Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Cerpen] Putih

17 Desember 2022   10:28 Diperbarui: 17 Desember 2022   10:42 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara Kleponsia memang unik. Mereka masih menggunakan radio sebagai media informasi.

Gokaro (* penasihat pemerintahan) bulan lalu memberi pengumuman melalui radio tentang syarat-syarat orang yang bisa menjadi pemimpin, menggantikan pemimpin sekarang.

"Apa ada orang yang datang hari ini untuk ikut seleksi menjadi pemimpin ya?" ujar salah satu panitia.

"Iya, bulan lalu Gokaro kasih syarat penting, tapi pas sinyal radio kurang bagus. Jadi kita cuma bisa dengar 'putih' saja. Apanya yang putih, kita nggak tau," timpal panitia lain.

"Biar aja deh. Yang penting kita seleksi aja, nanti biar Gokaro yang pilih soalnya dia kan yang paling tau."

Lima orang panitia menunggu di meja hari ini sambil bercakap-cakap, setelah pengumuman dari Gokaro bulan lalu. Akhirnya seorang plontos datang di meja panitia.

"Selamat datang. Bisakah Anda memperkenalkan diri?" tanya panitia.

Baca juga: Cerpen | Tertipu RS

"Piaraan saya semua berwarna putih. Ada ular putih, macan putih, kuda putih, monyet putih. Bahkan saya punya burung gagak putih, buaya putih, gajah putih, jerapah putih, dan binatang apa pun yang semuanya berwarna putih."

Panitia saling berbicara. Mereka terkagum-kagum dengan koleksi binatang orang itu.

"Istimewa sekali piaraannya. Pasti mahal harga binatang-binatang itu. Omong-omong apa sih pekerjaanmu?"

"Saya pengelola kebun binatang putih," jawab si plontos.

"Sebulan lalu saya dengar syarat untuk bisa jadi pemimpin di radio. Agak kurang jelas sih kata-katanya, tapi ada kata putih, jadi saya berniat untuk mencalonkan diri," katanya melanjutkan.

"Baiklah, terima kasih. Tolong duduk di sana untuk menunggu," panitia mempersilahkan sambil menunjuk ke deretan kursi.

Kemudian orang berambut gimbal yang sudah mengantre langsung memperkenalkan diri, karena dia sudah melihat si plontos melakukannya.

"Saya pengusaha makanan putih. Apa pun makanannya, selama warnanya putih, saya pasti menjual makanan itu."

"Oh, jadi kamu juga jual tahu dong," tanya panitia.

"Tentu. Segala macam tahu ada. Bukan saja tahu mentah, tahu goreng dan segala macam makanan dari tahu pasti saya jual."

"Wah, kenapa nggak bawa tahu goreng untuk kita disini?"

"Hus, nggak boleh nyogok dong. Biar sekadar makanan seperti tahu, tapi itu namanya sogokan," ujar panitia lain.

"Oke deh. Silahkan duduk disana," ujar panitia yang merengek minta tahu tadi sambil cemberut.

Setelah itu, orang yang rambutnya semua berdiri model bulu landak, agak takut-takut mendekati meja panitia sambil berkata lirih.

"Ini tempat seleksi pemimpin itu kan? Soalnya nggak ada tulisannya."

"Ya, ini tempatnya," jawab panitia ke orang berambut landak.

"Syukurlah kalo gitu. Saya mau ikutan jadi calon pemimpin setelah dengar pengumuman di radio. Meskipun saya nggak begitu jelas putih bagaimana yang dibutuhkan karena sinyal radio jelek, saya pengoleksi semua yang putih."

"Oh ya? Apa saja itu," tanya panitia ingin tahu.

"Pertama rumah saya putih. Koleksi mobil saya mulai dari produksi dalam negeri sampai impor, semuanya putih. Perabot rumah pun warnanya putih semua. "

"Bapak bisa lihat sendiri sekarang, semua yang saya pakai juga putih kan. Ini jam tangan, cincin, kalung, sepatu, pokoknya semua"

"Apa bapak mau lihat celana dalam saya juga? Putih juga loh," katanya lirih.

"Nggak nggak nggak. Nggak usah," ujar panitia serempak.

"Silakan duduk disana," salah satu panitia cepat-cepat menimpali.

Sesudah itu, seorang berpakaian perlente berdiri di depan meja panitia. Dia terlihat sangat percaya diri. Rambut hitamnya kelimis rapi, mungkin menghabiskan sebotol pomade.

"Bapak mau mencalonkan diri juga? Kalau iya, silakan bapak memperkenalkan diri," salah satu panitia membuka pembicaraan.

"Baiklah kalau bapak-bapak tidak mengenali saya hari ini. Saya sebenarnya mantan pejabat negara ini. Orang-orang pasti kenal karena dimana saya berada, mereka berkerumun." ujar si kelimis bangga.

"Eh, emang kau kenal dia?" tanya lirih seorang panitia ke rekan di kirinya.

"Enggak, saya nggak kenal. Sepertinya saya pernah melihatnya di berita koran. Tapi dari yang saya baca sih, katanya dia sering omong besar saja. Kerjaannya? Nol besar!" katanya sambil berbisik.

"Ya benar itu. Saya dengar dari teman juga sebenarnya dia bukan dikerumuni orang. Tapi memang dia suka ke kerumunan orang, namun kebanyakan cuek saja," ujar rekan di kanannya.

"Saya kesini karena pengumuman Gokaro di radio. Walaupun saya nggak jelas putih yang bagaimana dia mau, namun saya yakin tidak ada orang lain seputih saya, terutama hatinya."

"Saya sudah berkorban banyak untuk rakyat sewaktu menjabat. Dan saya tidak akan ragu untuk berkorban dan mencurahkan segala tenaga dan pikiran untuk rakyat nanti ketika terpilih, sampai titik darah penghabisan. Itulah definisi putih yang saya tangkap," ujarnya tersenyum.

Panitia melongo dengan kata-kata si kelimis. Ada juga ya orang se-pede ini di muka bumi, pikir mereka. Selama si kelimis berkata-kata, selalu disertai senyuman. Ironisnya, bagi panitia senyuman itu lebih terlihat seperti sinis.

"Baiklah pak, terima kasih atas penjelasannya. Silahkan bapak duduk di sana," panitia mempersilakan.

Tak lama kemudian, seorang bapak berambut putih mendekat sambil melihat ke kanan dan kiri.

"Bapak mau mencalonkan diri juga?" tanya panitia.

"Eh....anu.....eeee......"

Sebelum bapak itu melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba terdengar kegaduhan dari belakang meja panitia. Seorang sedikit tergopoh-gopoh kemudian mendekati meja panitia, dan langsung menyalami si bapak berambut putih.

"Gokaro! selamat datang!" serempak panitia berdiri dan mengucap salam.

"Aaah akhirnya, akhirnya datang juga," kata Gokaro menyalami bapak berambut putih.

"Gokaro, tapi dia belum memperkenalkan diri. Dia baru saja mau berbicara," seorang panitia memberanikan diri untuk berucap.

"Nggak, nggak usah. Ini dia orangnya. Kalian memang nggak dengar bahwa saya mengucapkan calon pemimpin itu harus berambut putih?" tanya Gokaro ke panitia dengan sedikit heran.

"Oh, jadi rambut putih yang Gokaro bilang di radio. Ma'af kami semua dan rakyat hanya mendengar 'putih' saja karena sinyal radio jelek," ujar panitia lain menjelaskan.

Bersamaan dengan itu, seorang anak muda datang dan langsung menghampiri sang bapak berambut putih.

"Pak, kemana saja sih. Aku sama tipluk (* panggilan untuk anak perempuan) udah cari-cari dari tadi," ujar anak muda itu.

"Lha iyo lhe (* panggilan untuk anak laki-laki). Mau pulang tapi lupa jalan jhe," sahut si bapak, kalem.

"Makanya kalau habis makan, jangan jalan jauh. Kalau sudah sore bapak kan sering linglung. Yuk kita pulang sekarang," kata si anak sambil menggandeng bapaknya.

"Oh ya, si tipluk sudah beli bigen (* semir rambut) tadi. Bapak bilang nggak mau berambut putih, biar kelihatan masi muda kan? Nanti tipluk yang mau nyemir rambut bapak di rumah," sang anak menambahkan.

"Iyo..hehehehehe," sang bapak menjawab dan berjalan sambil tertawa.

Mereka kemudian bergegas meninggalkan Gokaro dan para panitia, yang masih melongo karena tidak paham kejadian di depan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun