Sedangkan aktivitas belajar mengajar di beberapa sekolah lainnya, tidak efektif. Terkadang, dalam satu minggu, aktivitas belajar hanya berlangsung dua kali. Rata-rata alasan para guru tidak mengajar, karena hanya diberi honor pemda Rp500 ribu setiap bulan.
“Bagaimana para guru ini bisa bertahan dengan honor hanya Rp500 ribu. Sementara, uang transport ke Danau Rana saja Rp100.000 per orang. Jadi, kalau sehari ke sekolah untuk mengajar, para guru ini menghabiskan uang Rp200.000. Belum lagi biaya hidup, serta kebutuhan lainnya. Jadi, kadang-kadang mengajar satu minggu, sebulan kemudian baru mengajar lagi. Satu bulan mengajar, dua bulan tidak jalan (libur),”kata Frans kepada Ambon Ekspres, Rabu (16/3) di Lapangan Merdeka, Ambon.
Tak hanya masalah kekurangan guru, kualitas guru juga tidak sebanding dengan harapan perbaikan pendidikan disana. Seperti di SD Negeri Waegrahe yang memiliki satu guru berijazah terakhir SD. Guru tersebut hanya mengajarkan mata pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia.
Masalah lainnya yang ditemui Frans dan teman-temannya adalah, dugaan penggelembungan data jumlah siswa. Menurut keterangan beberapa orang tua siswa, ada kepala sekolah yang sengaja menggelembungan data jumlah siswa untuk mendapatkan dana BOS dan beasiswa.
“Jadi, seakan-akan banyak siswa, tetapi fakta di lapangan sangat sedikit. Sehingga banyak kepala sekolah yang bermasalah. Misalnya kepala sekolah SD Waegrahe,” kata Frans.
Memantik Simpatik
Realitas yang memprihatinkan di Danau Rana memantik rasa simpatik dari puluhan anak muda. Selain Himkab yang sebelumnya kesana untuk memberikan bantuan sekitar 10 karton buku sekaligus mengajar selama satu minggu, kini sejumlah elemen mulai bergabung, diantara Lentera, Penyala Ambon, Yayasan Maluku Satu Darah, Bengkel Sastra Maluku (BSM), Maluccan Backpacker, DPD Granat Maluku dan lainnya.
Rabu, 16 Maret mereka menggelar rapat perdana untuk membentuk tim ‘Rana Untuk Indonesia. Selasa besok, Tim Buru Bergerak akan mendatangi Danau Rana untuk melakukan survei untuk mengetahui setiap masalah-masalah secara detail.
“Karena ternyata bukan masalah pendidikan saja. Masalah-masalah lainnya seperti kesehatan dan lainnya, juga akan kami data. Setelah itu, kembali lagi ke Ambon untuk membicarakan solusinya,”kata ketua Tim Adi Ayyal.
Orang tua siswa dan mahasiswa Buru punya harapan, agar pemerintah Kabupaten Buru menanggapi secara serius permasalahan di Danau Rana. Terutama mendatangkan guru untuk melakukan aktivitas belajar mengajar.
Ini penting. Pasalnya, Mei mendatang, ujian nasional akan dilangsungkan, sementara tidak ada kesiapan berarti. Mereka tak ingin pada saat datang waktu ujian, pihak sekolah hanya datang mengambil siswa yang dinilai sudah sedikit mampu untuk mengikuti ujian, tanpa dibekali sebelumnya.