Mohon tunggu...
Syurawasti Muhiddin
Syurawasti Muhiddin Mohon Tunggu... Dosen - Psikologi

Berminat dalam kepenulisan, traveling, pengabdian masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasionalisme ala Pulau Perbatasan: Mengintip Perayaan HUT RI di Pulau Miangas

1 September 2019   20:49 Diperbarui: 1 September 2019   20:50 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Nasionalisme akan mengkotak-kotakkan umat manusia di dunia berdasarkan negaranya. Muncul kecintaan berlebihan terhadap negara dan bahkan sampai mengesampingkan negara lain karena menganggap negaranya lebih baik. 

Ujungnya dapat menimbulkan peperangan sebagai dampak yang menyeramkan. Benarkah demikian? Sebagian orang mungkin beranggapan demikian. Itu suatu opini yang patut dihargai. Nasionalisme menjadi pemicu konflik antar negara.

Kita mendengar opini tersebut dan tentunya kita perlu menjadi pemikir kritis dan dialektis. Jika proses berpikir itu masih mengantarkan kita pada posisi pro opini tersebut, mungkin kita perlu melibatkan sedikit kebijaksanaan di dalam proses tersebut. 

Kebijaksanaan yang dimaksud adalah kembali pada pemikiran yang lebih positif bahwa konsep awal nasionalisme memiliki tujuan yang baik bagi bangsa suatu negara. Nasionalisme dapat menjadi suatu kekuatan bagi bangsa dalam menunjang ketahanan nasional. 

Nasionalisme dapat menjadi jembatan untuk menumbuhkan civic virtues yang menjadi kekuatan warga negara, apalagi dalam era digital seperti sekarang ini yang mengiringi arus globalisasi, ketika batas-batas negara menjadi abu-abu dalam berbagai aspek, termasuk aspek identitas bangsa. Itulah alasan nasionalisme tetap perlu dibahas dari sisi yang lebih positif dibandingkan sisi yang menyudutkannya.

Mungkin kita pernah bertanya-tanya, siapakah pihak yang memiliki kadar nasionalisme yang paling tinggi di Indonesia ini? Apakah bapak Presiden dan jajaran menterinya? Apakah TNI? Apakah warga di ibu kota? Ataukah warga yang tinggal di sekitar daerah-daerah bekas perjuangan? 

Kita tidak pernah bisa menjawab pertanyaan ini secara pasti. Meskipun kita bisa melihat indikator nasionalisme melalui tindakan untuk menilai hal tersebut, namun hal itu juga tidak sepenuhnya menjamin. 

Tidak ada yang bisa menjamin bahwa anggota suatu partai memiliki nasionalisme yang tinggi dibandingkan petani ataupun padagang yang tidak terlibat dalam partai apapun.  

Tidak ada juga yang bisa menjamin bahwa nasionalisme warga yang berada di daerah ibu kota dan daerah bekas-bekas perjuangan pahlawan memiliki nasionalisme yang tinggi dibandingkan dengan warga yang tinggal di daerah perbatasan suatu negara. 

Ya, meskipun beberapa peristiwa yang menunjukkan hal itu. Misalnya warga perbatasan lebih senang berbelanja di negara tetangga dan mata uang negara tetangga beredar di wilayah negara kita.

Saya akan mengajak pembaca untuk menilik sedikit bagian warna warni nasionalisme di salah satu daerah perbatasan Indonesia, yaitu di Pulau Miangas. 

Pulau Miangas merupakan perbatasan bagian utara Indonesia dengan Filipina. Cerita ini merupakan bagian dari perjalanan KKNT Gelombang 90 Miangas pada Juli-Agustus 2015. Pulau Miangas termasuk dalam wilayah Kabupaten Talaud di gugusan Pulau Sangir dan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara.

Apa yang terpikirkan di kepala kita ketika berbicara mengenai nasionalisme di daerah perbatasan? Saya akan menggambarkan pemikiran awal saya tentang hal tersebut. Saya beranggapan pada awalnya bahwa nasionalisme masyarakat di daerah perbatasan masih kurang. 

Hal ini didukung dengan hasil pencarian artikel-artikel di internet yang menunjukkan berbagai kasus yang mengindikasikan rendahnya nasionalisme masyarakat. Di Miangas sendiri, pernah ada suatu waktu ketika masyarakat hendak mengibarkan bendera Filipina lantaran kasus dengan TNI yang ada di sana. Namun hal ini dapat diselesaikan dan Pulau Miangas sampai saat ini masih menjadi bagian dari NKRI. 

Anggapan saya tersebut cukup memengaruhi saya dalam penyusunan program kerja yang sasarannya mengarah pada upaya penyadaran pentingnya nasionalisme. Namun, sebelum saya mengusulkan program kerja ini, kami sudah diberitahu oleh kakak angkatan yang sudah pernah melakukan KKN di Pulau Miangas dan Pulau Perbatasan lainnya bahwa anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar.

Saat berada di Miangas sekitar sebulan, saya pun melihat hal yang berbeda dari anggapan awal saya yang memperkuat masukan kakak angkatan. Ternyata anak-anak dan remaja SMP dan SMA di sana cukup memiliki semangat nasionalisme, dalam hal ini semangat menjadi bagian dari bangsa Indonesia. 

Para Bapak-bapak dan ibu-ibu pun demikian. Mereka cukup memiliki wawasan kebangsaan meskipun masih perlu ditingkatkan. Dalam bayangan saya anak-anak tersebut sama sekali tidak memiliki wawasan tersebut, begitupula dengan para orang tuanya.

Saat menjalani KKN di Miangas, waktu itu adalah bulan Agustus yang mana kita ketahui sebagai waktu ketika Sang Proklamator memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sangat terasa persiapan tersebut di pulau kecil Miangas ini. Hal ini membuat saya berpikir bahwa apakah ini merupakan wujud tingginga nasionalisme atau merupakan upaya penanaman nasionalisme?

Satu hal yang kita perlu pahami ketika berada di daerah perbatasan. Ada pos perbatasan yang dijaga oleh tentara. Pemerintah tentunya mengupayakan peningkatan keamanan dan penjagaan stabilitas negara dengan menempatkan tentara di daerah perbatasan. Rombongan kami juga bisa sampai di Pulau ini berkat bantuan Pangdam Wirabuana yang berkedudukan di Makassar. 

Pulau Miangas ini termasuk kedalam daerah militernya, dan Pak Ramli adalah Dan Ramil yang bertugas saat kami berada di Miangas yang banyak membantu KKNT Gelombang 9. Dengan kondisi itu, selalu mungkin pihak TNI berupaya untuk menyebarluaskan semangat nasionalisme.

Salah satu faktor yang kami temui cukup menghambat pelaksanaan program kerja kami adalah tidak adanya peserta program. Peserta program yang dimaksud disini adalah remaja-remaja SMP dan SMK. Kami mempunyai program kelas inspirasi untuk siswa-siswa tersebut, namun akhirnya kami menjadikannya program kelas inspirasi bagi anak-anak SD. 

Hal ini dikarenakan para siswa SMP dan SMK sudah dipersiapkan untuk upacara pengibaran bendera pada 17 Agustus. Sejak memasuki bulan Agustus, jadwal latihan mereka oleh tentara sudah padat. Jadwal tersebut tidak dapat diganggu oleh jadwal lain. Kami baru bisa melaksanakan program bagi anak-anak SMP dan SMK  saat mereka libur latihan. 

Pembinaan kami juga dilakukan hanya ketika malam hari. Jadwal latihan tim Paskibra ini juga bahkan menggantikan jadwal belajar pagi di sekolah saat sudah mendekati seminggu waktu pelaksanaannya HUT RI.

Selain itu, memasuki pekan pelaksanaan HUT RI, Pulau Miangas dipenuhi oleh kibaran bendera Merah Putih. Suasana HUT RI di Miangas sangat terasa dengan pemandangan ini. Semua warga diinstruksikan untuk memasang umbul-umbul merah putih di depan rumah mereka. 

Di sepanjang jalan juga dipasang bendera merah putih. Acara malam obor juga dipersiapkan untuk menyambut hari bersejarah RI itu. Ini adalah momentum yang tepat untuk mengobarkan kembali semangat kebangsaan yang dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah di Pulau Miangas bekerja sama dengan TNI.

 Acara malam obor atau disebut malam taptu dilaksanakan pada malam hari pada tanggal  16 Agustus. Anak-Anak SD sampai SMK dikawal oleh beberapa tentara melakukan pawai keliling kampung sambil membawa obor. 

Mahasiswa KKNT 90 Unhas dan mahasiswa KKN PPM UGM juga turut serta pada kegiatan itu. Setiap anak membawa obor sehingga malam itu bercahaya dengan obor-obor. 

Sebelum berjalan berkeliling pulau, dilakukan pembukaan terlebih dahulu yang berisi sambutan-sambutan dan pembakaran obor secara bersama-sama. Barulah setelah itu, rombongan berjalan mengelilingi perkampungan sambil menyanyikan lagu-lagu nasional. Kegiatan ini berlangsung sampai sekitar pukul 20.00 malam.

Pada tanggal 17 Agustus 2015, hari peringatan proklamasi kemerdekaan RI, semua mahasiswa KKN mengikuti upacara di lapangan utama bersama dengan siswa, guru, aparat pemerintahan, serta tokoh-tokoh adat dan masyarakat Miangas. Sebagaimana upacara peringatan HUT RI yang lainnya, susunan acara dalam upacara di Pulau Miangas ini pun sama. 

Namun, tampak lebih sederhana dengan pasukan paskibra dan paduan suaranya. Meskipun demikian, hal yang spesial bagi saya dan teman-teman lain adalah kami mengikuti upacara di daerah perbatasan Indonesia, Pulau paling ujung utara ini. 

Hari ini juga ada tamu  dari  Filipina yang datang. Setelah upacara pengibaran bendera, ada kegiatan lomba khas 17 Agustus yang diselenggarakan oleh mahasiswa KKN Tematik 90 dan KKN PPM UGM. 

Lomba tersebut seperti lari karung, lari kelereng, tari tambang dan bakiak serta lempar panah. Lomba ini berlangsung hingga siang hari. Sangat seru bermain di lapangan ini karena angin pantai langsung berhembus mengenai wajah dan beberapa peralatan permainan sehingga beberapa peserta terkadang kewalahan mengendalikan hembusan angin.

Pada malam harinya diadakan perayaan yang disebut malam kenegaraan. Inilah yang membedakan perayaan 17 Agustus di Miangas dengan perayaan lainnya yang biasa saya hadiri. Malam kenegaraan ini dihadiri oleh pejabat-pejabat pemerintahan dan TNI yang ada di Miangas serta warga-warga yang termasuk tokoh adat dan masyarakat serta warga biasa. 

Para mahasiswa juga hadir. Inti acara malam kenegaraan ini adalah "toss" kenegaraan, yaitu semacam ritual bersulang dan meminum minuman (minuman  soda semacam coca-cola, dengan sedikit campuran alkohol), sambil mengucapkan jargon-jargon yang telah disepakati di awal. Ada juga ritual mencium bendera merah putih oleh Dan Ramil (Pak Ramli) serta menyanyikan lagu Bagimu Negeri secara bersama-sama. 

Malam kenegaraan ini juga diisi dengan tari Empat Wayer, yang merupakan tari khas dari Miangas yang ditarikan secara berpasangan oleh beberapa orang yang dipandu oleh pasangan terdepan. Perayaan ini terlihat meriah.

Dari gambaran pengalaman di atas, nasionalisme di daerah ini tampak kental secara fisik. Namun tentunya kembali lagi pada penjelasan di awal, tidak menjamin bahwa jiwa masyarakatnya juga dipenuhi nasionalisme. 

Suatu hal yang wajar jika HUT RI dipersiapkan dan disambut dengan meriah di suatu daerah perbatasan sebagai upaya untuk tetap menjaga dan atau meningkatkan nasionalisme masyarakatnya. Terlepas dari semua itu, kami mahasiswa KKN merasa terharu dan merasa semakin menjadi bagian dari Indonesia. Rangkaian perayaan HUT RI di Miangas ini dapat meningkatkan nasionalisme kami.

Dari dialektika tentang nasionalisme, khususnya di perbatasan, maka tentunya kita perlu menggaris bawahi satu kesimpulan yang paling dapat dihayati oleh tim KKNT 90 Miangas, termasuk saya sendiri.  

Tidak ada yang bisa menjamin nasionalisme seseorang berdasarkan dimana dia tinggal, berdasarkan jabatannya, ataupun berdasarkan partainya. Ketika kita memikirkan lebih dalam, justru semangat nasionalisme mereka yang tinggal di daerah perbatasan Indonesia dapat jauh lebih tinggi. 

Dinamika menjadi warga perbatasan dapat diwarnai berbagai konflik yang dapat mempertaruhkan nasionalisme tersebut. Banyak godaan dan ancaman yang dapat menggoyahkan identitas kebangsaan jika kita tidak mawas diri. 

Bagi mereka yang berhasil melalui konflik itu dan memilih untuk tetap menjadi warga negara Indonesia dan tetap bangga menjadi bangsa Indonesia bagaimanapun kondisinya maka dapat dikatakan bahwa mereka telah memiliki semangat nasionalisme itu. 

Hal itu diperoleh dari proses diri yang tidak mudah sehingga dapat dipastikan bahwa itu tidaklah main-main. Nasionalisme mereka menjadi lebih tinggi dibandingkan siapapun. 

Ini dapat memberikan harapan bagi pihak yang pro untuk menyudutkan ndasionalisme. Nasionalisme tetap menjadi kekuatan untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau dengan bahasa dan kebudayaan yang berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun