Setiap orang mungkin punya persepsi yang berbeda tentang jangka waktu 10 tahun.
Bagi manusia, umur 10 tahun mungkin masih SD kelas 5. Umur segini, boro-boro dewasa, bahkan makan pun masih ada yang disuapi.
Bagi binatang misalnya Macan, usia 10 tahun adalah usia matang, karena umumnya mereka "cuma" berusia sampai 20 tahun. Namun bagi binatang lain seperti Kura-kura, usia 10 tahun mungkin masih belum apa-apa, masih "bau kencur" (walaupun Kura-kura sepertinya nggak doyan kencur). Karena ada beberapa jenis Kura-kura yang bisa hidup sampai usia 100 tahun.
Lain dengan binatang/makhluk hidup, lain lagi dengan teknologi. Dalam jangka "hanya" 10 tahun, sudah banyak kemajuan yang bisa dicapai dengan teknologi.
Teknologi Web yang juga menjadi dasar teknologi Blog Kompasiana ini, desainnya dibuat oleh "Bapak WWW (World Wide Web)" Sir Tim Berners-Lee pada tahun 1990. Dialah yang merancang Hypertext, sekaligus protokolnya yaitu HTTP, dan tak ketinggalan browser web.
Dalam kurun waktu 10 tahun setelahnya, teknologi penunjang web yang muncul amat banyak. Untuk menyebutkan beberapa diantaranya adalah, munculnya XHTML, Action Script, RSS, SSL, PHP, Java, Java Script,CSS, SOAP, dan sebagainya yang pembaca bisa menambahkan sendiri daftarnya.
Dalam jangka waktu 10 tahun, menurut tulisan COO Kompasiana, sampai September lalu sudah ada 381 ribu anggota, dengan total konten yang tayang sekitar 1.6 juta di Kompasiana. Ini bukan jumlah yang sedikit.
Mungkin kita semua sebagai pembaca Kompasiana beruntung karena di tengah "banjir bandang" informasi saat ini, tim Kompasiana "rela" menyortir tulisan yang layak dan menayangkannya disini.
Tim Kompasianalah yang "mengunyah"kan informasi itu agar kita sebagai pembaca tinggal "menelannya" saja. Walaupun tidak bisa dipungkiri, terkadang hasil "kunyahan" masih belum sempurna, sehingga kita perlu "minum air" sebagai pembantu agar kita bisa "menelan" dan menggelontor informasi yang disajikan dengan baik.
Bagi saya, menulis diplatform "keroyokan" seperti Kompasiana ini memang memiliki keasyikan tersendiri. Karena, saya tahu pembaca Kompasiana mempunyai berbagai macam latar belakang yang berbeda antara satu dan lainnya. Sehingga, misalnya kalau saya mau menulis tentang topik yang berhubungan dengan teknologi, maka saya (dengan tidak) "terpaksa" harus memilih diksi dan merancang alur tulisan sedemikian rupa agar isinya mudah difahami oleh semua orang.
Menulis dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, merupakan tantangan lain yang "dengan gembira" saya jalani, karena kalau bukan kita yang memakainya dengan baik dan benar, lalu siapa lagi?