Mohon tunggu...
Takas T.P Sitanggang
Takas T.P Sitanggang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mantan Jurnalist. Masih Usahawan

Menulis adalah rasa syukurku kepada Sang Pencipta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seekor Kumbang yang Jatuh Cinta

4 Februari 2016   11:31 Diperbarui: 4 Februari 2016   14:37 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kulabuhkan kembali tatapanku ke kembang Mutiara setelah tawaku reda. Kuamati wajahnya yang lama-kelamaan memucat. Sayup-sayup kudengar dia bergumam sampai akhirnya cairan putih tumpah ruah dari mulutnya yang mungil. Ini kesekian kali kulihat kembang Mutiara memuntahkan cairan putih itu. Namun, ini kali pertama mulutnya lebih banyak mengeluarkan busa. 

Kembang Mutiara mengerang panjang. Tubuhnya kejang-kejang hingga terperosok dari bangku lalu jatuh ke tanah. Badannya terbujur menyamping. Tubuhnya bergetar kencang. Bahkan lebih kencang dari yang pernah kusaksikan sebelum-sebelumnya. Untunglah ada seorang siswi yang melihat kembang Mutiara tergolek di tanah dan menjerit meminta tolong. 

Orang-orang langsung berdatangan. Dua satpam memapah kembang Mutiara yang sudah tak sadarkan diri. Seorang guru mengarahkan dua satpam itu ke sebuah ruangan. Beberapa murid mengikuti. 

“Ada apa?! Ada apa?!” tanya Jordi yang baru datang.

 Siswi yang tadi menjerit, menjawab. “Ayan Mutiara kumat lagi!” 

**

Seminggu setelah kejadian itu, aku tak pernah melihat lagi kembang Mutiara. Aku sangat merindukannya. Kutinggalkan taman. Kusambangi kelas kembang Mutiara. Aku tahu di mana letaknya, karena aku pernah mengikuti kembang Mutiara menuju kelasnya setelah bertolak dari taman. 

Aku terbang meliuk-liuk agar tak tertabrak orang yang berlalu-lalang di halaman-halaman kelas. Tiba di kelas di samping tangga itu. Aku hinggap di jendela paling belakang. Kembang Mutiara tidak ada. Bangkunya kosong. 

“Kembang Mutiara, apa kamu masih sakit? Lekaslah sehat agar kamu bisa bersekolah lagi dan datang ke taman. Ada aku – si kumbang – yang merindukanmu.” 

Kupalingkan pandanganku dari bangku kosong yang seperti dibiarkan teronggok di tengah-tengah kelas itu, dan gegas kembali ke taman dengan perasaan rindu yang belum tuntas. Saat kukembangkan sayap, kulihat si buaya belang melintas bersama seorang temannya yang berwajah tak kalah tengil. 

“Makanya, Jo. Kalau cinta langsung katakan. Jangan terlalu lama disimpan. Sekarang Mutiara sudah almarhum. Baru kau menyesal!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun