Setelah perjalanan napak tilas Basho ke Yamadera (Akita Prefecture), saya mengunjungi Matsushima yang berlokasi di Miyagi Prefecture.
Daerah Matsushima merupakan teluk dengan pantai yang berpola Rias Coastal dimana ada sekitar 260 pulau dengan berbagai ukuran yang bertebaran disekitarnya. Uniknya, semua pulau ini masing-masing mempunyai nama. Matsushima juga termasuk sebagai salah satu dari Nihon Sankei (Three views of Japan).
Nama Matsushima sendiri sudah terkenal sejak era Heian (794-1185 AD) karena sering dipakai sebagai utamakura, yaitu sebagai obyek yang dipilih banyak orang ketika menulis Waka (Puisi Jepang). Matsushima juga tidak bisa lepas dari nama besar Date Masamune, seorang Daimyou yang mengepalai daerah Sendai (Sendai-han). Ada beberapa bangunan (kuil) yang berhubungan dengan Date Masamune di sekitar Matsushima.
Jika ingin mengunjungi Matsushima menggunakan kereta api, Matsushima Kaigan adalah stasiun terdekatnya. Dan ketika kita keluar dari stasiun, maka didepan mata sudah terbentang lautan biru luas. Bau air laut bahkan sudah bisa kita cium waktu kita masih dalam perjalanan dengan kereta api. Memang jalur kereta api Senseki Line--yang membawa saya dari stasiun Sendai di pusat kota Miyagi sampai ke Matsushima--akan melalui jalur pantai, beberapa kilometer setelah keluar dari pusat kota.
Setelah keluar dari stasiun dan berjalan lurus mendekati pantai, maka ada dua pilihan jalan yaitu ke kanan atau ke kiri. Saya memilih belok ke kanan dahulu, karena dengan begitu saya bisa menyusuri Matsushima dari arah Selatan, seperti juga halnya Basho sewaktu dia datang kesini, ratusan tahun yang lalu. Pantai di teluk Matsushima sangat tertata rapi, sehingga mudah dan nyaman untuk menyusurinya dengan berjalan kaki.
Setelah berjalan kira-kira 2 Km ke arah Selatan, kita bisa sampai ke dekat lokasi salah satu pulau yang bernama Pulau Oshima. Pulau Oshima ini katanya adalah asal muasal daerah sekitar ini dinamai Matsushima. Pulau ini dihubungkan dengan jembatan shunuri (warna merah) yang bernama Togetsukyou dari daratan.Â
Kalau kita menyeberang melalui jembatan ini, maka di ujung sisi yang berlawanan kita langsung bisa melihat banyak gua kecil dan beberapa dengan patung di dalamnya. Dahulu, pulau ini banyak dikunjungi oleh biarawan Buddha karena pulau ini dipakai sebagai tempat untuk memperdalam pengetahuan agama maupun sebagai salah satu tempat ziarah.Â
Di gua-gua kecil yang banyak kita lihat tadi setelah menyeberang jembatan dan di sekitar pulau, mereka biasa bersemadi, atau mereka menaruh patung dewa yang dipakai untuk berdoa oleh orang-orang yang berziarah. Dahulu ada sekitar seratusan gua di sini, namun sekarang jumlahnya berkurang drastis hingga hanya tersisa sekitar 50 saja.
Karena spot Matsushima yang saya ingin kunjungi di selatan hanya satu yaitu Pulau Oshima ini, maka setelah puas berkeliling saya kembali ke arah stasiun (utara) untuk melihat bagian yang lain di Teluk Matsushima.Â
Dari stasiun bila kita belok arah ke kiri, ada kuil yang bernama Godaidou. Kuil Godaidou yang berdiri sekarang ini, dibangun oleh Date Masamune pada tahun 1604 dan merupakan salah satu dari kuil yang ditetapkan sebagai bangunan peninggalan kebudayaan (bersejarah) yang penting di Jepang (Juuyou-bunkazai). Bangunan Godaidou tergolong kecil, hanya berukuran sekitar 6x6 meter.Â
Namun ukiran pada kayu tiang penyangga kuil, dan arsitektur dari bangunan kuil itu sendiri adalah yang tertua di daerah Tohoku, yang merupakan peninggalan dan bukti sejarah dari arsitektur era Momoyama.
Tidak seperti patung di kebanyakan kuil yang bisa dilihat setiap saat, pintu dari kuil ini akan dibuka dan patung bisa dilihat oleh umum hanya satu kali dalam kurun waktu 33 tahun. Tahun 2039 nanti adalah tahun dimana masyarakat bisa menyaksikan Godai-Myouou.
Dari tempat ini kita juga bisa memandang pulau-pulau kecil yang berada di sekitarnya. Kita bisa melihat dengan jelas lapisan tanah dan bebatuan yang membentuk pulau berwarna putih kekuningan tergerus arus ombak laut. Ombak disekitar pulau memang tidak terlalu besar sewaktu saya berkunjung kesana. Namun karena laut yang dangkal (kedalamannya kurang lebih 2 meter), maka kalau ada ombak yang agak besar, kabarnya kita bisa melihat butiran pasir di dasar laut ikut terangkat ke permukaan.
Bagi anda yang punya waktu banyak, anda bisa juga mencoba naik perahu wisata untuk cruising ke beberapa pulau yang ada disana. Jalur untuk cruising (rutenya) pun bervariasi. Harga tiketnya juga bervariasi sesuai dengan rute atau jumlah pulau yang dilalui. Tiket untuk berkeliling bisa langsung dibeli di dekat lokasi bersendernya perahu wisata.
Komplek kuil Zuiganji memang luas, selain itu banyak pepohonan yang tumbuh baik di dalam maupun di sekitar lingkungan kuil, yang membuat suasana menjadi teduh dan asri. . Banyaknya pohon bukan hanya disekitar sini saja, namun di sebagian besar daerah Matsushima. Bahkan Sendai, sebagai ibukota dari Miyagi memiliki julukan Mori-no-Miyako, kota dengan banyak pepohonan.
Bangunan utama Hondou di komplek kuil Zuiganji mempunyai tipe arsitektur irimoya-dzukuri, yaitu atap seperti tangan mengatup, yang kita juga bisa lihat di banyak rumah di Indonesia. Di dalamnya kita bisa melihat 10 ruangan, dimana dinding maupun sekat ruangan diberi lukisan yang berlatar keemasan dengan motif lukisan bervariasi. Kita bisa melihat motif untuk lukisan pada dinding, mulai dari berbagai macam pepohonan seperti Matsu dan Sakura, kemudian hewan seperti burung dan Sujaku (Merak) maupun bunga, seperti Tsubaki, Yuri, maupun Botan.Â
Lukisan dinding di tiap ruangan mempunyai tema yang berbeda. Misalnya ada yang bertema tentang kelahiran dan perjalanan hidup Sang Buddha, ada juga tentang pemandangan di 4 musim. Ada juga lukisan yang mengisahkan keperkasaan Date Masamune yang digambarkan dengan Burung Elang. Yang pasti, di setiap ruangan itu  kita bisa menikmati karya para maestro seni, terutama seni lukis yang berbeda dan sekaligus populer di zamannya.Â
Basho sendiri menuliskan dalam catatan kunjungannya kesini di buku Oku no hosomichi, bahwa gemerlap keemasan dari gambar-gambar di dinding bisa membawa kita seperti ke alam nirwana di dunia ini.
Bagi penggemar kuliner, terutama kuliner hasil laut, di Matsushima anda juga bisa menikmati kelezatan Udang Bakar, Kerang dan Kaki (Oyster). Bagi penggemar Oyster, nama Matsushima tentunya sudah tidak asing lagi, selain Oyster dari daerah Hiroshima. Dan anda bisa memakannya mentah atau setelah dibakar/dipanggang dengan shichirin (kompor arang portabel).
Saya merasakan perjalanan napak tilas kali ini ke Matsushima, agak lain dengan perjalanan yang saya tuliskan terlebih dahulu sewaktu mengunjungi Yamadera. Perjalanan ke Yamadera membawa saya ke alam transendental yang "vertikal". Di Matsushima, saya lebih merasakan perjalanan yang bersifat "horizontal", mengarungi sekat ruang waktu dan sejarah panjang Matsushima.Â
Sejarah yang berkisah tentang bagaimana kuat dan tangguhnya Date Masamune dan pasukannya yang belum pernah kalah dalam puluhan peperangan, padahal salah satu dari matanya mempunyai pengelihatan yang tidak sempurna sehingga julukan Dokuganryuu disematkan padanya. Perjalanan "menyusuri" sejarah itu juga yang membawa saya melihat beberapa kuil yang dibangun oleh Date Masamune di Oushuu ( saat ini disebut sebagai Touhoku).
Berkat Date juga maka masyarakat, selain  bisa menyaksikan "keindahan" struktur bangunan yang dibangun pada saat itu, mereka juga bisa sedikit mengintip bagaimana pola pemikiran dan kehidupan masyarakat zaman dahulu. Termasuk juga menikmati keindahan pohon-pohon Pinus, bahkan pohon yang beberapa sudah berumur ratusan tahun.Â
Memang tidak ada suara riuh rendah orang, bisingnya suara mesin maupun gemerlap bangunan dan kemewahan disini. Namun anda bisa menemukan banyak hal yang tidak bisa anda dapat di kota besar, seperti merasakan keheningan tersendiri dan keteduhan ketika berjalan diantara pohon pinus dan merasakan hembusan angin laut. Terlebih, kita bisa menikmati keindahan hamparan pulau-pulau yang berbeda bentuknya antara satu dan lainnya.
Keindahan alam di Matsushima memang tak terbantahkan, seperti yang dikatakan oleh Sora, murid Basho yang setia menemaninya dalam perjalanan.
"Matsushima ya, Tsuru ni mi wo kare, Hototogisu."
Dia mengatakan bahwa Burung Jenjang (Tsuru) lebih pantas untuk terbang diantara keindahan alam Matsushima dengan  pinus yang menjulang tinggi dan hamparan pulau-pulau disini. Dia bahkan menyuruh Burung Lesser Cuckoo (Hototogisu) untuk menjadi Burung Jenjang saja.
Matsushima letaknya memang jauh, sekitar 360 Km di utara Tokyo, dan jarak tempuh 2 setengah jam jika kita naik kereta cepat shinkansen. Namun kalau menimbangnya dengan pengalaman yang bisa didapat, sekaligus bisa menikmati keindahan alam dan sejarahnya, maka tidak berlebihan jika saya merekomendasikan tempat ini sebagai salah satu destinasi wisata kalau nanti anda ada kesempatan untuk main ke Jepang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H