Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mana yang Lebih Mungkin, Indonesia Bubar atau Jepang Tenggelam?

27 Maret 2018   21:18 Diperbarui: 28 Maret 2018   11:49 2469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita dalam novel NC berangkat dari kenyataan di atas, bahwa kepulauan Jepang berada dekat 4 lempeng dan kemudian ada salah satu lempeng yang bergerak masuk (bergeser) ke lempengan lain. Akibat pergeseran ini maka Kepulauan Jepang yang terletak diatasnya terkena imbas yang menyebabkan daratan kepulauan Jepang masuk ditelan lautan.

Akhir ceritanya memang happy ending, di mana aktivitas pergerakan lempengan bisa dihentikan dengan ledakan buatan besar yang menghentikan pergerakan lempeng sehingga Jepang terhindar bisa dari tenggelam. Walaupun dalam film, peledakan itu harus mengorbankan tokoh utama yang menaruh dan mengaktifkan bomnya (ceritanya sih mirip dengan Independence Day, hanya ini versi lautnya).

Novel NC adalah karya fiksi, namun uniknya dalam pembuatannya filmnya, beberapa ilmuwan ternama di bidang kelautan dan gempa bumi juga diikutsertakan sebagai konsultan. Tentunya pembuat film juga tidak mau gegabah bahwa memang tema utama filmnya adalah fiksi, namun uraian atau dialog di dalam film juga harus disesuaikan dengan fakta keilmuan, baik dari ilmu kelautan, ahli gunung berapi dan ahli ilmu bumi.

Sisi positif yang bisa diambil
Berdasarkan hal yang saya telah utarakan di atas, maka jelas bahwa kekuatan Tiongkok memang tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Inilah yang saya kira mau ditekankan oleh pembuat novel GF, khususnya bagi Amerika dan umumnya kepada masyarakat dunia. "Ancaman" Tiongkok dilukiskan dengan kemampuannya membuat berbagai senjata canggih dan aplikasi iptek dalam bidang pertahanan. Di dalam novel tersebut, banyak disajikan detail tentang senjata baru yang mutakhir. Hal ini tidak mengherankan karena salah satu pengarangnya, yaitu P.W. Singer, memang ahli dalam hal strategi dan persenjataan militer.

Tentang deskripsi "Indonesia Bubar" di dalam novel itu saya kira hanya taktik pengarang saja supaya fokus utama (tentang ancaman kekuatan Tiongkok) tidak menjadi kabur. Tentunya sebagai pengarang, dia pasti akan mengeleminasi hal-hal yang bukan jadi pokok bahasan masalah. 

Seperti saya juga kalau menulis, hal-hal yang saya pikir tidak penting akan saya tinggalkan atau ruang deskripsinya saya batasi. Saya pikir bubarnya Indonesia dengan asumsi revolusi Timor kedua juga sah-sah saja. Itu kan hak dia sebagai pengarang untuk berasumsi. Yang pasti sih, dengan mengatakan "Indonesia Bubar" di novelnya, maka pengarang tidak perlu bertele-tele lagi untuk menjelaskan tentang Indonesia, yang memang bukan pokok bahasan yang mau dia paparkan di situ.

Bagaimana tentang Jepang tenggelam? Kalau ada prediksi peristiwa gempa tektonik dahsyat yang bisa menyebabkan salah satu lempengan bumi termakan oleh lempengan lainnya, tentunya akibatnya bukan hanya Jepang yang merasakan. Lagipula, kalau hal itu akan terjadi, tentunya para peneliti juga sudah tentu memberikan peringatan jauh2 hari. 

Yang pasti, di Jepang memang sejak gempa besar di Fukushima 7 tahun lalu, ada beberapa prediksi dari para ilmuwan, bahkan ada acara televisi yang mensimulasikan tentang gempa besar yang akan mengguncang pusat kota Tokyo, dengan alasan bahwa siklus gempa besar terakhir terjadi beberapa ratus tahun lalu akan terulang di tahun yang tidak begitu lama lagi. Tapi persentasinya masih kecil untuk bisa dikhawatirkan, selain prediksi gempa juga merupakan hal yang sulit karena membutuhkan hitungan yang rumit dan perlu banyak parameter. 

Novel NC mengingatkan masyarakan Jepang, bahwa dengan banyaknya lempeng yang berada di dekat kepulauan Jepang, plus banyaknya gunung api yang aktif, maka masyarakat harus selalu waspada dan bersiap akan kemungkinan buruk (bencana alam) yang bisa terjadi. Untuk persiapan atau untuk pengingat itu juga, maka tiap tahun selalu diadakan latihan penyelamatan diri dari bencana, entah itu gempa atau kebakaran, baik di sekolah, kantor, perusahaan, rumah sakit dan tempat-tempat lain.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

Fakta yang ada saat ini adalah, para elit politik memang masih suka jalan pintas yang gampang untuk mencapai atau paling tidak melicinkan jalannya untuk mencapai tujuan/ambisi politiknya.

Mereka (para elit politik itu) ogah ribet. Contohnya ya dengan polemik yang saya tulis di awal artikel ini. Dengan entengnya mencomot phrasa Indonesia "bubar" walaupun sebenarnya dia tahu bahwa buku yang dia kutip itu tak lebih dari sekedar fiksi. Saya pikir para elit politik itu paham betul karakter atau kondisi sosial politik masyarakat Indonesia, sehingga bagi orang2 tertentu yang kurang wawasan tentunya akan menelan mentah-mentah omongan itu. Entah mungkin dia punya harapan agar bisa menjadi pilihan alternatif pada masa pilpres mendatang (yang sebenarnya agak lucu juga sih karena di buku itu kan bubarnya tahun 2030, sedangkan kalau pun ikut pilpres itu untuk 2019-2024).

Kalau masalah "ogah" ribet ini, bukan hanya milik para elit politik saja. Masyarakat kita pada umumnya sama. Maunya tinggal ongkang-ongkang kaki, berharap rejeki nomplok (duit datang dengan tiba-tiba). Semua orang inginnya jadi bos ---terlepas dari dia itu kapabel atau enggak--- karena berharap kalau jadi bos nggak usah susah-susah bisa dapet duit atau bisa suruh ini itu plus dihormati pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun