Bangunan utama Hondou di komplek kuil Zuiganji mempunyai tipe arsitektur irimoya-dzukuri, yaitu atap seperti tangan mengatup, yang kita juga bisa lihat di banyak rumah di Indonesia. Di dalamnya kita bisa melihat 10 ruangan, dimana dinding maupun sekat ruangan diberi lukisan yang berlatar keemasan dengan motif lukisan bervariasi. Kita bisa melihat motif untuk lukisan pada dinding, mulai dari berbagai macam pepohonan seperti Matsu dan Sakura, kemudian hewan seperti burung dan Sujaku (Merak) maupun bunga, seperti Tsubaki, Yuri, maupun Botan.Â
Lukisan dinding di tiap ruangan mempunyai tema yang berbeda. Misalnya ada yang bertema tentang kelahiran dan perjalanan hidup Sang Buddha, ada juga tentang pemandangan di 4 musim. Ada juga lukisan yang mengisahkan keperkasaan Date Masamune yang digambarkan dengan Burung Elang. Yang pasti, di setiap ruangan itu  kita bisa menikmati karya para maestro seni, terutama seni lukis yang berbeda dan sekaligus populer di zamannya.Â
Basho sendiri menuliskan dalam catatan kunjungannya kesini di buku Oku no hosomichi, bahwa gemerlap keemasan dari gambar-gambar di dinding bisa membawa kita seperti ke alam nirwana di dunia ini.
Bagi penggemar kuliner, terutama kuliner hasil laut, di Matsushima anda juga bisa menikmati kelezatan Udang Bakar, Kerang dan Kaki (Oyster). Bagi penggemar Oyster, nama Matsushima tentunya sudah tidak asing lagi, selain Oyster dari daerah Hiroshima. Dan anda bisa memakannya mentah atau setelah dibakar/dipanggang dengan shichirin (kompor arang portabel).
Saya merasakan perjalanan napak tilas kali ini ke Matsushima, agak lain dengan perjalanan yang saya tuliskan terlebih dahulu sewaktu mengunjungi Yamadera. Perjalanan ke Yamadera membawa saya ke alam transendental yang "vertikal". Di Matsushima, saya lebih merasakan perjalanan yang bersifat "horizontal", mengarungi sekat ruang waktu dan sejarah panjang Matsushima.Â
Sejarah yang berkisah tentang bagaimana kuat dan tangguhnya Date Masamune dan pasukannya yang belum pernah kalah dalam puluhan peperangan, padahal salah satu dari matanya mempunyai pengelihatan yang tidak sempurna sehingga julukan Dokuganryuu disematkan padanya. Perjalanan "menyusuri" sejarah itu juga yang membawa saya melihat beberapa kuil yang dibangun oleh Date Masamune di Oushuu ( saat ini disebut sebagai Touhoku).
Berkat Date juga maka masyarakat, selain  bisa menyaksikan "keindahan" struktur bangunan yang dibangun pada saat itu, mereka juga bisa sedikit mengintip bagaimana pola pemikiran dan kehidupan masyarakat zaman dahulu. Termasuk juga menikmati keindahan pohon-pohon Pinus, bahkan pohon yang beberapa sudah berumur ratusan tahun.Â
Memang tidak ada suara riuh rendah orang, bisingnya suara mesin maupun gemerlap bangunan dan kemewahan disini. Namun anda bisa menemukan banyak hal yang tidak bisa anda dapat di kota besar, seperti merasakan keheningan tersendiri dan keteduhan ketika berjalan diantara pohon pinus dan merasakan hembusan angin laut. Terlebih, kita bisa menikmati keindahan hamparan pulau-pulau yang berbeda bentuknya antara satu dan lainnya.
Keindahan alam di Matsushima memang tak terbantahkan, seperti yang dikatakan oleh Sora, murid Basho yang setia menemaninya dalam perjalanan.
"Matsushima ya, Tsuru ni mi wo kare, Hototogisu."
Dia mengatakan bahwa Burung Jenjang (Tsuru) lebih pantas untuk terbang diantara keindahan alam Matsushima dengan  pinus yang menjulang tinggi dan hamparan pulau-pulau disini. Dia bahkan menyuruh Burung Lesser Cuckoo (Hototogisu) untuk menjadi Burung Jenjang saja.
Matsushima letaknya memang jauh, sekitar 360 Km di utara Tokyo, dan jarak tempuh 2 setengah jam jika kita naik kereta cepat shinkansen. Namun kalau menimbangnya dengan pengalaman yang bisa didapat, sekaligus bisa menikmati keindahan alam dan sejarahnya, maka tidak berlebihan jika saya merekomendasikan tempat ini sebagai salah satu destinasi wisata kalau nanti anda ada kesempatan untuk main ke Jepang.