Mohon tunggu...
Syir Aja
Syir Aja Mohon Tunggu... Relawan - Pengembara di muka bumi untuk mencari ridhaNya

senang tertawa dan ditertawakan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pengalaman Dioperasi di Negara Paling Bahagia Sedunia Masa Pandemi

1 Juni 2021   10:00 Diperbarui: 1 Juni 2021   10:40 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tulisan ini saya buat secara naratif dengan tujuan untuk berbagi dan memberikan beberapa pelajaran serta catatan bagi diri saya dan keluarga khususnya serta para pembaca sekalian umumnya mengenai bagaimana pengalaman yang saya hadapi saat dioperasi di Helsinki, Ibu Kota Negeri Seribu Danau, sebutan bagi negara Finlandia di Eropa Utara yang juga terpilih selama empat tahun berturut-turut sebagai negara paling bahagia sedunia.

Sebuah Keputusan

“Bip”, bunyi mesin scanner membaca kartu KELA (Kartu jaminan sosial semacam BPJS saya di sini) setelah saya menggunakan handsanitizer lalu menekan beberapa tombol pada layar. Lalu secara otomatis keluar kertas kecil berisi tiga bahasa, Finlandia, Swedia dan Inggris yang menyatakan jadwal pemeriksaan saya, dokter yang akan memeriksa serta instruksi menuju lokasi pemeriksaan. Saya datang lebih awal satu jam saat itu saat saya yakin tidak ada gejala covid-19 yang saya alami, di samping itu juga karena saya ingin menikmati perbekalan lebih dahulu dan menghindari jika harus membayar denda jika terlambat datang dari jadwal yang lebih mahal dari biaya pemeriksaan.

Saya lalu kembali ke taman di luar dan mencari kursi yang kosong. Di sana ada seorang nenek yang tengah menjaga cucunya di kereta bayi lalu saya berjalan lebih dalam, ada seorang petugas medis yang sedang menikmati makanannya, sekitar tiga meter saya duduk di bangku berjajar menghadap taman yang belakangan saya baru sadari bahwa itu adalah makam kuno. Sambil menikmati salad tuna yang dibelikan oleh suami saya sesekali mengecek jam. 

Memang berbeda di masa pandemi ini, setiap kali ke RumahSakit(RS) kini tidak bisa lagi didampingi, bahkan panduan dari Rumah Sakit lewat surat dan SMS juga menyarankan hingga jika orang tua mendampingi anaknya yang yang sakit, saudaranya yang masih kecil juga tidak boleh diajak ke RS.

Setelah selesai saya masuk kembali dan mengambil jalan di lorong kiri gedung sebagaimana petunjuk dalam kertas dan petunjuk ruangan. Sampai di tempat yang dimaksud, ada kode digital nomor panggilan pasien yang sedang ditangani dan saya menunggu di ruang tunggu, ruang yang sama dengan pemeriksaan sebelumnya di dokter Spesialis yang berbeda. Saya mencuci tangan, menenangkan diri, kemudian nomor antrian berganti.

“AMANATI”, perawat memanggil nama saya dan menghampiri ruang tunggu

“Yes” saya menarik nafas panjang sambil kami menuju ruang pemeriksaan ia mengajak berbicara dan saya meminta maaf dengan bahasa Finlandia seadanya

“Anteeksi ei suomi, englanti” yang maksud saya tidak bisa bahasa Finlandia (Suomi) namun dengan bahasa Inggris saja. Di dalam, perawat tadi menjelaskan soal bahasa kepada dokter perempuan, usianya nampak sepantaran dengan orang tua saya, ia membuka-buka komputer dan perawat pertama mulai meminta dokumen administrasi termasuk 4 lembar formulir yang telah diberikan sebelumnya dan telah saya isi, yang di dalamnya ada pilihan bahasa pelayanan dan juga jenis makanan yang saya konsumsi. 

Lalu ia memeriksa di komputernya dan mulai menanyakan kondisi yang saya alami, salah satunya intensitas dan frekuensi rasa sakit yang saya rasakan. Dokter juga memeriksa dokumen itu lalu sempat menanyakan “Tolak angin” yang saya tulis, saya sampaikan itu salah satu minuman jamu yang saya konsumsi jika saya merasakan kurang enak badan, terakhir saya menitip dibawakan kepada teman saat bertemu di Estonia, tetangga Finlandia.

Dokter mengangguk, melanjutkan membaca serta melihat ke  layar komputernya sambil sesekali mengarahkan mouse, kemudian perawat kedua yang lebih muda dan menggunakan hijab masuk lalu bergabung dengan kami. Dokter mendekat ke arah saya, ia menunjukkan gambar berwarna di meja.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan sebelumnya, ada mioma, tumor di sini”, ia lalu memberi tanda pada gambar itu lalu melanjutkan

“Ukurannya 6cm, harus diangkat dan kamu harus dioperasi” simpulnya. Saya menarik nafas dalam dan berkata “Saya...” namun terhenti dan menangis, berbagai perasaan bercampur saat itu hingga teringat kepada Ibu saya yang juga mengidap tumor. Maksud hati ingin bertanya apakah mungkin saya bisa mempertimbangkan dahulu dengan suami dan keluarga, tapi di sisi lain untuk berada dalam tahap ini saya telah melalui proses yang begitu panjang, saya juga tidak ingin merepotkan setiap kali saya kambuh apalagi kami hanya tinggal berdua di negeri ini, berbagai pertanyaan muncul di kepala, saya berusaha beristighfar sambil menarik nafas. Perawat pertama berusaha menenangkan saya dan mengusap-usap bahu saya yang lain menatap dengan penuh simpati.  Lalu saya katakan

“Okay, I think I feel better now..” kami melanjutkan diskusi.

Dokter yang pada awalnya terlihat sangat penuh konsentrasi juga menunjukkan simpatinya. Setelah cukup tenang, saya bertanya beberapa hal terkait kesehatan saya, kemudian dijawab oleh Dokter itu, lalu perawat kedua mengambil peralatan pemeriksaan. Perawat pertama lalu melihat komputer dan mengatakan bahwa normalnya jadwal operasi dengan kondisi saat ini dapat dilakukan 6 bulan kemudian setelah diagnosa, namun melihat kasus saya, ia kemudian menghubungi bagian lain untuk mencari jadwal yang lebih awal, akhirnya ditemukan sekitar 2.5 bulan kemudian. Ia lalu mengukur kaki saya dan mengambilkan kaus kaki anti embolisme untuk saya gunakan. 

Mereka juga meminta maaf karena makanan halal yang saya tulis tidak tersedia, sayapun menjelaskan jika tidak ada, bisa dengan seafoodatau vegetarian, saat itu perawat muda berhijab yang selesai memeriksa saya itu melihat saya sambil tersenyum dan saya balas senyumannya. Saya menanyakan apakah boleh gambar yang dokter gunakan untuk menjelaskan kepada untuk saya bawa, lalu iaberikan bersama dokumen yang dicetak untuk saya pelajari dengan isi yang cukup tebal dalam bahasa Inggris. Seperti prosedur operasi yang akan saya lalui, berapa lama, jenis bius, skala kesakitan, prosedur paska operasi di RShingga ruang rawat serta dosis pain killer yang dinaikkan kemudian saya diminta menunggu di ruang sebelumnya.

Persiapan Menuju Operasi

Sambil menunggu hati saya berkecamuk, siapa yang dapat saya beritahu lebih dahulu soal ini karena saya tidak ingin membuat suami saya khawatir dan mengganggu kegiatannya hari ini, saya mengkonversi jam lalu mengirimkan pesan di chat terbaru kepada ipar saya yang memang tengah bertukar kabar sebelumnya, memberitahu soal kondisi saya. 

Saya lalu membuka kran wastafel untuk mengisi tempat minum, air yang dapat langsung diminum itu begitu menyegarkan kerongkongan. Sekitar satu jam kemudian saya dipanggil menuju ruangan yang berbeda, petugas menjelaskan bahwa saya mendapatkan jadwal operasi lebih cepat dari yang biasanya dijadwalkan. 

Belakangan paska operasi saya melihat koran lokal yang memberitaan bahwa antrian operasi di sini terkenal cukup panjang bisa 6 bulan bahkan satu tahun lebih, kecuali jika mau melakukan di luarRS rujukan yang harus membayar penuh sendiri, saya bersyukur sekali untuk semuanya. Selain itu, saya juga diberikan beberapa dokumen lagi diantaranya prosedur darurat jika saya tidak tahan sakit, teknis kedatangan, pemeriksaan sebelum operasi yang harus dilakukan serta jadwalnya, diet makanan yang harus saya lakukan sejak hari itu hingga beberapa jam sebelum operasi serta kontak yang dapat saya hubungi. Soal biaya sejujurnya belum terpikirkan saat itu.

Setelah menemukan waktu yang tepat, saya menjelaskan kepada suami mengenai kondisi kesehatan saya. Alhamdulillah ia tetap tegar dan meyakinkan saya bahwa jika itu ikhtiar terbaik maka akan kita jalani. Kami menelepon dan meminta kepada orang tua kami di Tanah Air untuk mendoakan. Selain itu, kami mulai mengubah diet makanan, sesuai dengan rekomendasi yang dokter berikan, mengklarifikasi beberapa hal terkait teknis pelaksanaan operasi termasuk komponen biayanya sambil membaca ulang dokumen yang diberikan dan membuka beberapa tautan.

Saya juga berusaha mencari tahu kepada beberapa kolega yang sudah saya anggap seperti kakak saya sendiri baik di Helsinki, Espoo maupun yang telah pindah ke Swedia, mereka dengan senang hati menguatkan, memberikan informasi menceritakan pengalaman yang dialami mereka ataupun WNI lainnya dan memberikan semangat kepada saya agar dapat melalui proses yang ada.

Dua hari sebelum operasi, saya telah dijadwalkan untuk memeriksa darah di Puskesmas Vuosaari di mana sampel darah di tangan kanan dan kiri saya diambil oleh dua petugas yang berbeda. Mereka juga memastikan soal jadwal operasi. Saat itu sudah masuk musim dingin, suasana gelapnya langit semakin panjang, pakaian yang digunakan juga perlu yang lebih tebal.


Hari Pelaksanaan Operasi

Prosedur operasi dijadwalkan pukul 7.15 pagi waktu Helsinki. Kami bangun pukul 5 pagi waktu Helsinki atau pukul 10 pagi WIB. Saat itu belum waktu datang shubuh dan saya haid, saya pasang kaus kasi anti embolisme setelah berwudhu dan minum sedikit air di atas tempat tidur. Sejak semalam, saya sudah berpuasa. 

Setelah memeriksa dokumen dan perbekalan yang akan kami bawa, menggunakan kaus kaki, sarung tangan dan jaket musim dingin kami berangkat pukul 6 menggunakan metro dari Vuosaari ke arah Kammpi (seperti dari BSD ke Blok M). Kami keluar dari stasiun bawah tanah Kammpi pagi langit gelap dan bulan masih nampak pada pukul 06.40 pagi itu, lalu kami melanjutkan perjalanan dengan bus ke kompleks Rumah Sakit di Haartmaninkatu selama 10 menit lalu turun berjalan menuju gedung Naistenklinikka.

Seperti biasa, RS menyarankan agar kami tiba maksimal 15 menit lebih awal sebelum jadwal. Kami sampai 22 menit dari jadwal, di ruang registrasi saya tidak melihat petugas, saya sempat kebingungan khawatir sekaligus nervousapakah saya salah gedung karena kartu KELA saya tidak dapat digunakan di mesin selain itu tidak ada pengunjung lain selain kami di ruang tunggu utama selain dua orang petugas medis yang lewat dan nampak sibuk dengan pakaian lengkap, saya kira mereka akan memanggil saya namun mereka berbicara satu sama lain dan berjalan cepat ke ruangan yang terkunci.

Sembari saya membaca kembali dokumen, suami melihat suasana sekitar untuk memastikan dan tepat 15 menit sebelum jadwal, saya melalukan tap ulang kartu saya ke monitor pendaftaran dan berhasil namun tidak ada petunjuk selain ruang operasi pada kertas yang keluar dari mesin. Dengan gugup saya menggunakan handsanitizer lalu menunggu. Akan tetapi hingga pukul 7 lebih belum ada siapapun di sekitar dan suami saya membimbing saya untuk mengikutinya mencari ruangan operasi, membaca petunjuk di RS beberapa ruangan terkunci dan ada ruangan yang terbuka otomatis, sepi sekali saat itu menambah perasaan campur aduk saya yang belum melepaskan jaket. Kemudian suami saya berkeliling mencari dan menanyakan kepada petugas yang ia temui dan meminta saya duduk menunggu, akhirnya ia menemukan petujuk untuk menuju lift ke lantai basement.

Di lantai basement kami menemukan dua orang yang menunggu di kursilalu kami duduk. Saya melihat jam tepat pukul 7.14, sambil tersenyum dan berpegangan tangan suami saya meyakinkan dan menyemangati saya, tidak lama kemudian saya mendengar “AMANATI” dari arah kanan, suami saya pun melepas dengan pelukan. Dalam hati, saya ingin agar ia tetap di sana menunggu saya hingga saya benar-benar masuk ke dalam ruang operasi atau berganti baju, namun di sisi lain saya juga lebih merasa lega agar ia tidak melihat saya dengan pakaian operasi dan bersedih. Disamping itu, dalam panduan juga sebetulnya tidak diizinkan untuk masuk bagi yang mengantar, jadi boleh diantar sampai ke dalam RSsaja saya sudah amat bersyukur. Saya kembali menengok ke belakang dan melambaikan tangan, didampingi perawat saya masuk ke dalam ruang ganti pakaian.

Di ruang ganti, saya diberikan kunci loker, ditanyakan ukuran alas kaki, diberikan hanger untuk menggantung pakaian dan juga berganti pakaian, alas kaki, menggunakan kaus kaki anti embolisme oleh perawat. Saya memberitahu bahwa saya sedang haid dan ia memberi saya pembalut yang cukup besar. Saya mendapatkan dua pakaian seperti piyama tanpa kancing dan risleting. Pakaian yang lebih tebal luaran serta selimut yang dia katakan dapat menghangatkan selama 48 jam. Serta saya diminta untuk memisahkan barang-barang seperti telepon genggam, dompet dan kartu identitas serta yang menurut saya penting, saya bawa tempat kacamata dan powerbank serta charger dan memasukkan ke dalam pakaian luar.

Saya diantar ke depan ruang kedua dan diminta menunggu di kursi depan. Tidak lama kemudian saya dipanggil oleh perawat yang berbeda, ia memperkenalkan diri lalu menanyakan nomor kartu jaminan sosial saya, lalu ia seperti melakukan test terhadap dokumen yang dibekali dokter sebelumnya kepada saya. Saya ditanyakan prosedur apa yang akan saya lalui dan ia memastikan sejauh mana saya telah mengikuti rekomendasi persiapan sebelum operasi, tidak lupa ia menanyakan bagaimana perasaan saya saat itu yang dengan spontan saya jawab

Honestly, I am.. nervous..” lalu kami pun tertawa bersama ia menanggapi

“I can see, don't worry that's normal” lalu mengambilkan saya dua butir obat di gelas plastik mini dan air di gelas kertas. Setelah meminum itu kamu akan lebih santai dan tarik nafas dalam-dalam. Ia lalu menanyakan alat-alat penting saya untuk dimasukkan ke dalam plastik dan menuliskan seluruh barang itu selain tempat kacamata dan meminta saya tandatangan sebagai bentuk persetujuan keamanan karena akan dimasukkan ke dalam loker.

Selanjutnya saya diantar ke ruang ketiga, ini adalah ruang tunggu pasien. Tidak ada siapapun di sana, saya diminta untuk mengubah arah pakaian saya yang di dalam karena harusnya yang terbuka berada di luar, saya sempat tertawa untuk itu dan perawat mengatakan bahwa itu sering terjadi dengan pasien lainnya. Saya berganti pakaian di kamar mandi ruang tunggu yang lebih lengkap namun tetap sangat ramah bagi pengguna. Ada sekitar 4 kursi yang amat sangat nyaman di dalamnya dengan warna warni berbeda dengan bantal kecil menempel di setiap kursi, ada empat menggantung pakaian, lemari, majalah, penghangat ruangan, tv, minuman serta teko untuk air panas, kopi, dengan penataan yang amat rapi dan penuh harmoni dengan warna putih sebagai latar belakang, ruangan ini cukup membuat saya takjub karena seperti menuju dunia mimpi.

Setelah itu saya duduk di kursi yang terdekat dengan kamar mandi sambil terus berdzikir dan menarik nafas, tidak lama ada pasien lain yang duduk di seberang saya, lalu ada seseorang yang mendatanginya dengan dokumen dan berbicara dengan bahasa suomi, disusul dokter senior didampingi dokter yang lebih muda menanyakan perempuan itu. Saya kira dokter yang sama akan menanyakan saya dan saya bersiap-siap, namun ternyata mereka keluar lagi.

Sambil merasakan kecanggihan selimut yang mulai menghangat, pintu terbuka dan masuklah dua orang dokter yang berbeda, seorang dokter senior pria yang saya kira dapat saya panggil dengan “Opa” memanggil nama “AMANATI” saya merespon dan ia dengan ramah sekali dan bersimpati menanyakan kondisi saya dan yang saya rasakan, dokter disebelahnya mencatat lalu ia memberi tahu sekilas soal pertimbangan bahwa paska pemulihan ada beberapa kondisi yang tidak boleh saya lakukan untuk alasan kesehatan. Lalu ia mengajak saya bertiga ke luar ruangan ke arah kanan lurus lalu belok ke kiri, ia mengajak saya berbicara soal hal-hal ringan hingga kami tertawa dan tidak menyadari bahwa kami makin mendekati ruang selanjutnya yang saya kira langsung ruang operasi, saya diminta masuk ke ruangan keempat dan mereka berpamitan.

Ternyata ini adalah ruang tunggu selanjutnya yang lebih minimalis dari ruang sebelumnya namun tidak kalah membuat saya takjub. Saya duduk menunggu, disusul oleh pasien yang sebelumnya dengan petugas yang memberi dan meminta kami menggunakan hairnet. Tidak sampai lima menit ada perawat pria yang memanggil saya “AMANATI” sambil membuka pintu lalu saya didampingi untuk mengikutinya, ia mendorong tempat tidur sambil mengantar saya berjalan dengan rileks ke dalam ruangan terakhir, ruang operasi. Ia membukakan pintu dan kembali saya takjub.

Saya disambut oleh beberapa orang yang memperkenalkan diri dengan amat sangat ramah.

“Hi.. I am...who responsible for..” Saya berusaha tersenyum kepada mereka sambil memperhatikan ruangan yang sangat dingin, saya sempat berhenti setelah beberapa langkah, pandangan saya ke arah perlengkapan dan peralatan yang amat futuristik di dominasi warna putih sekaligus seperti peralatan di dunia “gamer” yang pernah saya lihat.

Hingga petugas yang mengantar saya meminta saya untuk melepaskan pakaian luar dan bawahan tapi saya tidak bergeming karena saya masih sadar ia pria yang lebih muda dari dokter sebelumnya dan saya malu. Ia lalu menutupi saya dengan pakaian luar saya dekat kepalanya, sebelumnya saya melepas kacamata dan memasukkan ke dalam tempat kacamata yang saya bawa dan memasukkan dalam kantong dan melepas alas kaki. Lalu saya diminta untuk berjalan menuju “singasana operasi”, saya duduk di tempat tidur atau kursi utama lalu berbaring, dimintaagak menggeser posisi saya lebih ke bawah dan meletakkan kaki saya di alas. Dokter dan perawat lain dengan pakaian operasi berwarna hijau dan biru navy datang ke hadapan saya menatap saya dan menyapa saya. Hingga yang terakhir saya disapa oleh yang akan melakukan injeksi bius total, suara yang ceria dan ramah di sebelah kiri saya, sementara di bawah saya merasa mereka mulai seperti membalurkaki saya, terdengar kalimat yang memeriksa eksekusi operasi

“Monitor” seseorang berkata

“Ready!” seorang menjawab, lalu dilanjutkan bahasa suomi dan dokter anestesi mengatakan kepada saya bahwa kita akan memulai suatu proses yang dinamakan “take off” ia memegang tangan saya dan meminta saya menarik nafas saat ia akan melakukan injeksi. Saat itu saya mengingat pesan ayah saya, saya mengucapkan syahadat.

Paska Operasi

“Si..ir” sayup-sayup saya mendengar suara memanggil, saya coba membuka mata namun amat silau dan saya menjadi pusing. Saat itu saya merasa tidak nyaman sekali di seluruh tubuh saya dan merasa lelah  sampai ada yang memanggil kembali

“Si..ir”, lalu saya kembali membuka mata perlahan dan seketika mual dan sangat pusing. Suara yang bisa keluar hanya “Hhhh..” pun merasa kelu dan sulit bicara. Lalu seseorang datang menanyakan bagaimana kondisi saya, saya hanya menjawab dengan memberikan angka 6-7 dengan kode jari sambil tetap memejamkan mata saya ucapkan

“Head..ache can not.. open ..my eyes”.

Lalu terdengar dialog berbahasa suomi dan datang dua orang dan memberikan suntikan. Saya merasakan agak hangat di tangan. Lalu saya tertidur kembali dan berulang dipanggil setelah agak sadar lalu ditanyakan saya memberi kode 5-6 dan masih sakit kepala dengan menggerakan jari berputar di kepala. Angka-angka adalah kode skala kesakitan yang dirasa, saat saya coba ingat-ingat dalam dokumen panduan karena mulut amat kering rasanya dan suara saya serak serta belum bisa membuka mata. Saya kembali tertidur lalu kemudian saya merasa tempat tidur saya didorong dan berpindah. Saya dengarkan bahwa mereka membahas soal sakit kepala saya di dekat suatu pintu, lalu tempat tidur didorong lagi, suara lift, didorong, suara pintu.

Saya tidak tahu bagaimana berpindah kasur dan saat tersadar saya sudah ada di dalam ruangan yang berbeda, ruang rawat inap. Seorang perawat memperkenalkan diri, ia mengatakan barang-barang saya telah diletakkan di dalam loker di kamar saya dan menyerahkan kunci loker. Ia juga mengambilkan telepon genggam saya dan mengatakan agar saya dapat menghubungi keluarga. Saya meminta bantuannya. Lalu ia memeriksa suhu, tekanan darah berkala dan ingin mengganti pakaian saya, namun saya belum bisa bergerak banyak dan masih sangat pusing, ia tidak memaksa. Petugas lain datang memberikan makanan kepada saya, perawat ingin menyuapi saya dan beberapa kali memeriksa kondisi saya termasuk untuk makan namun saya belum bisa makan dan mengatakan bahwa dokter Senior akan menemui saya esok pagi.

Kemudian suami saya datang,

“Assalamu'alaikum,,” alangkah bahagianya saya saat itu mendengar suara yang saya kenal ia menanyakan kondisi saya dan membantu saya mencari posisi yang tidak membuat saya pusing dan ingin menyuapi makanan tapi saya belum bisa makan, ia juga mengabarkan orang tua kami. Sementara saya melihat di seberang saya ada pasien lain berjalan menuju kamar mandi sambil memegang infuse sendiri. Covid membuat ia hanya boleh mendampingi saya selama 15 menit saja, perawat mengingatkan suami saya yang kemudian berkoordinasi soal rencana selanjutnya kemudian pamit dan akan menanyakan kapan lagi ia dapat berkunjung dan menjemput kepada pihak RS.

Saya lanjut beristirahat sampai shift berganti. Perawat yang berbeda menghampiri, memperkenalkan diri dan melakukan pemeriksaan standar. Makanan telah dihidangkan namun saya masih belum bisa makan dan hanya minum jus. Pasien di seberang saya sudah bersiap dan ia pulang setelah makan malam itu. Saya bertekad untuk bisa makan semampu saya.

Sementara itu saya amat merasakan tubuh yang tidak nyaman sekali. dan saya ungkapkan kondisi saya pada perawat lalu memanggil dokter malam yang mengubah posisi tempat tidur bagian atas memberikan suntikan dan mengatakan kalau belum berhasil, maka ia akan mengganti suntikan yang sama dengan yang saya dapatkan saat operasi. 

Setelah beberapa waktu saya merasa semakin tidak enak dan mulai menangis, resah rasanya bertanya-tanya apakah ini menuju sakaratul maut?, lalu menyampaikan pada perawat yang memanggil dokter lagi, posisi kepala saya dan tempat tidur diubah memberikan suntikan yang berbeda dan perawat memasangi selimut tambahan serta dua alat kompres guna ulang di sekitar kepala dan leher saya. Saya pun dapat tertidur dan terbangun pada tengah malam. Saya coba mengambil makanan dan menatap ke arah yang membuat saya tidak pusing sambil mengendalikan remote tempat tidur, karena tidak tahu di mana kacamata saya, saya gunakan handphone untuk melihat posisi makanan dan memakan ketimun dan tomat iris, lalu roti dan keju dengan lahap. Saya minum teh yang sudah tidak lagi hangat. Saya kembali beristirahat.

Hingga shubuh hari saya masih merasakan pusing dan tidak bisa menengok ke arah lain, lalu diberikan suntikan kembali dan tertidur hingga pukul 6, di mana sempat terjadi kehebohan saat petugas akan menawarkan saya makan pagi karena adanya cairan di lantai, saya menanyakan ada apa rupanya penampung cairan urin saya bocor, namun petugas menenangkan saya bahwa tidak masalah dan mereka membersihkannya. Mungkin akibat kehebohan tadi malam. Petugas medis menayakan saya ingin makan apa,  saya tanya ada apa, dan ia jawab 

"kurkku, tomaatti, juusto, leipa, puuro", menu yang sama saya katakan masih ada yang tadi malam, tapi ia begitu perhatian dan menanyakan lagi akhirnya saya meminta  jus tambahan, teh hangat ditambah bubur.

Tidak lama saja mendapatkan kunjungandokter Senior yang saya merasa dapat memanggilnya “Oma”. Ia memeriksa bekas luka, menjelaskan secara umum apa yang telah saya lewati dan yang mereka temukan, serta menanyakan kondisi saya dan saya menjelaskan sakit kepala dan belum bisa menggerakan kepala dengan leluasa. Tidak lupa saya sampaikan apresiasi dan terima kasih kami atas kerjakeras serta salam bagi seluruh tim yang telah membantu kami, saya cukup terbawa suasana saat itu dan begitu pula Ibu dokter dengan nada bicara, senyuman lebar dan anggukannya.

Perawat pagi ini tidak kalah ramah dan sigap dibandingkan yang sebelumnya, ia membimbing saya untuk duduk perlahan, lalu istirahat selama 2 jam kembali saya dibimbing untuk berdiri, mencuci muka, sikat gigi di wastafel, setelah itu saya diberikan pil obat-obatan. Beberapa jam kemudian saya belajar berjalan, dilepaskan kateter didampingi ke kamar mandi. Kamar mandi ruang rawat ini amat ramah pasien dan disabilitas, ada pembalut, pengering, tissue toilet, tissue tangan, sabun, handsanitizer, bidet, tombol darurat serta seperti biasa selalu kering. 

Saya sempat grogi ketika pertama kali ke kamar mandi dan memberanikan diri bercermin, saya cukup kaget ketika melihat banyaknya perban. Kembalinya ke kasur, saya diberikan dokumen untuk saya pelajari, dijelaskan prosedur untuk mandi sendiri dan cara melepas perban. Saya juga dijelaskan soal operasi yang telah saya lalui dan menjelaskan surat keterangan dari dokter. Bahwa saya ditangani oleh 6 dokter Spesialis dan dengan 2 orang dokter Senior. Mereka juga memeriksa organ-organ lain dalam tubuh saya dan ditemukan dalam keadaan baik, volume darah yang saya keluarkan, ukuran sayatan juga dijelaskan beberapa kontak termasuk nomor darurat khusus pasien paska operasi. 

Sambil beristirahat saya bisa buka ponsel dan memberikan kabar kepada suami dan membalas pesan-pesan. Sayang sekali saat itu ada beberapa kolega yang ingin menjenguk dan berkunjung membawakan makanan, namun saya tidak memegang ponsel dan suami juga sedang mengejar beberapa deadline dan rapat. Menu siang itu adalah makanan  vegetarian yang bumbunya terasa seperti menu Asia Selatan tapi lebih ringan dengan sup sayuran dan yogurt stawberry. Saya mulai bisa makan dan mengendalikan diri namun hanya dapat menghabiskan sup dan yogurt.

Pada pergantian perawat selanjutnya lebih difokuskan pada latihan-latihan agar saya dapat berdiri lebih tegak, berjalan lurus dan lebih jauh disertai dengan konsumsi pil obat, makan, istirahat, kompres hingga saya merasa lebih baik dan dipersilahkan untuk pulang.

Paska Operasi

Tidak mudah bagi saya untuk bisa menghadapi pemulihan paska operasi terutama di musim dingin yang rentan akan winter blues. Berbagai perasaan negatif berkecamuk hingga mudah lelah. Saya menelepon beberapa kali ke nomor RS yang diberikan saat rawat inap serta meminta pendampingan fisik saat tiba-tiba demam tinggi, mental emosional sambil tetap mengkonsumsi pain killer dengan penurunan dosis berkala. Seorang perawat mengatakan pada saya bahwa sebagian orang memerlukan waktu pemulihan yang berbeda dengan dosis obat yang sama. Tanpa mendekat dengan Sang Pencipta yang membuat kami dikelilingi support system jarak dekat dan jauh mungkin kami tidak akan sekuat saat ini.

Penutup

Kini, 6 bulan sudah saya melewati proses pemulihan yang disarankan dan kami telah berada di Tanah Air dan dapat merasakan berpuasa dengan durasi lebih pendek daripada di Finlandia yang mencapai 17.5 hingga 19 jam.

Secara keseluruhan, dari berbagai proses medis dan kesehatan yang saya jalani terkait dengan persiapan operasi ataupun pemeriksaan diri, kurang lebih saya telah berinteraksi dan ditangani langsung di 5 Rumah Sakit dan 2 Puskesmas oleh sekitar 19 dokter umum dan spesialis, lebih dari 18 perawat, lebih dari 10 petugas ambulans, lebih dari 15 orang tenaga medis dan administrasi belum termasuk yang melakukan pelayanan via telepon. Impresi saya kepada mereka adalah, sebagian besar mereka sangat memperhatikan well being pasien, memperhatikan kebutuhan pasien, merupakan pendengar yang baik, ramah, menenangkan pasien, menikmati pekerjaan mereka dan memberikan semangat.

Fasilitas yang diberikan selama menjalani operasi, seluruhnya sesuai dengan kebutuhan, berorientasi pada pasien, keluarga, ergonomis dan tidak ada pembedaan kelas. Terkait dengan menu makanan, disajikan sesuai pilihan pasien. Adakalanya saya mengkonsumsi sayuran mentah, rebus atau panggang dengan saus, dan olahan susu. Bahkan pernah saya ditawarkan kopi mengingat penduduk Finlandia merupakan salah satu konsumen kopi tertinggi di dunia. 

Disamping itu, dari sisi keuangan saya bersyukur biaya yang perlu kami tanggung hanya untuk biaya rawat inap dan biaya pemeriksaan dokter saja, lewat tagihan yang dikirimkanmelaluipos ke rumah kami. Bahkan, dengan menunjukan kartu KELA kami memperoleh potongan harga untuk taxi kepulangan. Hal ini dikarenakan kami telah terdaftar sebagai pemegang kartu KELA dan suamijuga pemegang kartuVero (semacam NPWP). 

Berbeda halnya sebelum kami mengajukan KELA yang biayanya sangat tinggi sekali itupun dapat dicicil jika kami mau dan mengkomunikasikan dengan baik. Mengingat kartu KELA sangat terintegrasi dengan sistem perbankan, identitas diri, jadi mereka percaya bahwa jika pun ada yang melanggar maka mereka akan menyulitkan diri sendiri. 

Meski demikian semoga saya tidak perlu dioperasi lagi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun