Dengan kata lain, terobosan yang terjadi karena Natal bukanlah di luar, melainkan di dalam diri kita.
Kemudian bagi orang yang menerima rahmat dariNya secara utuh, Natal bukanlah suatu peristiwa yang telah terjadi. Orang-orang tercerahkan sadar, bahwa tanggal (25 Desember) dan ucapan, bukan suatu perkara pokok.
Bagi mereka, hal paling utama adalah, bahwa Natal itu peristiwa yang sedang, dan akan terus terjadi.
Lalu, bagaimana cara pengejawantahan dari rahmat yang membuat kita tercerahkan itu?
Jawabannya simpel, namun terkadang sulit untuk dilakukan.
Seperti telah diajarkan Yesus dan menjadi pokok iman ajaran kristiani, kita harus mencintai orang-orang, dimulai dari orang yang kita jumpa di lingkungan sekitar.
Misalnya tetangga kiri kanan rumah, rekan kantor, relasi bisnis, maupun teman dalam ruang lingkup pergaulan. Manusia beriman juga wajib mengasihi jika menjumpai orang di mana pun. Tentu orang tidak boleh mengharapkan balasan atas cinta dan kasih yang telah kita berikan.
Pada saat pandemi inilah, manusia sebenarnya dituntut untuk membuat terobosan. Tetapi bukan terobosan yang membuat kita menjadi seperti Son Goku.
Akan tetapi, terobosan yang bisa membuat kita meyakini dan mengamalkan hakikat Natal.
Terobosan yang bukan menjadikan kita keren, namun membuat kita menjadi manusia yang terlahir kembali, dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh ajaran Kristus, sesuai dengan karunia talenta masing-masing.
Semoga kita semua diberi rahmat, kekuatan dan ketabahan, dalam menjalankan segala aktivitas pada masa pandemi ini.