Suhu udara masih terasa dingin, karena kalender baru saja memasuki awal bulan Maret. Terlebih karena Puutaro saat ini berada di Yoshinoyama Doubutsuen *1), yang lokasinya berada pada sebuah gunung di Prefektur Nara.
Dia sudah tinggal dan bekerja disini sejak September tahun lalu.
Sebelumnya dia tinggal di Tokyo, megapolitan dengan kehidupan kotanya yang hiruk pikuk karena disana adalah pusat segala kegiatan bisnis dan pemerintahan di Jepang. Kehidupan itulah juga yang membuat Puutaro merasa capek secara lahir dan batin.
Selain dia harus berjuang untuk menaklukkan kehidupan yang keras agar bisa membayar semua kebutuhannya, kehidupan monoton yang dijalaninya setiap hari membuatnya hampa dan bosan. Sehingga pada suatu saat, dia menemukan dirinya berada pada satu titik yang merasa tidak tahu lagi, apa artinya kehidupan karena dia sendiri sudah tidak menikmati kehidupan itu.Â
Hanya ada satu hal yang pasti bagi Puutaro, yaitu dia bekerja untuk hidup. Itu saja.
Namun sekarang dia sudah bisa melupakan segala derita dan gejolak batinnya, dan mulai bisa menikmati detik demi detik, menit demi menit yang dia lalui setiap hari.
Semua ini dimulai 6 bulan yang lalu, ketika matanya membaca iklan kecil di koran Mainichi edisi minggu, yang mencari seorang yang mau menjadi petugas kebersihan di tempatnya bekerja sekarang.
Pergolakan batin tentang kehidupan yang saat itu harus dijalaninya, membuat dia terus memikirkan iklan itu pada hari Senin keesokan harinya. Kemudian hari berikutnya, dan berikutnya lagi, dan seterusnya sampai akhirnya waktu terus berjalan hingga hari Minggu berikutnya datang kembali.
Masalah kerja apa dan gaji, bukanlah yang menjadi pemikiran Puutaro. Lagipula, di doubutsuen ada banyak hewan, dan dia suka dengan hewan, atau berada diantaranya. Itu karena dia menggemari pelajaran Biologi sewaktu masih SMA dulu. Walaupun, nilai ujian Matematika dan Fisikanya selalu menempati urutan pertama dikelas, bahkan disekolah, jauh diatas nilai ujian pelajaran Biologi yang bisa diperolehnya.
Pikiran tentang hal itu juga membuatnya tidak bisa konsentrasi sewaktu dia bekerja, yaitu menulis spesifikasi sambil mengecek program yang sudah ditulis oleh rekanan outsourcing-nya.
Puutaro memang bekerja sebagai system engineer, dimana pekerjaan utamanya saat itu adalah membuat sistem komunikasi digital yang akan dipakai pada salah satu perusahaan kereta api yang beroperasi di Tokyo.
Pekerjaan yang erat hubungannya dengan teknologi mutakhir, mungkin membuat jiwanya seperti tereksploitasi, dan selalu merasa seakan emosinya selalu dimanipulasi oleh kemajuan teknologi itu sendiri, seperti yang ditulis oleh Zbigniew Brzezinski dalam buku "Between Two Ages".
Pekerjaannya memang monoton, namun membutuhkan konsentrasi tinggi, karena dia harus mengatur jadwal pertemuan rutin dengan klien untuk memaparkan kemajuan pekerjaannya. Kalau tidak ada kemajuan yang bisa dia laporkan di depan klien, tentunya rentetan pertanyaan "kenapa" yang tidak akan berakhir, akan di"tembak"kan oleh klien yang pastinya membuat Puutaro tambah lelah.
Selain itu, dia juga harus mengatur pekerjaan orang-orang dari perusahaan outsourcing, baik untuk urusan peranti keras maupun lunaknya. Terutama untuk uruan peranti lunak, Puutaro harus benar-benar cermat memeriksa hasilnya karena pembuatan program (atau coding) di-outsource ke India.Â
Alasannya, walaupun biaya untuk coding lebih murah disana, dan karena itu banyak perusahaan Jepang yang meng-outsource urusan coding ke India saat ini, namun banyak juga "bug" dari hasil kerja para programmer India yang Puutaro lebih suka menyebutnya dengan "jigen-bakudan" *2).
Selain keinginan untuk membebaskan diri dari kehidupan yang terasa hampa dan monoton, hal yang menjadi alasan utama dirinya untuk berhenti bekerja dan kemudian pindah ke sini adalah kata-kata dari Yokoyama-san, enchou *3) dari Yoshinoyama Doubutsuen.Â
Dia menuliskan pada iklan di koran Mainichi, bahwa moto dari Yoshinoyama Doubutsuen adalah "shiawase daiichi", yang berarti tujuan Yokoyama-san mendirikan tempat itu adalah semata-mata untuk membuat orang yang datang kesana menjadi gembira dan bahagia, sehingga orang tersebut bisa melupakan segala beban hidupnya, walaupun sejenak saja.
Puutaro sedang membersihkan area Barat dekat pintu masuk, karena dua jam lagi yaitu jam 10:00, tempat ini akan dibuka.
"Ohayou Ryouta-san," sapa Puutaro kepada rekannya sesama petugas kebersihan.
"Oh, Puutaro, Ohayou. Selamat Pagi." sahut Ryouta.
"Setelah ini, tolong kamu bersihkan area di Timur ya. Nanti aku yang bersihkan area Utara dekat kolam."
"Baik, nanti saya kesana setelah selesai membereskan daerah sini," jawab  Puutaro.
Ryouta adalah senpai *4) Puutaro, yang sudah bekerja kurang lebih 2 tahun.
Walaupun usia mereka sama, namun seperti kebanyakan orang yang bekerja di Jepang, Puutaro selalu menggunakan kata-kata formal kepada Ryouta yang lebih dahulu menjadi karyawan.
Ryouta datang dari daerah Kyuushu, dan sepertinya dia memilih pekerjaan ini karena bercita-cita menjadi shiiku-in *5). Â Ryouta sekarang sedang mengumpulkan uang untuk biaya belajar di senmongakkou *6) yang mengajarkan siswanya untuk menjadi perawat binatang.
Ada 5 petugas kebersihan disini termasuk Puutaro, yaitu Ryouta, Yoshimoto, Sawatani dan terakhir Tanaka, orang yang paling senior karena sudah bekerja lebih dari 10 tahun. Tanaka saat ini sedang cuti untuk pulang ke daerah asalnya di Aomori.Â
Puutaro banyak mendapat bantuan dari Tanaka-san waktu baru menjadi pegawai kebersihan, bahkan sampai saat ini. Sedangkan dua orang lain, yaitu Yoshimoto dan Sawatani, agak irit bicara sehingga Puutaro jarang berkomunikasi dengan keduanya.
Shiiku-in jumlahnya agak banyak, yaitu 7 orang, yang masing-masing juga punya tugas untuk mengurusi hewan tertentu. Selain itu, ada beberapa orang lagi yang bertugas untuk memelihara tanaman, dengan pekerjaan misalnya menyirami dan menata tanaman, termasuk membuang tanaman yang mati dan menggantinya dengan yang baru.Â
Kemudian ada orang-orang yang tugasnya merawat fasilitas doubutsuen seperti lampu, bangku, petunjuk jalan, dan kamar kecil. Ada juga petugas informasi di beberapa titik dalam area doubutsuen. Tidak ketinggalan ada 3 petugas keamanan yang selalu berkeliling untuk memastikan bahwa doubutsuen aman.
//
Puutaro sedang duduk di bangku panjang yang terbuat dari kayu di area Timur, setelah dia selesai menyapu dan membereskan daun serta sampah yang terjatuh disana. Area Timur ini merupakang ujung dari doubutsuen yang bentuknya memanjang dari Barat ke Timur.
Terlihat ada beberapa pengunjung yang sudah masuk dan berkeliling area, karena jam sudah menunjukkan pukul 10 lebih 30 menit. Memang tidak banyak orang yang datang, karena hari ini bukan hari libur.Â
Puutaro duduk, dan seperti biasanya, dia mengamati satu per satu pengunjung yang datang. Hobi mengamati tingkah laku manusia ini mungkin akibat Puutaro senang membaca buku-buku tentang psikologi, diantaranya karangan Kawai Hayao maupun Kishida Shuu, sewaktu dia masih kuliah dulu. Dari hasil pengamatannya itu, dia mendapatkan banyak hal yang menarik.Â
Misalnya saja, pada hari libur, pengunjung yang datang kebanyakan adalah keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan anak. Mayoritas dari mereka adalah keluarga muda, dan anak mereka biasanya masih kecil dan belum berusia sekolah, walaupun ada juga yang sudah agak besar seukuran anak SD.
Lalu terkadang, datang rombongan anak yang sepertinya sedang karyawisata. Karena mereka terlihat tekun mendengarkan penjelasan dari shiiku-in yang turut menyertai mereka berkeliling, sambil menuliskan sesuatu di buku catatan yang mereka bawa. Dia juga bisa melihat ada anak yang tidak serius dan selalu menggoda temannya. Anak jahil memang selalu ada, pikir Puutaro. Rombongan anak-anak ini membuat suasana doubutsuen menjadi agak ramai.Â
Tapi ada juga hal yang unik dan membuat Puutaro agak penasaran, terutama pada hari kerja seperti saat ini. Dia pernah melihat pasangan yang kelihatannya masih canggung untuk bergandengan tangan. Mereka masih berpakaian seperti layaknya orang bekerja. Entah mungkin mereka pasangan yang sedang menjalin kasih secara diam-diam karena mereka tidak bisa melakukannya saat berada di kantor, atau?? Ah, Puutaro tidak mau berpikir lebih jauh tentang hal ini.
Yoshinoyama Doubutsuen tidak begitu besar jika dibandingkan dengan doubutsuen lain di Jepang. Luasnya sekitar 30 hektar dengan populasi sekitar 2500 hewan dari 130 jenis.
Namun, keistimewaan yang utama dari tempat ini adalah jumlah pohon sakura yang terdapat di dalamnya. Yoshinoyama sendiri merupakan sebuah gunung dan menjadi salah satu tempat yang terkenal akan sakuranya di Jepang. Terlebih, bunga sakura di Yoshinoyama mempunyai sejarah yang panjang bila dibandingkan dengan pohon sakura yang tumbuh di lokasi lain seantero Jepang.
Di dekat bangku dimana sekarang Puutaro duduk, terdapat satu pohon sakura yang paling besar disini. Bahkan orang-orang berkata bahwa pohon sakura ini tertua, dan merupakan asal muasal dari semua pohon sakura yang ada di Yoshinoyama.Â
Tinggi pohonnya sekitar 10 meter. Umurnya sudah ratusan tahun. Masyarakat yang tinggal di daerah ini juga berkata bahwa patung dewa yang sekarang ditaruh di sebuah kuil tidak jauh dari lokasi doubutsuen, dibuat dari kayu pohon sakura ini.
Memang pohon sakuranya tampak sedikit angker dengan batang pohon yang besar dan jumlah ranting yang banyak. Pohon sakura itu hanya berupa ranting dan tidak ada daun yang tumbuh karena sekarang masih bulan Maret. Sakura akan berbunga setelah melalui musim gugur dan musim dingin yang panjang, kemudian daun akan tumbuh setelah bunganya semua rontok.
Sekitar 100 meter dari pohon sakura ini, terdapat kandang Singa yang dihuni sekitar 5 ekor Singa. Hal yang istimewa dari kumpulan Singa itu, yaitu ada satu Singa tua, dimana menurut Nagano-san, shiiku-in yang merawat Singa, maupun menurut info yang Puutaro dengar dari rekan-rekannya sesama pegawai kebersihan, mengatakan Singa tua itu tidak pernah mengaum.
Singa itu sekarang diperkirakan berumur 15 tahun, yang menjadikannya tertua diantara Singa yang ada di sana. Menurut kabar yang dia dengar juga, 5 tahun yang lalu Singa itu menjadi penghuni disini. Singa tua itu hibah dari doubutsuen tertua di Jepang yaitu Ueno Doubutsuen.
Awal mulanya memang  ada 4 Singa betina dan 1 Singa jantan di kandang itu. Namun, Singa jantannya mati 5 tahun yang lalu, dan Singa jantan tua dari Ueno itu merupakan penggantinya.
Bukan hanya shiiku-in saja, melainkan pengunjung pun belum pernah mendengar Singa tua itu mengaum. Bahkan, pegawai kebersihan termasuk Puutaro yang tinggal di asrama dengan lokasi dekat pintu masuk doubutsuen di sebelah Barat, maupun Tanaka-san yang sudah lama bekerja disini pun, mengatakan bahwa mereka juga tidak pernah mendengar auman Singa itu baik siang maupun malam hari.
Ketika Puutaro masih di Tokyo, dia pernah mengunjungi doubutsuen di Yokohama, dan mendengar auman Singa disana. Menurut buku yang dia baca, Singa mengaum untuk sekadar berkomunikasi dengan kawanan Singa lain, maupun terkadang untuk menunjukkan bahwa dia adalah yang terkuat di komunitas Singa dimana dia berada, maupun untuk menunjukkan dia yang terkuat kepada komunitas Singa yang lain.
Dia juga tidak tahu alasan kenapa Singa itu dihibahkan dari Ueno ke sini. Yang Puutaro tahu, walaupun Singa itu sudah tergolong tua, namun Singa itu masih terlihat perkasa dan gerakannya juga masih lincah.
//
Puutaro sedang melihat acara televisi favoritnya bernama shouten yang disiarkan hari Minggu sore, di ruangan bersama asrama yang menjadi tempat tinggal pegawai kebersihan. Hari ini dia sibuk sekali karena jumlah pengunjung memang membeludak di hari libur.
Lima orang pegawai kebersihan tinggal di asrama di dalam area doubutsuen, karena mereka harus bekerja sebelum pengunjung datang, serta setelah doubutsuen tutup di sore hari. Lokasi kebun binatang yang jauh dari stasiun membuat Yokoyama-san membangun asrama itu, agar para petugas bisa melakukan tugasnya dengan baik.
"Puutaro, kelihatannya kau suka sekali acara ini ya," kata Ryouta, yang datang sambil membawa dua bir kaleng Asahi, lalu duduk bersama Puutaro.
"Kau mau minum?"katanya seraya menyerahkan satu kaleng ke Puutaro.
"Arigatou Ryouta-san," Puutaro mengucapkan terimakasih.
"Kau tidak lihat Yoshimoto-san dan Sawatani-san?" tanya Ryouta.
Bagi Ryouta, Yoshimoto dan Sawatani memang lebih senior dibandingkan dengan dia. Sehingga Ryouta memanggil dengan sebutan "san" dan selalu memakai bahasa formal jika berbicara dengan  mereka.
"Mungkin mereka di kamar, karena saya tidak melihatnya sejak tiba di asrama," jawab Puutaro.
"Naruhodo *7). Mungkin mereka sudah tidur ya," kata Ryouta sambil membuka bir kaleng, dan menenggak sedikit isinya.
"Bagaimana Puutaro, sudah betah kerja disini," sambungnya lagi, merubah topik pembicaraan.
"Saya menikmatinya sampai saat ini. Walaupun saya masih banyak belajar. Tapi yang pasti, pikiran saya sekarang tenang, tidak dikejar oleh jadwal yang padat dan saya bisa lebih santai melakukan pekerjaan," jawab Puutaro, sambil membuka bir kaleng dan menenggak isinya.
"Baguslah. Kalau kau sudah bisa menikmatinya, berarti kau juga sudah terbiasa dengan pekerjaanmu," ujar Ryouta.
"Kau tau, menarik juga jika kau mengamati tingkah hewan disini." Ryota mengatakan ini karena dia suka hewan. Terlebih dia bercita-cita menjadi shiiku-in.
"Apalagi, jika kau amati juga pengunjung yang datang kesini," tambah Ryota.
"Benar sekali Ryouta-san. Saya memang suka mengamati pengunjung yang datang. Terkadang ada beberapa orang yang memang unik dan menarik untuk diamati," sahut Puutaro.
"Oh, bagus kalau kau memang sudah mulai memperhatikan mereka."
"Kau tahu, ada orang yang datang sendiri lalu terkadang lama memandangi ular kobra sambil berkomat-kamit di area ular itu kan? Orangnya kurus dengan rambut yang acak-acakan. Dia selalu datang hari Jum'at."
"Lalu ada juga seorang ibu yang selalu membagikan roti kepada burung di area kandang burung. Juga seorang anak muda yang selalu tersenyum sendiri sambil memandangi kera babon."
" Ya, ya. Aku tahu orang-orang itu. Soalnya Tanaka-san juga pernah bercerita seperti itu pada saya," sahut Puutaro lagi.
"Tapi," kata Ryouta sambil mendeham sedikit untuk melancarkan tenggorokan sebelum dia mengucap kalimat berikutnya.
"Ada satu pengunjung yang paling unik dari semua itu. Ada seorang kakek, yang selalu datang kesini tanggal satu setiap bulannya. Dia selalu menggandeng seorang anak kecil. Mereka tidak datang untuk melihat hewan yang ada disini."
"Mereka langsung menuju pohon sakura tua yang ada di Timur, dekat kandang Singa itu, dan berdiri didepannya tanpa berkata satu patah katapun sekitar lima menit, lalu mereka meninggalkan tempat itu dan langsung keluar." lanjut Ryouta.
"Ya, saya juga sudah mendengarnya dari Sawatani-san. Kebetulan saya pernah melihatnya juga. Walaupun, seingat saya hanya dua atau tiga kali saja."Â
"Apakah ada yang tahu dimana mereka tinggal dan kira-kira apa dan siapa si kakek tua itu," Puutaro mengungkapkan rasa keingintahuannya.
"Tidak ada seorang pun disini yang tahu tentang apa dan siapa si kakek itu. Termasuk pegawai senior seperti Tanaka-san. Dia juga tidak ingat sejak kapan kakek itu berkunjung ke sini," jawab Ryouta dengan muka serius.
"Sepertinya kakek itu orang terpandang, dilihat dari cara berpakaiannya. Dia selalu memakai jas hitam yang bersetrika rapi dan sepatu yang disemir licin, dengan rambut yang juga selalu disisir rapi. Walaupun saya tidak pernah bisa melihat apakah dia memakai perhiasan atau jam tangan, namun di dada kirinya tersemat pin seperti medali kecil berbentuk bintang." Puutaro memaparkan hasil pengamatannya terhadap kakek itu.
"Tapi saya tidak tahu medali apa itu karena hanya melihatnya dari jauh. Pin itu terkadang seperti bersinar karena memantulkan cahaya matahari." lanjut Puutaro
"Apakah ada yang pernah berbicara padanya, Ryouta-san?" Puutaro mengungkapkan rasa keingintahuannya lagi.
"Setahuku tidak pernah ada orang yang berbicara, maupun mencoba berbicara dengannya. Walaupun, dari raut wajahnya tidak ada kesan bahwa dia itu orang yang tidak bersahabat. Mungkin karena dia datang hanya untuk berdiri di depan pohon sakura, dan setelah itu bergegas pergi meninggalkan doubutsuen." jawab Ryouta.
//
Hari ini Kamis, tanggal 31 Maret 2005.
Tidak banyak pengunjung yang datang ke Yoshinoyama Doubutsuen karena memang bukan hari libur. Puutaro bergegas membenahi alat-alat yang digunakan untuk membersihkan jalan, lalu menyimpannya di lantai 1 asrama tempat tinggalnya, yang berfungsi juga sebagai gudang.
Setelah itu, dia segera naik ke kamarnya di lantai 3, dimana terdapat juga kamar 4 orang anggota kebersihan yang lain. Kamar yang ditempatinya tidak begitu besar. Hanya ada satu tempat tidur dan meja kecil, serta satu rak yang penuh berisi buku. Ada CD radio juga disitu, karena Puutaro gemar mendengarkan musik. Tidak ada televisi disana karena sudah disediakan oleh enchou di ruang bersama asrama di lantai 2.
Setelah mandi dan mengganti baju, Puutaro langsung masuk ke tempat tidur dan mencoba memejamkan mata, karena seminggu ini dia agak masuk angin, ditambah badannya terasa pegal.
Lewat tengah malam, Puutaro terbangun dari tidurnya.
"Rasanya aku mendengar auman. Ya, rasanya aku mendengar auman Singa," kata Puutaro dalam hati.
Dia mengucek-ngucek mata, mengambil jam meja, lalu menyalakan lampu kamar. Jam digital menunjukkan angka 00:10.Â
"Ah, hari sudah berganti menjadi  Jum'at, tanggal 1 April rupanya," gumam Puutaro.
Dia meraih surippa *8), memakainya, kemudian beranjak dari tempat tidurnya.
Puutaro membuka pintu kamar, menjulurkan kepalanya, menengok kekanan dan kekiri sebentar untuk melihat situasi, lalu berjalan ke luar sambil berhati-hati mengatur langkah kaki, karena agak sempoyongan sebab dia belum sepenuhnya bangun dan masih terasa mengantuk.
Kamarnya memang terletak paling pinggir, dan di lorong sebelah luar kamarnya ada banyak jendela yang menghadap ke sisi Timur dari doubutsuen.Â
Karena kamarnya berada di lantai 3, maka dia bisa melihat area kebun binatang dengan baik dari sini. Dia mendekatkan wajahnya ke arah kaca jendela, menaruh tangan kanannya yang terkatup di kening untuk melihat suasana luar lebih jelas. Tidak ada yang aneh dan dia tidak melihat ada makhluk atau apapun dalam keremangan lampu di area doubutsuen yang sengaja tidak dimatikan di beberapa tempat.
Dia pun mencoba berjalan berkeliling di lantai 3, berharap Ryouta-san atau Yoshimoto-san atau rekan lainnya, ada yang terbangun karena mendengar auman dan keluar dari kamar. Tapi nampaknya, hanya Puutaro saja yang mendengar suara auman itu, karena pintu kamar rekan-rekannya tertutup rapat. Dia juga tidak menemui satu orang pun di ruangan bersama yang terletak di tengah lantai 2 asrama.
//
Puutaro bangun pagi seperti biasa dan langsung membereskan area dekat pintu masuk.
"Ohayou Puutaro," sapa Ryouta yang datang mendekatinya.
"Selamat Pagi, Ryouta-san" balas Puutaro.
"Kau tampak pucat. Apakah kau baik-baik saja?"Â
"Matamu merah, apakah kau bergadang semalam?" tanya Ryouta.
"Tidak, saya tidak bergadang, tapi saya tidak bisa memejamkan mata walaupun saya sudah merebahkan diri di tempat tidur semalam."
"Saya mendengar Singa mengaum tengah malam tadi. Apakah Ryouta-san mendengarnya juga?" tanya Puutaro.
"Ah, ada-ada saja kau ini."
"Kau kan tahu, Singa itu tidak bisa mengaum sejak dihibahkan dari Ueno 5 tahun lalu."
"Tidak pernah ada orang yang mendengarnya mengaum selama Singa itu disini," ujar Ryouta sambil tertawa dan berlalu meninggalkan Puutaro.
Bulu kuduk Puutaro pun berdiri. Dia tiba-tiba menjadi takut dan gelisah. Dia sempat berpikir, mungkin yang didengarnya semalam bukan auman dari Singa tua yang datang kesini 5 tahun lalu. Entah mungkin Singa jadi-jadian yang tiba-tiba muncul, atau mungkin bukan Singa tapi suaranya mirip auman Singa.
Tapi, dia tidak mau memikirkannya lebih jauh lagi. Walaupun dia punya keyakinan yang kuat, bahwa yang dia dengar semalam adalah suara auman Singa sungguhan.
Seperti biasa setelah membereskan area di pintu masuk, Puutaro pergi ke area Timur doubutsuen. Dia biasanya tidak begitu sibuk saat doubutsuen belum buka. Karena, dia sudah membersihkan area yang menjadi bagian tugasnya, setelah tempat ini tutup di sore hari sebelumnya.
Apalagi sekarang sudah masuk awal musim semi, dimana tidak banyak daun yang rontok di malam hari seperti ketika musim gugur.
Ketika Puutaro berjalan ke arah pohon sakura besar dekat tempat duduk dimana Puutaro biasa beristirahat, dia melihat kilatan sinar matahari yang memantul pada suatu benda yang tertancap di atas pohon. Setelah Puutaro mendekat ke pohon sakura itu, terlihat benda seperti pin tertancap sekitar 3 meter dari tempat dia sekarang berdiri.
Setelah mengamatinya sejenak, Puutaro sepertinya tahu benda itu karena dia pernah melihatnya. Dia berpikir keras untuk mengingat kembali dimana dia pernah melihat benda itu sebelumnya.
"Ah, itu kan pin yang tersemat di baju kakek yang selalu datang tiap tanggal 1 dengan menggandeng anak kecil."
"Kenapa benda itu tertancap disini," kata Puutaro dalam hati.
Kemudian dia mengalihkan pandangan ke satu ranting pohon sakura. Ternyata ada segerombol sakura telah mekar disana.
Dia lalu berjalan ke kandang tempat Singa itu berada, untuk melihat keadaan setelah dia merasa mendengar auman Singa itu dini hari tadi. Dia tidak melihat adanya perubahan pada Singa tua itu. Hewan itu berperilaku seperti biasanya, terkadang berjalan berputar di kandang, sesekali juga merebahkan diri di dekat kubangan air yang ada disana.
//
Puutaro merebahkan diri ke sofa di ruangan bersama di tengah-tengah lantai 2 asrama. Dia meraih koran sore Nara Shinbun edisi hari ini yang ditaruh dibawah meja, koran lokal yang bertanggal 1 April 2005, hari Jum'at.
Dia membuka halaman demi halaman, mulai dari berita utama dihalaman satu, kolom ekonomi dihalaman dua, lalu kolom budaya. Matanya terhenti pada berita dengan judul sakurazensen *9) yang tertulis dihalaman empat. Melalui berita itu dia tahu bahwa bunga sakura telah mekar dari selatan di pulau Kyushuu dan batasnya telah sampai daerah Nara saat ini.
"Rupanya karena memang sakurazensen sudah sampai disini, maka sakura sudah mulai mekar tadi," gumam Puutaro.
Lalu dia terus membuka lembaran koran, melewati halaman berita olahraga, dan berita acara televisi. Di halaman paling belakang, dimana biasanya ada kolom pembaca dan juga reklame, dia menemukan berita kecil, bahwa seorang kakek dikabarkan telah hilang dari rumahnya sejak satu bulan yang lalu. Anehnya, di rumahnya tidak ada barang yang hilang, walaupun rumah ditinggalkan dengan tidak terkunci.Â
Semua barang tertata rapi, kecuali satu setel pakaian jas hitam yang hilang dan tidak bisa diketemukan, menurut cucu sang kakek yang datang ke rumahnya, seperti ditulis di berita itu.Â
Puutaro mengamati juga foto yang tertera disana.
Dia kaget karena ternyata itu adalah foto kakek yang selalu datang setiap tanggal 1 dengan menggandeng anak kecil. Kakek yang hanya datang ke doubutsuen untuk berdiri tegak di depan pohon sakura tua, dan kemudian pulang.
Puutaro juga akhirnya tahu dari berita kecil di koran yang sedang dibacanya, bahwa kakek itu bernama Ouzo Kiyokare, dan dia merupakan pemenang kontes wazuma *10) yang pertama, yang diselenggarakan pada tanggal 1 April 1977. Dia menerima medali atas prestasinya, dan Puutaro akhirnya tahu bahwa pin yang tersemat di baju kakek yang dia lihat, merupakan pin yang sama yang diterima kakek itu sebagai pemenang kontes pada tahun 1977 tersebut.
Pikirannya kemudian melayang ke peristiwa yang dialaminya dini hari tadi.
Walaupun rekan-rekannya tidak mendengar auman, namun setidaknya dia sendiri mendengar Singa itu mengaum, tepat jam 00:10 dini hari tadi.
Lalu dia berpikir, kenapa pin yang biasanya tersemat di baju kakek itu, tertancap di pohon sakura tua yang terletak tidak jauh dari kandang Singa? Apalagi hari ini adalah tanggal 1 April, hari dimana biasanya kakek itu datang kesini dan berdiri di depan pohon sakura itu. Padahal, kakek itu saat ini hilang dan tidak diketahui keberadaannya.
Sebagai orang Jepang, Puutaro memahami bahwa bunga sakura, bagi masyarakat Jepang adalah kehidupan itu sendiri. Filosofinya, mekarnya bunga sakura melambangkan pertemuan atau kelahiran, dan gugurnya bunga sakura melambangkan perpisahan atau kematian. Di dalam kehidupan, di mana ada pertemuan di situ selalu akan ada perpisahan dan akan berulang demikian terus menerus. Siklus mekar dan gugurnya bunga sakura itu bisa dianalogikan dengan reinkarnasi.
Bunga sakura juga menjadi perlambang sesuatu yang mistis dan sakral. Orang Jepang beranggapan bahwa di mana ada bunga sakura yang bermekaran, maka disitu akan hadir ruang sakral di dunia kita yang fana ini.
Mengapa Singa itu mengaum di saat yang sama bunga sakura itu mekar? Lalu, mengapa pin kakek itu tertancap di pohon sakura?
Pertanyaan demi pertanyaan menghujani pikiran Puutaro. Di saat yang sama, beberapa serangga masuk ke ruang tengah itu karena Puutaro tidak menutup rapat jendela yang ada disana.Â
Puutaro menaruh koran di meja dan memejamkan matanya. Dia tidak mau memikirkan lebih jauh lagi tentang auman Singa yang didengarnya, tentang pin sang kakek yang tertancap di pohon sakura, tentang sakura yang mekar hari ini, maupun tentang hubungan diantaranya.
Dia juga membiarkan dirinya dikerubungi oleh serangga itu.Â
Rasa malas menghantuinya, atau lebih tepatnya, rasa takut untuk masuk ke kamarnya yang menghadap Timur. Kearah dimana pohon sakura tua dan Singa tua itu berada, dan tidur sendirian disana, malam ini.
Sejenak kemudian, suara dengkuran Puutaro terdengar. Entah dia sedang larut dalam tidurnya yang nyenyak, atau dia larut dalam mimpinya yang lain lagi.
Catatan:
1) Doubutsuen : Kebun Binatang. Yoshinoyama : Gunung Yoshino
2) Istilah (guyonan) yang biasa dipakai para engineer. Artinya "bom waktu" pada program , yaitu bug yang bisa muncul sekonyong-konyong dan membuat program macet/berhenti.
3) Kepala Kebun Binatang
4) Senior
5) Petugas perawat dan pelatih hewan
6) Sekolah kejuruan
7) Oh, begitu ya
8) Sandal yang dipakai di dalam (kamar)
9) Ramalan mekarnya Sakura, dimulai dari Selatan Jepang dan berakhir di Utara.
10) Semacam sulap yang sudah dikenal lama di Jepang, dan catatan tertua tentang wazuma sudah ada di tahun 1715
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H