Kelapa yang sudah dibusukan dan berminyak tersebut kemudian diperas dengan menggunakan alat pemeras yang dalam bahasa  Acehnya, peuneurah dan dalam bahasa Padang atau Minangkabau disebut kampo.
 Setelah diperas, maka didapatkanlah minyak kelapa dan dimasukan ke wadah seperti botol. Cukup mudah bukan? Ya mudah sekali. Dengan adanya minyak kelapa di setiap rumah, maka minyak tidak harus dibeli selalu.
Namun, zaman berubah. Minyak sawit mulai beredar dalam bentuk curah dengan harga yang lebih murah dari pada minyak kelapa. Masyarakat pun kemudian secara perlahan beralih ke minyak goreng sawit.Â
Proses disrupsi pun melanda minyak kelapa. Masyarakat meninggalkan minyak kelapa dengan berbagai alasan. Bahkan hingga kini minyak kelapa semakin tidak ditemukan. Kalau pun ditemukan, dengan harga yang lebih mahal.
Nah, saat ini, ketika masyarakat, termasuk masyarakat penanam sawit tercekik dan terjepit serta dihimpit oleh harga minyak goreng yang mahal dan langka, akankah kembali lagi ke proses pembuatan minyak kelapa? Ach,capek deh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H