Donna tampak anggun memakai kemeja ungu yang ukurannya pas di tubuhnya yang sintal. Rambutnya dikuncir konde sehingga siapa pun bisa melihat lehernya yang jenjang. Kulit Donna yang dulu hitam manis kini putih mengkilap. Wajahnya mulus dan kencang. Ingin sekali Angin membelainya, merasakan seperti apa kelembutan wajah Donna yang sekarang. Wajah yang dulu sering ia ciumi ketika mereka bermesraan.
“Kau sibuk apa sekarang?” secangkir cokelat panas yang baru diantarkan pelayan diaduk Donna pelan.
“Menulis,” jawab Angin sambil berpantomim.
Donna tersenyum lalu mencondongkan wajahnya kepada Angin. “Aku suka novel perjalananmu ke Tibet. Indah sekali,” desisnya.
“Kau membacanya?” mata Angin membulat.
Donna mengangguk dan tertawa geli. Puas sekali ia melihat Angin terkejut. Ada letupan bahagia yang berbeda, yang dirasakan Angin sewaktu Donna memuji karyanya.
Harus Angin akui, Donna adalah mantan kekasihnya yang terindah. Dibandingkan mantan-mantannya yang lain, Donnalah yang meninggalkan kesan paling dalam. Angin masih ingat. Dulu, Donnalah orang pertama yang membaca dan ia mintai pendapat sebelum puisi dan cerpennya dikirim ke media massa. Penilaian Donna sangat berarti bagi Angin kendati Donna bukan penulis atau editor. Dan memang, setiap tulisan-tulisan Angin yang dinilai Donna bagus, selalu terbit. Donna juga bisa menjadi teman yang menyenangkan ketika Angin pergi ke sudut-sudut kota untuk menulis. Bersama Donna, Angin merasa, hidup jadi terasa mudah. Menjalin kasih dengan Donna serasa menjalin kasih dengan kesegaran buah semangka. Menjalin kasih dengan Donna serasa piknik tak habis-habis ke hutan lindung yang hijau. Menjalin kasih dengan Donna serasa bersembunyi sepanjang hari dari keruwetan dunia.
“Kau sendiri apa kabar? Sibuk apa sekarang?” tanya Angin.
Donna merebahkan badannya ke sandaran bangku. Kedua tangannya menyilang tepat di bawah gunung kembarnya yang menonjol. Dua kancing kemeja atasnya tak terkait sehingga tampaklah belahan gunung kembarnya yang bergaris vertikal. Tiba-tiba hasrat Angin berdesir. Otaknya menerka-nerka seperti apa rupa gunung kembar Donna yang sekarang? Sepertinya, gunung kembar itu tak seelok yang dulu. Dulu kencang kini tampak kendur.
“Kabarku baik. Sekarang aku sibuk mengurus anak.”
“Kau sudah menikah? Kapan? Dengan siapa?” cecar Angin penasaran.