Aku merasa ini adalah sebuah tradisi tanam pohon yang bagus, yang selayaknya ditiru oleh banyak orang, termasuk kita di Indonesia. Dari kegiatan penanaman pohon tersebut memberikan kami best practice dan lesson learned dari kebiasaan atau tradisi masyarakat di pulau ini yang jumlahnya tidak begitu banyak itu.Â
Terbukti jumlah penduduknya tampak sangat jarang, namun menyimpan berbagai pesona itu. Bangunan-bangunan rumah di pulau itu pun tampak berupa bangunan rumah kayu, yang bentuknya persis sama dengan rumah-rumah kayu yang ada di Aceh, terutama yang di pesisir pantai barat Aceh. Â
Ada banyak rumah panggung seperti cottage di sana. Mungkin disediakan untuk para pelancong yang datang. Aku merasa terpesona dengan suasannya. Namun, karena kami harus segera kembali ke hotel di Phuket, maka dengan berat hati harus segera menuju kembali ke tempat bersandarnya speed boat.
Ya, ada yang terpaksa muntah dan pusing.Aku sendiri hanya mengingat mati dan cemas. Andai speedboat ini tenggelam dihempas ombak besar, aku sudah tidak bisa pulang lagi. Ah, pikiranku memang sangat liar saat itu. Namun, alhamdulilah, kami bisa mencapai pantai dan berlabuh kembali di pelabuhan ikan di Phuket.Â
Setiba di darat, kami mendengar kabar bahwa ketika kami sedang di tengah laut, Padang, Sumatera barat diterjangan bencana tsunami. Betapa hatiku tidak terkejut. Pantas saja, gelombang di tengah laut yang kami arungi begitu besar. Aku bersyukur, karena kami tidak mengalami hal-hal yang menakutkan, seperti apa yang menghantam Sumatera barat saat itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H