Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Antara Kucing, Teori Kuantum, dan Pilpres

27 Februari 2019   10:17 Diperbarui: 27 Februari 2019   18:15 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Kucing-kucing yang tengah antri di depan kotak. (cardcow.com)

Teori kuantum yang mengamati segala sesuatu dari sudut pandang dengan ukuran atom ini, menemukan bahwa dunia atom ternyata memang aneh dan banyak unsur yang ambigu. Apalagi setelah Niels Bohr menginterpretasikan teori kuantum dengan superposition, yaitu partikel bisa berada dalam berbagai macam keadaan pada saat yang bersamaan, sampai pada saat partikel itu diamati/diukur. Interpretasi itu biasa juga dinamakan sebagai Copenhagen Interpretation.

Tetapi, kalau masalah aneh dan ambigu sih, saya pikir tidak hanya dalam dunia atom (yang kecil) dalam teori kuantum saja. Dunia kita sekarang, dimana kita hidup dan bersosialisasi saat ini pun, banyak hal-hal yang aneh dan ambigu. Apalagi menjelang Pilpres yang kurang dari satu setengah bulan lagi. 

Tentang keanehan itu tentunya saya tidak perlu jelaskan lagi disini, karena pembaca pasti sudah banyak tahu beritanya melalui Internet. Jika menyebutkan beberapa diantaranya, misalnya "puisi" aneh ini, atau hoax terbaru tentang pelarangan azan. Saat ini, orang-orang (atau kelompok ini) dengan nyali yang lebih kecil dari ukuran atom, merasa "gagah" dengan berlindung di balik tameng "puisi", supaya bisa mengatakan bahwa mereka sedang memainkan bahasa kiasan. Walaupun kita tahu isinya cuma ejekan.

Hebatnya, bahkan mereka sudah tidak malu lagi, apalagi takut, untuk "menyeret-nyeret" Tuhan, alias menggunakan tameng agama untuk melampiaskan ego-nya.

Saya kurang paham juga, untuk apa berita-berita aneh (termasuk hoax) itu disebarkan. Kalau tujuannya untuk mempengaruhi pemilih pada pilpres yang akan datang, saya pikir juga tidak begitu banyak efeknya. Para pemilih itu, tentunya sudah (jauh-jauh hari) menentukan pilihannya. Berdasarkan apa mereka memilih, tentunya juga tergantung dari pribadi masing-masing.

Meminjam istilah yang digunakan pengamat politik, memang ada beberapa swing voter, yaitu pemilih yang masih "galau" untuk menentukan siapa yang akan didukungnya pada piplres nanti. 

Namun, kalau untuk menarik simpati dan mengharapkan swing voter itu untuk memberikan dukungan pada capres/cawapres yang mereka calonkan dengan berita yang aneh-aneh (terlebih hoax), apa kita semua juga tidak khawatir akan perkembangan kepribadian mereka nanti? Apalagi, katanya generasi milenial merupakan segmen yang memberikan kontribusi banyak pada persentasi swing voter ini.

Tentunya kita harus menjauhkan generasi milenial dari hal-hal yang sifatnya negatif, terutama berita hoax dan ujaran kebencian. Kalau kita semua menginginkan Indonesia yang lebih baik dan maju lagi di masa depan, saya pikir kita semua harus mau memberikan pendidikan yang positif untuk semua orang, terlebih bagi generasi muda kita.

Sekarang kita kembali ke urusan meong yang sempat saya singgung diawal tulisan.

Paradoks teori kuantum tentang superposition itu sebenarnya telah dibuktikan dengan eksperimen pemikiran yang digagas oleh Schrodinger. Karena dia memakai Kucing sebagai objeknya, maka eksperimen itu populer dengan nama Kucing Schrodinger.

Cerita singkat Kucing Schrodinger itu begini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun