"Aku tahu kau manusia. Bukan burung.”
Elang terkekeh. “Elang itu adalah namaku, nona.”
“O, maaf. Aku pikir…”
“Tidak apa-apa,” potong Elang. “Apa kau sudah merasa baikan?”
Bunga mengangguk pelan seraya mengubah sikapnya menjadi duduk. “Hanya kepalaku saja yang agak pusing. Terimakasih sudah menolongku,” lantas tangan gadis itu menjulur. “Bunga.”
“Apa kau sedang menguji kecerdasanku, nona?” tanya Elang seraya menyambut juluran tangan itu.
“Maksudmu?”
“Aku tahu kau manusia. Bukan tumbuhan,” balas Elang.
Bunga tertawa.
Entah malaikat dari langit mana yang telah mempertemukan Elang dengan Bunga. Yang pasti sejak perkenalan itu mereka jadi sering menghabiskan waktu bersama, meneguk segelas kopi panas di warung di pesisir pantai, duduk menyaksikan matahari terbit dan tenggelam, dan berbagi cerita tentang pengalaman-pengalaman mereka berselancar menaklukkan ombak.
Elang pun jadi tahu kalau Bunga juga berasal dari Jakarta. Dia bekerja sebagai Akuntan di sebuah perusahaan BUMN. Namun di saat cuti atau libur panjang, dia suka bertualang, baik itu bersama teman atau sendirian. Mendaki gunung ataupun menyelami laut. Tapi katanya, dia lebih sering ke laut. Laut membuatnya tentram dan memberikan energi yang lebih setelah otaknya terkuras oleh rutinitas pekerjaan.