Namun disamping kerutinan itu, sudahkah kita memahami makna dari peringatan kemerdekaan yang sesungguhnya? Terutama mengenai apa sebenarnya "merdeka" itu sendiri?
Sekadar contoh saja, menilik dari polemik yang terjadi baru-baru ini, saya rasa belum semuanya memahami apa makna dari merdeka. Kenyataannya, pikiran manusia yang belum merdeka, bahkan bisa memasung keberadaan benda mati.
Peristiwa konkretnya, ada orang memasung "kebebasan" seonggok klepon yang tergolong jajanan pasar. Sungguh amat disayangkan, sang klepon ternyata belum "merdeka".
Bahkan beberapa orang (kelompok) ribut-ribut mengenai logo (atau grafis) peringatan kemerdekaan tahun 2020. Karena mereka masih memasung pikirannya, dan menghubungkan suatu bagian dari grafis dengan ajaran tertentu.
Oh ya, mumpung sedang membahas klepon sebagai salah satu makanan (mungkin lebih tepat camilan), ditambah lagi pada tanggal yang berdekatan di bulan Agustus ini ada peristiwa penting bagi Indonesia dan Jepang, maka saya ingin bercerita sedikit tentang pengalaman pribadi.
Yaitu cerita tentang kekayaan makanan kita yang lain, dimana makanan ini ternyata bisa menjadi katalis untuk melampaui batas budaya, dalam hal ini antara Indonesia dan Jepang.
Sebelumnya masuk kesana, kita tahu bahwa hubungan kedua negara cukup akrab, meskipun masing-masing mempunyai nasib berlainan setelah Perang Dunia ke-2 berakhir.
Indonesia lahir menjadi negara merdeka dan berdaulat penuh, sedangkan Jepang menjadi negara kalah perang.
Pertama kali tiba di Jepang, saya punya kesulitan karena tidak bisa berbahasa Jepang satu patah kata pun.
Kemudian saya mulai belajar bahasa Jepang dengan giat dan pantang menyerah, mulai dari level anak TK, naik ke level anak SD, SMP lalu SMA. Proses ini memakan waktu yang tidak sebentar.
Sampai sekarang pun, rasanya masih belum mahir berbahasa Jepang.