Mohon tunggu...
Takas T.P Sitanggang
Takas T.P Sitanggang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mantan Jurnalist. Masih Usahawan

Menulis adalah rasa syukurku kepada Sang Pencipta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Elang

21 Februari 2016   13:44 Diperbarui: 22 Februari 2016   13:25 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Lang, pulanglah bersamaku. Usiakanlah petualanganmu menaklukkan ombak. Aku ingin menjadi rumah bagimu.”

“Maaf. Aku tidak bisa.”

“Kenapa?”

“Aku belum siap dengan apa pun yang melibatkan cinta. Lagi pula aku belum memerlukan rumah untuk pulang. Aku ingin mencari ombak yang lebih besar dan sulit ditaklukkan,” jawab Elang.

Menggenang air di mata Bunga yang sendu. Langit yang mendung adalah duka yang bergantung di wajahnya. Dengan lembut Elang melepaskan pelukan Bunga lalu beranjak pergi. Pandangannya begitu lurus ke depan. Tak terlintas sedikit pun keraguran.

“Elang memburu daging, bukan bunga. Elang memburu daging, bukan bunga,” desis Elang berulang-ulang.

Bunga selalu yakin bisa melakukan apa saja, tapi kali ini dia harus menghadapi kenyataan bahwa ada sesuatu yang tak bisa dilakukannya. Seperti ada yang patah, lalu jatuh di tengah pasir yang sunyi, desaunya membuat hati Bunga dilanda perasaan sendiri.

“Biarlah aku hanya menjadi angin untukmu, Elang. Angin yang mengikuti ke mana pun kau pergi. Yang tak kau sadari kehadirannya, namun bisa kau rasakan desirnya,” seru Bunga sambil terus mengikuti kepergian Elang dengan matanya yang berkabut.

Angin berdesir, menyapu pasir, melumuri jari-jari kaki Elang yang kisut oleh karena jilatan air laut. Mata Elang kembali hidup. Jiwanya kembali bergolak.

“Bunga, kau adalah ombak yang menyimpan berjuta pesona, yang memberikanku pengalaman menggetarkan dan selamanya akan membekas dalam ingatan,” ujar Elang, lalu mengambil papan selancar di sampingnya, dan berlari menuju ombak.

Di sebelah barat daya, sepasang burung elang terbang berputar-putar di atas laut Watu Karung, yang seekor hinggap di dahan pohon cemara, tapi yang seekor pergi. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun