Aku kembali mengarahkan DSLRku ke arahnya. Lagi-lagi aku berterimakasih karena dia berdiri menghadap langit senja. Membuat pemandangan sunset hari ini begitu elok. Sangat elok. Jingga yang sempurna.
Senyumku mengembang. Bahkan mengambil fotonya dari belakang saja sudah terlihat begitu menarik. Dan ini yang aku takutkan. Dia menoleh ke arahku. Saat ini. Dia sedang menatapku, atau hanya aku yang terlalu berimajinasi, entahlah. Yang jelas, aku merasa kalau cowok itu berjalan ke arahku. Dengan sedikit-bahkan sangat sedikit- senyuman menawan yang sumpah demi apapun sudah membuat jantungku jumpalitan.
"Hai." Dia tersenyum ramah. Menurutku. "Suka fotografi juga?" dia menunjuk DSLRku.
Aku mengangguk.
"Orang Jogja?" dia kini mengambil tempat duduk di sebelahku.
"Bukan."
"Liburan?"
"Bisa juga dibilang gitu, cuma ngabisin waktu akhir minggu. Kamu?" aku balik bertanya.
"Sama, cuma ngabisin waktu akhir minggu." Dia lagi-lagi tersenyum. "Suka sunset juga? Atau sama objek di depan sunsetnya?" dia menunjuk ke arah layar DSLRku yang menampilkan fotonya yang sedang mengabadikan sunset.
Aku terkekeh. "Emang boleh suka sama dua-duanya?"
"Aku sih nggak keberatan." Dia mengedikkan bahunya, "Oh iya. Adit." Dia mengulurkan tangannya.