Mohon tunggu...
Tajudin Buano
Tajudin Buano Mohon Tunggu... -

Pojok Kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Potret Pendidikan di Danau Rana

22 Maret 2016   20:38 Diperbarui: 22 Maret 2016   20:47 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keputusan Jena berhenti mengajar cukup beralasan. Ia mempunyai dua anak dan suaminya yang tinggal di kota Namrole. Ia sudah lama meninggalkan keluarganya hanya untuk menjadi Guru di SMP tersebut.

“Kalau saya mengajar, siapa yang akan melihat keluarga saya. Siapa yang akan memperhatikan suami dan anak saya. Karena itu, saya memilih untuk berhenti atau tidak lanjut sebagai guru,”ungkap Akbar meniru ucapan Jena saat mereka berbincang mengenai kondisi sekolah dan proses belajar mengajar.

Ketika Ibu Jena memutuskan untuk berhenti mengajar itulah, sekolah SMP Satu Atap Waegrahe ditutup. Kurang lebih lima bulan sudah sekolah itu ditutup. Sekarang telah ditumbuhi rumput ilalang. Tidak ada aktivitas didalamnya.

Saat Akbar dan teman-temannya kesana untuk mengajar dan menyalurkan buku-buku mata pelajaran yang dikumpul dari donatur, hanya sekitar lima siswa yang masih punya keinginan besar untuk belajar. Sebagian siswa lainnya, membantu orang tua menambang emas di lokasi pertambangan.

“Pada saat kami datang kesana untuk mengajar, masih tersisah 5 orang siswa yang punya niat untuk belajar. Kelas I satu orang, kelas II 2 orang dan kelas III dua orang. Sebagian ke lokasi tambang. Ada juga terkesan malu-malu untuk belajar bersama kami,”kata dia.

Kondisi SD Negeri Waegrahe juga memprihatinkan. Masalahnya seperti di SMP Satu Atap, yaitu kekurangan guru. Para guru honor itu berhenti mengajar karena tak digaji. Sekolah ini juga kekurangan buku, papan tulis meja dan kursi serta papan dan pensil untuk siswa kelas III yang akan mengikuti ujian Mei mendatang.

Tak hanya itu, didalam ruangan kelas tidak ada gambar Garuda Pancasila. Foto Presiden dan wakil Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Jusuf Kalla juga tidak terlihat. Lantai dari papan pun mulai rusak, karena sudah lama tidak diperbaiki.

Akbar menduga, kemungkinan akibat kekurangan guru dan mandegnya aktivitas belajar menyebabkan sebagian siswa yang mereka ajak untuk belajar bersama, tidak mengetahui nama negara Indonesia. Para siswa ini hanya tahu nama desa, kecamatan, dan kabupaten Buru.

“Saya sempat bertanya kepada mereka, ini negara apa? mereka tidak tahu. Mereka hanya menjawab, ini Buru. Saya juga sempat tanya nama provinsi, namun mereka tidak tahu. Mereka hanya tahu desa Wagrahi, kecamatan Fena Leisela, kabupaten Buru. Kalau provinsi dan Indonesia, mereka tidak tahu. Memang cukup miris,”ungkap mahasiswa asal kecamatan Waeapo itu. 

(Kondisi fisik SMP Satu Atap Waegrahe, Desa Waegrahe, Kecamatan Fena Leisela, kabupaten Buru, Maluku yang tidak terus. Sekolah ini ditutup sejak beberapa bulan lalu karena tidak guru. (dok. Himkab)

Sejak Dulu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun