sana, untuk dia. 

Haris menghela napas. Panjang. Matanya masih lekat menatap Ivana. Bibirnya yang kecokelatan berdesis. Siapkah kau tuk jatuh cinta lagi?

**

Saya rela memberikan apa saja yang saya punya untuk dia. Bahkan, andai bumi bisa saya beli, saya akan mempersembahkan bumi ini padanya.

Saya paling suka dengan bibir merahnya. Bibir itu selalu terlihat hangat dan basah. Terlebih ketika bibir itu membentuk selengkung senyum atau menderai tawa. Aduhai manisnya.. apabila dia tersenyum akan tersungging sebaris gigi putih bak mutiara di balik bibirnya yang merah menggayut. 

Dia punya paras yang ayu. Semakin dekat saya tatap semakin ayu dia terlihat. Wajahnya bulat. Dan selalu tampak bundar seperti bulan purnama penuh karena seluruh rambutnya di tarik ke belakang. Dikepang kuda. 

Dia punya alis yang tebal dan tertata. Ada beberapa anak alisnya yang hampir menyatu di bagian tengah. Hidungnya tak terlalu mancung. Tapi tampak pas dengan bibirnya yang mungil dan tipis. Ia memikat karena matanya tidak terlalu besar tapi memancarkan cahaya yang lebih cemerlang dari mentari pagi.

Tubuhnya harum. Entah oleh parfum atau bawaan sejak lahir. Saya tidak tahu.  Keharuman itu seperti mengapung di udara. Melingkupi tubuhnya. Menghirupnya seperti menghirup aroma bunga paling wangi se-dunia. Saya tak mengerti jantung saya selalu berdebar kencang saat bersama dia dan tubuh saya serasa lemas. Walau pun sudah lama bersama tetapi kegugupan itu tetap saja terasa. Rasanya saya dibuai oleh keelokannya. Dibawa oleh harum bunga-bunga yang menguar dari tubuhnya. Saya tak sanggup menolak apa pun yang dia minta. Apalagi jika dia meminta dengan nada suara yang memanja. Suaranya empuk, halus, dan menggetarkan kalbu. Lagi tatapannya yang sayu melumpuhkan jiwa. Ah, sungguh, sebagai lelaki saya ingin dia menjadi selimut di setiap malam sunyi saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun