Mohon tunggu...
Syurawasti Muhiddin
Syurawasti Muhiddin Mohon Tunggu... Dosen - Psikologi

Berminat dalam kepenulisan, traveling, pengabdian masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasionalisme ala Pulau Perbatasan: Mengintip Perayaan HUT RI di Pulau Miangas

1 September 2019   20:49 Diperbarui: 1 September 2019   20:50 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Para mahasiswa juga hadir. Inti acara malam kenegaraan ini adalah "toss" kenegaraan, yaitu semacam ritual bersulang dan meminum minuman (minuman  soda semacam coca-cola, dengan sedikit campuran alkohol), sambil mengucapkan jargon-jargon yang telah disepakati di awal. Ada juga ritual mencium bendera merah putih oleh Dan Ramil (Pak Ramli) serta menyanyikan lagu Bagimu Negeri secara bersama-sama. 

Malam kenegaraan ini juga diisi dengan tari Empat Wayer, yang merupakan tari khas dari Miangas yang ditarikan secara berpasangan oleh beberapa orang yang dipandu oleh pasangan terdepan. Perayaan ini terlihat meriah.

Dari gambaran pengalaman di atas, nasionalisme di daerah ini tampak kental secara fisik. Namun tentunya kembali lagi pada penjelasan di awal, tidak menjamin bahwa jiwa masyarakatnya juga dipenuhi nasionalisme. 

Suatu hal yang wajar jika HUT RI dipersiapkan dan disambut dengan meriah di suatu daerah perbatasan sebagai upaya untuk tetap menjaga dan atau meningkatkan nasionalisme masyarakatnya. Terlepas dari semua itu, kami mahasiswa KKN merasa terharu dan merasa semakin menjadi bagian dari Indonesia. Rangkaian perayaan HUT RI di Miangas ini dapat meningkatkan nasionalisme kami.

Dari dialektika tentang nasionalisme, khususnya di perbatasan, maka tentunya kita perlu menggaris bawahi satu kesimpulan yang paling dapat dihayati oleh tim KKNT 90 Miangas, termasuk saya sendiri.  

Tidak ada yang bisa menjamin nasionalisme seseorang berdasarkan dimana dia tinggal, berdasarkan jabatannya, ataupun berdasarkan partainya. Ketika kita memikirkan lebih dalam, justru semangat nasionalisme mereka yang tinggal di daerah perbatasan Indonesia dapat jauh lebih tinggi. 

Dinamika menjadi warga perbatasan dapat diwarnai berbagai konflik yang dapat mempertaruhkan nasionalisme tersebut. Banyak godaan dan ancaman yang dapat menggoyahkan identitas kebangsaan jika kita tidak mawas diri. 

Bagi mereka yang berhasil melalui konflik itu dan memilih untuk tetap menjadi warga negara Indonesia dan tetap bangga menjadi bangsa Indonesia bagaimanapun kondisinya maka dapat dikatakan bahwa mereka telah memiliki semangat nasionalisme itu. 

Hal itu diperoleh dari proses diri yang tidak mudah sehingga dapat dipastikan bahwa itu tidaklah main-main. Nasionalisme mereka menjadi lebih tinggi dibandingkan siapapun. 

Ini dapat memberikan harapan bagi pihak yang pro untuk menyudutkan ndasionalisme. Nasionalisme tetap menjadi kekuatan untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau dengan bahasa dan kebudayaan yang berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun