Namun, untuk hanami di dalam ruangan, kekurangan yang utama adalah tidak bisa menikmati suasana mekarnya bunga sakura secara sempurna, karena tidak melihat bunga sakura langsung pada habitatnya.
Kita tidak bisa melihat kelopak bunga sakura yang transparan bersinar dengan warna pink, ketika berada tepat di bawah pohon dan melihatnya di balik sinar matahari. Apalagi melihat sakura yang begoyang, kemudian kelopaknya berguguran saat angin bertiup. Atau melihat kupu-kupu, juga mendengarkan ramainya kicauan burung yang hinggap di ranting pohon.
Hanami di dalam ruangan juga membutuhkan biaya karena kita harus membayar sewa, kecuali kalau kita menggunakan rumah sendiri.
Terakhir, dalam semua kegiatan hanami (baik di dalam maupun di luar ruangan) tersebut, orang tentunya mengeluarkan biaya, misalnya untuk ongkos transportasi, maupun untuk membeli makanan dan minuman. Nah, pengeluaran ini sedikit banyak memberikan pengaruh pada perekonomian.
Apalagi karena hanami merupakan kegiatan yang digemari oleh orang banyak, bukan hanya oleh masyarakat Jepang saja, namun juga oleh orang asing yang sedang berada di Jepang. Sehingga pembelanjaan dari orang-orang yang jumlahnya tidak sedikit tersebut, akan memberi pengaruh pada lajunya perekonomian saat itu.
Miyamoto Katsuhiro, seorang profesor emeritus di Kansai University, menghitung efek hanami pada perekonomian Jepang, yang disebut sebagai Sakuranomics. Dari hasil penelitiannya, dia menemukan bahwa hanami bisa memberikan efek tambah pada perekonomian sebesar 651 miliar yen!
Nilai nominal tersebut 8 kali lebih besar dibandingkan dengan efek perekonomian dari Tokyo Skytree per tahun, yaitu sebesar 83 miliar yen. Fantastis sekali ya!
Tentunya Jepang berharap pada era Reiwa ini, sakuranomics dimusim sakura ke depan bisa menjadi lebih besar lagi nantinya. Agar Jepang bisa lepas dari Heisei Deflation, yang menghantui Jepang selama kurang lebih 30 tahun.
Selamat berakhir pekan.