Mohon tunggu...
Takas T.P Sitanggang
Takas T.P Sitanggang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mantan Jurnalist. Masih Usahawan

Menulis adalah rasa syukurku kepada Sang Pencipta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Donna.. Donna..

7 Februari 2016   10:10 Diperbarui: 10 Februari 2016   18:09 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Richard yang menafkahi kami. Dia tunanganku. Orang Nigeria tapi sudah sepuluh tahun tinggal di Indonesia.”

“Kenapa mau bertunangan dengan orang asing?”

Donna tersenyum miring. “Karena menurutku cuma merekalah yang mau menerima keadaanku.”

Angin terhenyak mendengar jawaban itu. Ia melirik kalung emas yang melingkari leher Donna. Cincin permata di jari manis kanan Donna dan tas jinjing yang ditaruh Donna di meja. Angin bisa menerka semuanya berharga mahal. Sepertinya Donna tak hanya menemukan lelaki yang bisa menerima apapun keadaannya tapi juga membahagiakannya. Donna melirik jam tangan rantai di lengan kirinya lalu meneguk cokelat panasnya lagi. Diambilnya secarik tisu di meja untuk kemudian mengelap bibirnya yang basah. Dirapikan lipatan baju kemejanya lalu bangkit dari bangku.

“Aku harus cek in. sejam lagi pesawatku berangkat. Aku akan ke Tokyo. Kau?”

“Hawaii.”

“Apa kita bisa bertemu lagi sekembali ke Indonesia? Ada banyak sebenarnya yang ingin kuceritakan padamu, dan mungkin bisa menjadi tulisan cerpen atau novelmu. Kau belum pernah menulis tentangku, kan?” 

Angin tersenyum, lantas bertukar nomor ponsel dengan Donna. Angin pikir, sekadar berteman tentulah tidak salah. Kalau kembali tergoda jelas tidak. Begitu tahu kehidupan Donna yang liar, Angin mati rasa. Lagi pula, kini Angin telah menetapkan hati pada kekasihnya yang sekarang. Dan mereka akan menikah setelah Angin menyelesaikan novel ketiga yang tengah dikerjakannya. 

**

Angin meletakkan secangkir kopi hitam yang masih mengepul di meja. Lalu duduk di kursi balkon, memandangi siluet Gunung Salak yang masih berkabut embun. Tiba-tiba Angin teringat Donna yang ingin bertemu. Namun, sudah seminggu ia kembali ke Indonesia, Donna belum menghubunginya. 

“Apa dia masih di Tokyo? Atau, dia menunggu aku yang menghubunginya? Ah, sudahlah, lagi pula aku tak serius menanggapi ajakannya waktu itu,” desis Angin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun