Mohon tunggu...
Tajudin Buano
Tajudin Buano Mohon Tunggu... -

Pojok Kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perempuan Papalele, Tak Sekedar Berdagang

30 November 2015   08:40 Diperbarui: 30 November 2015   09:42 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut dia, Papalele  adalah akitivitas dagang tradisional sebagai salah satu jenis sektor informal yang dilakukan oleh perempuan atau wanita  yang telah kawin maupun belum kawin dengan menjaja dengan berjalan sambil membawa barang dagangan di dalam dulang (papan atau loyang).

Dulang itu berisi ikan asar atau ikan mentah, atau buah-buahan, makanan kering, sayur-sayuran, atau kebutuhan pangan lain yang diproduksi sendiri atau diambil dari produsen dengan modal sendiri. Mereka juga berjalan atau duduk di tempat-tempat strategis, seperti di trotoar, pinggiran jalan, emper toko, atau pinggiran pasar.

Selain itu,  mereka memiliki jiwa wirausaha murni  atau sejati (pure entrepreneurial) karena ketangguhan yang dimiliki, yakni mempunyai modal sendiri walaupun kecil, sabar serta ulet karena setiap hari  aktivitas yang dilakukan tanpa fasilitas yang memadai dan sering harus bertahan  di tengah panas maupun hujan. “Kebanyak dari mereka berasal dari Leitisel dan Pulau Lease,”jelas Max saat diwawancarai via telepon, Minggu (28/11).

Menurutnya, Papelele sebagai pekerjaan pokok bukan saja karena pekerjaan ini mudah dan tidak membutuhkan keterampilan atau pendidikan yang tinggi. Tapi, juga telah menjadi tradisi yang dilakukan oleh perempuan Ambon.

Hal ini menunjukkan bahwa jiwa kewirausahaan (enterpreneurial) telah lama dimiliki dan tertanam oleh perempuan Ambon secara turun-temurun. Hal ini nampak terlihat walaupun hasil atau keuntungan dari papalele ini tidak besar, namun tetap saja dijalani dengan tekun dan sabar.

Ketekunan dan kesabaran yang ditunjukkan perempuan papalele ini nampak dari semangat mereka yang tak pernah padam walaupun mereka sering “digusur“ karena alasan ketertiban dan kelancaran arus lalu lintas serta keindahan kota.  Mereka terpaksa menggunakan  tempat-tempat yang tidak layak dan bukan peruntukannya untuk berpapalele, seperti di emperan toko, di lorong-lorong jalan, dan trotoar.

Simon Pieter Soegijono, dosen UKIM lainnya juga pernah menulis tentang Perempuan Papalele. Menurut dia, Papalele berakar dari kata “papa’ yang artinya membawa atau memikul. Sedangkan lele, artinya berkeliling. Papalele juga dapat diartikan sebagai aktivitas berdangan dengan membeli barang, sesudah itu dijual untuk memperoleh keuntungan.

Di dalam tulisannya yang saya akses Minggu (29/11), Simon menyebutkan, Papalele memiliki  beberapa pola dalam hal menjual barang. Pertama, Papalele dalam realitas ekonomi, mampu menjadi suatu katalisator dalam pembangunan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kemiskinan.

Kedua,  papalele memberikan kontribusi ekonomi bagi pembangunan daerah, tetapi mereka tidak mendapat posisi dalam pembangunan. Ketiga, papalele berada dalam pusaran dan gunjangan badai krisis ekonomi, tetapi mereka tetap solid dan survive.

Keempat, terindikasi bahwa papalele memperkuat jejaring sosial dan kepercayaan dalam kelompoknya dan dengan luar kelompoknya. Kelima,  papalele memainkan peran sebagai agen antar komunitas yang mampu mempertahankan relasi orang basudara(salam-sarani) dalam proses distribusi kebutuhan.

Asumsi ini, menurut Max dapat dipercaya. Kata dia, aktivitas  Papalele memegang peran penting bagi harmonisasi sosial. Aktivitas berjualan keliling perkampungan di dalam kota, menciptakan relasi sosial. Dari situ, suasana keakraban dan persaudaran tumbuh diantara perempuan papalele sebagai penjual dan warga kampung sebagai pembeli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun