Bagi umat Katolik, ada dua bulan dalam setahun yang digunakan khusus untuk menghormati Bunda Maria dengan berdoa rosario selama sebulan penuh, yaitu bulan Mei dan bulan Oktober.Â
Berdasarkan sejarahnya, Mei disebut sebagai bulan Maria. Sedangkan Oktober yang tinggal beberapa hari ini, disebut sebagai bulan Rosario.
Pada dua bulan ini, Maria ditempatkan sebagai tokoh sentral, di mana dari rahimnya telah lahir Sang Juru Selamat.Â
Pemberitahuan tentang kelahiran Yesus disampaikan kepada Maria oleh malaikat Gabriel, di sebuah kota di Galilea bernama Nazareth.
Jika Anda pernah pergi ke Eropa terutama Italia, tentu tahu bahwa banyak lukisan tentang Maria di gereja yang dibangun pada era Gothic, Renaissance sampai Baroque di sana.
Tema lukisan kebanyakan berdasarkan pada Injil Lukas 1, ayat 26-38, yaitu tentang pemberitahuan kelahiran Yesus kepada Maria oleh malaikat Gabriel (dalam bahasa Italia disebut Annunciazione). Contohnya lukisan yang dibuat oleh Filippo Lippi di Basilica di San Lorenzo, Florence. Atau lukisan pelukis Tiziano Vecellio di Gereja San Salvador, Venice.
Katolik "baru" masuk ke Jepang beberapa ratus tahun lalu, dibawa oleh Santo Fransiscus Xaverius pada tahun 1549. Dia mendarat di daerah Kagoshima, bagian dari Pulau Kyushu di Selatan Jepang.Â
Meskipun tidak ada lukisan tentang Maria, namun arsitektur gereja serta ornamen uniknya bisa kita temukan di gereja-gereja di daerah Selatan Jepang, seperti di Nagasaki dan juga di Hiroshima.
Nah, bila dibandingkan dengan daerah Selatan, arsitektur gereja di daerah Timur/Utara Jepang memang tergolong baru, sehingga kurang begitu unik.Â
Namun ada satu tempat istimewa, terutama dalam hubungannya dengan Bunda Maria. Yaitu kita bisa menemukan Bunda Maria yang menangis, di Biara Seitai Hoshikai di Akita, yang terletak di bagian Timur Laut (tohoku) Jepang.
Daerah Akita, maupun area tohoku secara umum, termasuk bagian penting dalam sejarah Jepang. Karena dari daerah ini lahir daimyo (samurai dengan kekuasaan melingkupi beberapa daerah) yang mempunyai banyak peran pada era sengoku (peperangan/perebutan kekuasaan) di Jepang. Misalnya saja kita mengenal Date Masamune, seorang daimyo dari Sendai.Â
Penyair era Edo bernama Matsuo Basho juga menulis buku "Oku no Hosomichi". Buku ini merupakan rangkuman dari cerita perjalanannya di daerah tohoku, dengan menyisipkan beberapa karya haiku yang terkenal sampai sekarang. Saya pernah napak tilas perjalanan Basho, di antaranya ke Yamadera dan Matsushima.
Saat menginjakkan kaki di Stasiun Akita, tidak ada kerumunan orang seperti biasa saya temui di Tokyo. Walaupun di sekitar stasiun kereta api ada juga beberapa pusat perbelanjaan dan hotel, mengingat Akita merupakan daerah tujuan wisata bagi turis domestik.
Hanya ada beberapa gerombolan anak sekolah bercanda gurau sepanjang jalan. Seperti kebanyakan anak sekolah, mereka tampak riang meskipun suhu udara masih agak dingin saat itu (padahal sudah bulan Mei).
Dari Stasiun Akita, Biara Seitai Hoshikai bisa dicapai dengan menggunakan bus maupun taksi. Untuk menghemat waktu (jadwal kedatangan bus amat jarang) dan untuk kepraktisan, maka saya menggunakan taksi. Hanya butuh sekitar 20 menit perjalanan untuk sampai di lokasi, dengan biaya sekitar 2500 yen.
Pemandangan hamparan rumput hijau dengan beberapa bunga kecil kuning yang tumbuh di halaman biara menyambut saya ketika tiba di sana.Â
Lokasi di mana biara berada memang agak tinggi, dan angin sejuk berembus membawa bau pepohonan yang banyak tumbuh di sekitar.Â
Bangunan utama dalam kompleks biara selesai dibangun pada tanggal 1 Mei 2002. Arsitektur bangunannya bisa kita temukan juga di kuil-kuil seantero Jepang.Â
Bentuk arsitektur seperti ini dalam bahasa Jepang disebut "irimoya-juusou". Di dalam bangunan inilah kita bisa menemui patung Maria yang menangis.
Di kompleks biara terdapat juga Taman Maria yang sudah dibuka terlebih dahulu pada tanggal 11 Oktober 1976. Di dekatnya, terdapat Taman Anak Domba, di mana kita bisa menemukan beberapa perhentian untuk prosesi jalan salib.Â
Taman untuk jalan salib diresmikan pada tanggal 18 Agustus 1994 oleh Uskup Niigata saat itu, yaitu Francis Keiichi Sato, O.F.M (Ordo Fratrum Minorum atau Ordo Fransiskan).
Tim dari Universitas Gifu dan Universitas Akita yang memeriksa sampel memastikan bahwa kandungan air mata yang keluar, sama dengan kandungan air mata manusia.
Kami kemudian masuk ke ruangan di sebelah kiri untuk bergabung dengan beberapa rombongan yang sudah sampai terlebih dahulu. Ada suasana teduh saya rasakan ketika duduk di kursi yang disediakan di dalam, di depan patung Bunda Maria.Â
Terlebih lagi, halusnya hasil pahatan patung, serta langit-langit yang tinggi karena struktur irimoya-juusou menambah kental suasana Jepang.
Kami kemudian mulai berdoa rosario. Rombongan yang sudah sampai terlebih dahulu juga terlihat khusyuk berdoa dengan memegang rosario di tangan masing-masing.Â
Ternyata ada rombongan ibu-ibu dari Indonesia, ketika kami bertemu dan mengobrol di depan gedung, usai berdoa rosario. Suster Kitagawa berkata bahwa banyak juga peziarah dari Indonesia datang ke sana.Â
Saya sempat berbincang dengannya sambil mengisi buku tamu yang disediakan. Dia bertugas menjaga toko kecil dekat pintu masuk bangunan utama yang menjual benda-benda suci maupun buku yang berhubungan dengan perayaan ekaristi.
Di tengah-tengah area, terdapat beberapa potongan pohon yang dibentuk sebagai bangku panjang untuk tempat duduk. Saya juga menemukan bekas api unggun, tidak jauh dari lokasi bangku.Â
Di dekatnya area ini ada bangunan yang ternyata berfungsi sebagai penginapan (saya tahu dari tulisan di depan pintu bangunan). Sehingga saya menduga bahwa tempat ini terkadang mungkin difungsikan sebagai lokasi untuk retret.
Secara keseluruhan, butuh waktu sekitar dua jam untuk berkeliling di area biara. Bagi Anda yang berminat untuk berkunjung, mungkin bisa merancang jadwal agar bisa berkeliling ke lokasi wisata lain di daerah Akita.
Misalnya mengunjungi bekas kastil Akita, bermain di Danau Tazawa, bahkan melihat dan masuk ke rumah-rumah zaman dahulu yang merupakan perkampungan samurai di daerah Kakunodate. Atau jika Anda gemar trekking, maka Shirakamisanchi (salah satu world heritage kekayaan alam) bisa menjadi pilihan.
Kesabaran dan ketulusan saat ini mungkin sudah merupakan barang "mahal" dan langka. Apalagi ketika dunia sudah dipenuhi dengan kebohongan serta kepura-puraan, baik itu di dunia nyata, maupun di dunia maya.
Di akhir bulan Oktober ini, dengan berdoa rosario sebulan penuh, saya khususnya berharap agar bisa mempunyai kesabaran dan ketulusan dalam menghadapi segala hal yang terjadi dalam hidup. Sebab dengan kesabaran dan ketulusan, semoga saja kita bisa merasakan keharmonisan dalam kehidupan, di manapun kita berada.
Selamat berakhir pekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H