Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Napak Tilas Basho ke Matsushima, Mengarungi Sekat Ruang Waktu dan Sejarah

14 Juli 2018   07:37 Diperbarui: 15 Juli 2018   03:09 2194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan Matsushima (Dokumentasi Pribadi)

Setelah perjalanan napak tilas Basho ke Yamadera (Akita Prefecture), saya mengunjungi Matsushima yang berlokasi di Miyagi Prefecture.

Daerah Matsushima merupakan teluk dengan pantai yang berpola Rias Coastal dimana ada sekitar 260 pulau dengan berbagai ukuran yang bertebaran disekitarnya. Uniknya, semua pulau ini masing-masing mempunyai nama. Matsushima juga termasuk sebagai salah satu dari Nihon Sankei (Three views of Japan).

Nama Matsushima sendiri sudah terkenal sejak era Heian (794-1185 AD) karena sering dipakai sebagai utamakura, yaitu sebagai obyek yang dipilih banyak orang ketika menulis Waka (Puisi Jepang). Matsushima juga tidak bisa lepas dari nama besar Date Masamune, seorang Daimyou yang mengepalai daerah Sendai (Sendai-han). Ada beberapa bangunan (kuil) yang berhubungan dengan Date Masamune di sekitar Matsushima.

Diorama di Musemu yang menggambarkan Date Masamune sedang memimpin rapat (Dokumentasi Pribadi)
Diorama di Musemu yang menggambarkan Date Masamune sedang memimpin rapat (Dokumentasi Pribadi)
Sebenarnya perjalanan Basho ke Matsushima menggunakan perahu, setelah singgah terlebih dahulu di Shiogama Jinja (Shiogama Shrine) yang terletak di selatan Matsushima. Saat ini masih ada jalur perahu pariwisata dari Shiogama ke Matsushima, dan banyak juga peminatnya. Namun dari segi kepraktisannya dan terlebih untuk menghemat waktu, maka saya menggunakan transportasi kereta api untuk mengunjungi Matsushima.

Jika ingin mengunjungi Matsushima menggunakan kereta api, Matsushima Kaigan adalah stasiun terdekatnya. Dan ketika kita keluar dari stasiun, maka didepan mata sudah terbentang lautan biru luas. Bau air laut bahkan sudah bisa kita cium waktu kita masih dalam perjalanan dengan kereta api. Memang jalur kereta api Senseki Line--yang membawa saya dari stasiun Sendai di pusat kota Miyagi sampai ke Matsushima--akan melalui jalur pantai, beberapa kilometer setelah keluar dari pusat kota.

Setelah keluar dari stasiun dan berjalan lurus mendekati pantai, maka ada dua pilihan jalan yaitu ke kanan atau ke kiri. Saya memilih belok ke kanan dahulu, karena dengan begitu saya bisa menyusuri Matsushima dari arah Selatan, seperti juga halnya Basho sewaktu dia datang kesini, ratusan tahun yang lalu. Pantai di teluk Matsushima sangat tertata rapi, sehingga mudah dan nyaman untuk menyusurinya dengan berjalan kaki.

Jalur Orang dan Kendaraan tertata rapi (Dokumentasi Pribadi)
Jalur Orang dan Kendaraan tertata rapi (Dokumentasi Pribadi)
Selain karena adanya jalur khusus bagi pejalan kaki, kenyamanan bisa didapat karena di beberapa bagian banyak pohon pinus (matsu)--seperti namanya Matsushima-- yang tumbuh di jalan sehingga sengatan matahari tidak terkena langsung ke kulit (badan). Teluk Matsushima memang tidak begitu banyak memiliki bagian pantai pasir, sehingga kita bisa menyusuri pantai melalui jalur khusus untuk pejalan kaki yang tertata dengan rapi di samping jalur jalan untuk kendaraan umum ini.

Setelah berjalan kira-kira 2 Km ke arah Selatan, kita bisa sampai ke dekat lokasi salah satu pulau yang bernama Pulau Oshima. Pulau Oshima ini katanya adalah asal muasal daerah sekitar ini dinamai Matsushima. Pulau ini dihubungkan dengan jembatan shunuri (warna merah) yang bernama Togetsukyou dari daratan. 

Kalau kita menyeberang melalui jembatan ini, maka di ujung sisi yang berlawanan kita langsung bisa melihat banyak gua kecil dan beberapa dengan patung di dalamnya. Dahulu, pulau ini banyak dikunjungi oleh biarawan Buddha karena pulau ini dipakai sebagai tempat untuk memperdalam pengetahuan agama maupun sebagai salah satu tempat ziarah. 

Di gua-gua kecil yang banyak kita lihat tadi setelah menyeberang jembatan dan di sekitar pulau, mereka biasa bersemadi, atau mereka menaruh patung dewa yang dipakai untuk berdoa oleh orang-orang yang berziarah. Dahulu ada sekitar seratusan gua di sini, namun sekarang jumlahnya berkurang drastis hingga hanya tersisa sekitar 50 saja.

Togetsukyou yang menghubungkan daratan dan Pulau Oshima (Dokumentasi Pribadi)
Togetsukyou yang menghubungkan daratan dan Pulau Oshima (Dokumentasi Pribadi)
Suasananya di Pulau Oshima sangat sepi dan hening. Sehingga mungkin ini juga menjadi alasan mengapa zaman dahulu tempat ini dipakai untuk bersemadi. Hanya sesekali suara angin sepoi-sepoi yang bertiup melewati daun matsu yang tumbuh di pulau (dan juga di sepanjang pantai maupun pulau lain) menimbulkan bunyi gesekan yang halus, sehingga nikmat untuk didengar.

Karena spot Matsushima yang saya ingin kunjungi di selatan hanya satu yaitu Pulau Oshima ini, maka setelah puas berkeliling saya kembali ke arah stasiun (utara) untuk melihat bagian yang lain di Teluk Matsushima. 

Dari stasiun bila kita belok arah ke kiri, ada kuil yang bernama Godaidou. Kuil Godaidou yang berdiri sekarang ini, dibangun oleh Date Masamune pada tahun 1604 dan merupakan salah satu dari kuil yang ditetapkan sebagai bangunan peninggalan kebudayaan (bersejarah) yang penting di Jepang (Juuyou-bunkazai). Bangunan Godaidou tergolong kecil, hanya berukuran sekitar 6x6 meter. 

Namun ukiran pada kayu tiang penyangga kuil, dan arsitektur dari bangunan kuil itu sendiri adalah yang tertua di daerah Tohoku, yang merupakan peninggalan dan bukti sejarah dari arsitektur era Momoyama.

Godaidou (Dokumentasi Pribadi)
Godaidou (Dokumentasi Pribadi)
Kuil ini dikenal dengan nama Godaidou (go merupakan Bahasa Jepang dari angka lima) karena En-Nin, yang juga merupakan Biksu yang membangun Yamadera, menempatkan lima patung Godai-Myouou (vidya-raja atau Wisdom King) dengan formasi satu di tengah dan empat di kelilingnya yang posisinya sama dengan 4 arah angin (Barat-Timur-Utara-Selatan). 

Tidak seperti patung di kebanyakan kuil yang bisa dilihat setiap saat, pintu dari kuil ini akan dibuka dan patung bisa dilihat oleh umum hanya satu kali dalam kurun waktu 33 tahun. Tahun 2039 nanti adalah tahun dimana masyarakat bisa menyaksikan Godai-Myouou.

Dari tempat ini kita juga bisa memandang pulau-pulau kecil yang berada di sekitarnya. Kita bisa melihat dengan jelas lapisan tanah dan bebatuan yang membentuk pulau berwarna putih kekuningan tergerus arus ombak laut. Ombak disekitar pulau memang tidak terlalu besar sewaktu saya berkunjung kesana. Namun karena laut yang dangkal (kedalamannya kurang lebih 2 meter), maka kalau ada ombak yang agak besar, kabarnya kita bisa melihat butiran pasir di dasar laut ikut terangkat ke permukaan.

Bebatuan pembentuk Pulau tergerus air dan angin dengan bergulirnya waktu (Dokumentasi Pribadi)
Bebatuan pembentuk Pulau tergerus air dan angin dengan bergulirnya waktu (Dokumentasi Pribadi)
Di samping lokasi Godaidou, ada jembatan Fukuura-bashi yang panjangnya sekitar 252 meter. Jembatan ini menghubungkan daratan dengan Pulau Fukuura-shima. Pulau ini berfungsi sebagai taman, dan kita bisa berkeliling di dalamnya. Sayangnya, saya tidak punya cukup waktu untuk berkeliling di dalam, sehingga saya hanya mencoba menyeberang jembatan lalu kembali lagi ke daratan.

Bagi anda yang punya waktu banyak, anda bisa juga mencoba naik perahu wisata untuk cruising ke beberapa pulau yang ada disana. Jalur untuk cruising (rutenya) pun bervariasi. Harga tiketnya juga bervariasi sesuai dengan rute atau jumlah pulau yang dilalui. Tiket untuk berkeliling bisa langsung dibeli di dekat lokasi bersendernya perahu wisata.

Fukuura-bashi yang menuju Fukuura-shima (Dokumentasi Pribadi)
Fukuura-bashi yang menuju Fukuura-shima (Dokumentasi Pribadi)
Setelah puas melihat pemandangan laut dan pulau, kemudian saya masuk lebih dalam ke daratan untuk mengunjungi kuil Zuiganji. Kuil ini merupakan salah satu dari National Treasure di Jepang. Kuil pertama kali dibangun pada tahun 828 oleh En-Nin, yang kemudian melalui beberapa pergolakan sejarah, kuil ini berpindah tangan ke beberapa penguasa di zamannya. Kemudian perombakan besar-besaran kuil dilakukan oleh Date Masamune, yang kemudian menyelesaikan pembangunan kembali kuil pada tahun 1609. Beberapa bagian yang asli dari kuil ini masih bisa kita saksikan sekarang, misalnya bangunan utama atau Hondou, Kuri atau dapur, maupun lorong di beberapa komplek bangunan kuil, ditambah beberapa gapura utama.

Pintu Masuk Utama Kuil Zuiganji (Dokumentasi Pribadi)
Pintu Masuk Utama Kuil Zuiganji (Dokumentasi Pribadi)
Di komplek kuil juga ada banyak gua yang dipakai untuk mengenang atau mendoakan arwah orang yang sudah meninggal. Jasad orangnya sendiri tidak ditaruh disana, namun hanya nama orangnya yang ditulis di sebilah kayu panjang yang disebut touba. Di beberapa gua ada juga ada pahatan berbentuk stupa dan patung dewa.

Komplek kuil Zuiganji memang luas, selain itu banyak pepohonan yang tumbuh baik di dalam maupun di sekitar lingkungan kuil, yang membuat suasana menjadi teduh dan asri. . Banyaknya pohon bukan hanya disekitar sini saja, namun di sebagian besar daerah Matsushima. Bahkan Sendai, sebagai ibukota dari Miyagi memiliki julukan Mori-no-Miyako, kota dengan banyak pepohonan.

Bangunan utama Hondou di komplek kuil Zuiganji mempunyai tipe arsitektur irimoya-dzukuri, yaitu atap seperti tangan mengatup, yang kita juga bisa lihat di banyak rumah di Indonesia. Di dalamnya kita bisa melihat 10 ruangan, dimana dinding maupun sekat ruangan diberi lukisan yang berlatar keemasan dengan motif lukisan bervariasi. Kita bisa melihat motif untuk lukisan pada dinding, mulai dari berbagai macam pepohonan seperti Matsu dan Sakura, kemudian hewan seperti burung dan Sujaku (Merak) maupun bunga, seperti Tsubaki, Yuri, maupun Botan. 

Lukisan dinding di tiap ruangan mempunyai tema yang berbeda. Misalnya ada yang bertema tentang kelahiran dan perjalanan hidup Sang Buddha, ada juga tentang pemandangan di 4 musim. Ada juga lukisan yang mengisahkan keperkasaan Date Masamune yang digambarkan dengan Burung Elang. Yang pasti, di setiap ruangan itu  kita bisa menikmati karya para maestro seni, terutama seni lukis yang berbeda dan sekaligus populer di zamannya. 

Basho sendiri menuliskan dalam catatan kunjungannya kesini di buku Oku no hosomichi, bahwa gemerlap keemasan dari gambar-gambar di dinding bisa membawa kita seperti ke alam nirwana di dunia ini.

Bangunan utama Hondou di Kuil Zuiganji yang merupakan National Treasure (Dokumentasi Pribadi)
Bangunan utama Hondou di Kuil Zuiganji yang merupakan National Treasure (Dokumentasi Pribadi)
Kuil Zuiganji ini merupakan tempat saya terakhir berkeliling di Matsushima. Saya menghabiskan waktu sekitar 5 jam berkeliling Matsushima. Sebenarnya ada juga beberapa objek wisata lain seperti museum, maupun beberapa kuil lagi baik yang besar maupun kecil yang juga saya kunjungi. Mungkin saya bisa menuliskan itu semua dilain kesempatan. 

Bagi penggemar kuliner, terutama kuliner hasil laut, di Matsushima anda juga bisa menikmati kelezatan Udang Bakar, Kerang dan Kaki (Oyster). Bagi penggemar Oyster, nama Matsushima tentunya sudah tidak asing lagi, selain Oyster dari daerah Hiroshima. Dan anda bisa memakannya mentah atau setelah dibakar/dipanggang dengan shichirin (kompor arang portabel).

Kuri atau Dapur di Area Kuil Zuiganji yang juga merupakan National Treasure (Dokumentasi Pribadi)
Kuri atau Dapur di Area Kuil Zuiganji yang juga merupakan National Treasure (Dokumentasi Pribadi)

Saya merasakan perjalanan napak tilas kali ini ke Matsushima, agak lain dengan perjalanan yang saya tuliskan terlebih dahulu sewaktu mengunjungi Yamadera. Perjalanan ke Yamadera membawa saya ke alam transendental yang "vertikal". Di Matsushima, saya lebih merasakan perjalanan yang bersifat "horizontal", mengarungi sekat ruang waktu dan sejarah panjang Matsushima. 

Sejarah yang berkisah tentang bagaimana kuat dan tangguhnya Date Masamune dan pasukannya yang belum pernah kalah dalam puluhan peperangan, padahal salah satu dari matanya mempunyai pengelihatan yang tidak sempurna sehingga julukan Dokuganryuu disematkan padanya. Perjalanan "menyusuri" sejarah itu juga yang membawa saya melihat beberapa kuil yang dibangun oleh Date Masamune di Oushuu ( saat ini disebut sebagai Touhoku).

Berkat Date juga maka masyarakat, selain  bisa menyaksikan "keindahan" struktur bangunan yang dibangun pada saat itu, mereka juga bisa sedikit mengintip bagaimana pola pemikiran dan kehidupan masyarakat zaman dahulu. Termasuk juga menikmati keindahan pohon-pohon Pinus, bahkan pohon yang beberapa sudah berumur ratusan tahun. 

Pohon Onko yang kabarnya berumur lebih dari 700 tahun (Dokumentasi Pribadi)
Pohon Onko yang kabarnya berumur lebih dari 700 tahun (Dokumentasi Pribadi)

Memang tidak ada suara riuh rendah orang, bisingnya suara mesin maupun gemerlap bangunan dan kemewahan disini. Namun anda bisa menemukan banyak hal yang tidak bisa anda dapat di kota besar, seperti merasakan keheningan tersendiri dan keteduhan ketika berjalan diantara pohon pinus dan merasakan hembusan angin laut. Terlebih, kita bisa menikmati keindahan hamparan pulau-pulau yang berbeda bentuknya antara satu dan lainnya.

Keindahan alam di Matsushima memang tak terbantahkan, seperti yang dikatakan oleh Sora, murid Basho yang setia menemaninya dalam perjalanan.
"Matsushima ya, Tsuru ni mi wo kare, Hototogisu."
Dia mengatakan bahwa Burung Jenjang (Tsuru) lebih pantas untuk terbang diantara keindahan alam Matsushima dengan  pinus yang menjulang tinggi dan hamparan pulau-pulau disini. Dia bahkan menyuruh Burung Lesser Cuckoo (Hototogisu) untuk menjadi Burung Jenjang saja.

Matsushima letaknya memang jauh, sekitar 360 Km di utara Tokyo, dan jarak tempuh 2 setengah jam jika kita naik kereta cepat shinkansen. Namun kalau menimbangnya dengan pengalaman yang bisa didapat, sekaligus bisa menikmati keindahan alam dan sejarahnya, maka tidak berlebihan jika saya merekomendasikan tempat ini sebagai salah satu destinasi wisata kalau nanti anda ada kesempatan untuk main ke Jepang.

Salah satu sudut pemandangan Matsushima (Dokumentasi Pribadi)
Salah satu sudut pemandangan Matsushima (Dokumentasi Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun