Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membuka Ulang Arsip Tradisi Khas Nusantara dari Mata Warga Biasa

16 Juni 2016   09:20 Diperbarui: 16 Juni 2016   12:55 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

_ [caption caption="Sumber gambar Akun twitter @GNFI"][/caption]

Indonesia negeri yang kaya akan budaya, tradisi atau adat istiadat serta kebiasaan turun-temurun yang telah dipraktekan masyarakat di seluruh nusantara. Ragam tradisi tersebut menjadi keunikan tersendiri yang menjadi ciri khas setiap daerah dan menambah daya tarik Indonesia di mata turis lokal maupun mancanegara.

Memang tak mudah mempertahankan budaya dan tradisi di zaman yang serba moderen seperti sekarang, namun ada sejumlah tradisi yang masih dipertahankan di beberapa daerah.

Melalui tulisan di Kompasiana, sejumlah warga biasa berbagi cerita seputar tradisi unik khas nusantara yang masih bertahan di daerah mereka. Apa saja? Inilah sebagian diantaranya:

1.Tradisi Jaburan Ramadan yang Tak Tergerus Zaman

Memasuki bulan suci Ramadan, ada tradisi khas Jawa tengah di mana warga mengirim menu berbuka puasa ke Masjid dan Musholla di sekitar mereka. Tradisi ini dikenal dengan nama Jeburan.

Lewat tulisannya, Bambang Setyawan berusaha memotret tradisi tersebut dalam bingkai kata.

Jaburan merupakan makanan kecil mau pun berat yang dikirim oleh warga ke masjid dan mushola pada saat bulan suci Ramadhan. Biasanya, oleh jamaah yang tengah menjalankan ibadah puasa, makanan- makanan yang bisa disebut sebagai takjil, mulai diantarkan sore menjelang saat berbuka. Di mana, nantinya selain dimanfaatkan sebagai pembuka, di malam hari usai sholat tarawih sengaja disediakan bagi warga yang tadarus (membaca alquran secara bergantian).

Di beberapa kota di Jawa Tengah, tradisi jaburan masih ada yang dipertahankan, namun tak sedikit yang telah raib. Di Kota Salatiga sendiri, warisan terkait gotong royong ini tetap berjalan, kendati tidak seluruh masjid atau mushola memberlakukannya. Karena bersifat sumbangan suka rela, otomatis warga yang mengirimkan jaburan kerap berbeda jenis makanannya. 

"Tidak ada keharusan mengirim satu jenis makanan" Papar Bambang.

Sejarah munculnya fenomena jaburan, pada jaman serba sulit, umat muslim yang saat itu tak ada hiburan apa pun, saat bulan Ramadhan kerap menghabiskan waktunya di malam hari dengan tadarus di masjid. Karena tadarus dilakukan berjam- jam, maka meski bergantian tetap mengalami kelelahan. Untuk itu, warga mengirim makanan mau pun minuman agar tadarus tetap berlangsung. Lanjut Bambang.

Setelah berjalan berpuluh tahun, tradisi ini mengakar di kalangan masyarakat muslim. Hingga akhirnya, tujuan mengirim jaburan mulai bergeser ketika kondisi perekonomian masyarakat membaik. Bila sebelumnya hanya sebatas untuk keperluan umat yang tengah tadarus, belakangan karena stok makanan berlimpah, maka sejak tanda berbuka berbunyi, siapa pun boleh mengambilnya tanpa harus menunggu sholat tarawih selesai. Imbuhnya.

[caption caption="Membungkus Takjil untuk di kirim ke masjid Foto: Bambang Setyawan"]

[/caption]

Itulah sedikit penelusuran Bambang Setyawan tentang tradisi jaburan yang usianya sudah ratusan tahun, kendati tak semua kota di Jawa Tengah mampu merawatnya, namun, tidak sedikit yang tetap menjaganya.

2. Nguri-Nguri Budaya Jawa, Melek Bengi Saat Hajatan

Masih dari Jawa Tengah, kali ini tulisan Suci Handayani Harjono memotret Salah satu kebiasaan yang masih dilakukan yakni saat ada hajatan pernikahan/mantu yaitu tradisi melek bengi.

Di Jawa Tengah, terutama di pedesaan, saat ada yang punya hajatan menikahkan anggota keluarga , sudah biasa tetangga lek-lekan/melek-melekan/melek bengi atau bedagang, tidak hanya semalam, tetapi bisa beberapa malam. Atau paling tidak begadang terutama saat malam midodareni. Ungkap Suci.

Bukan tanpa sebab kebiasaan melek bengi/begadang tersebut. Mereka lek-lekan tidak hanya sedekedar tidak tidur atau melek sampai pagi saja, tetapi sebenarnya kebiasaan melek ini banyak tujuannya. Antara lain,

★ Ngancani atau menemani keluarga yang mempunyai hajatan.

★ Ikut menjaga harta benda milik tuan rumah yang tentunya tersedia banyak sekali melebihi hari biasa.

★ Sebagai rasa ikut gembira, bersyukur atas kebahagiaan keluarga yang mengelar hajatan pernikahan.

Diakui atau tidak, biasanya para tetangga senang-senang saja dengan acara melek bengi tersebut, bahkan para bapak yang tidak terbiasa melek bengi saja juga ikut berpartisipasi menjaga kantuk di rumah yang punya hajatan. Tutur Suci

3. Tradisi Ngaliwet Orang Sunda

Ngaliwet, demikian istilah yang lazim digunakan oleh masyarakat sunda yang akan mengadakan makan bersama dengan menu spesial di akhir pekan.

Melalui tulisannya, Ridwan Sumantrimenjelaskan, Ngaliwet bukan hanya sekedar makan bersama melainkan, ada ritual masak bersama pula. Mulai dari patungan biaya membeli bahan makanan atau menyumbangkan jenis bahan makanan mentah untuk dimasak. Ngaliwet menjadi tradisi orang sunda yang telah lama ada. Hampir setiap akhir pekan terutama para remaja mengadakan acara ngaliwet.

Ngaliwet menjadi acara istimewa karena disajikan dengan cara yang berbeda dari memasak nasi biasa.

Ngaliwet membutuhkan sebuah kastrol untuk memasak. Bentuknya bulat lonjong. Biasanya sering digunakan sebagai peralatan kemah Sebelum memasak nasi, terlebih dahulu diawali menggoreng irisan beberapa siung bawang merah lalu memasukkan air dengan ukuran perbandingan beras. Bumbu tambahannya biasa digunakan beberapa daun salam, sereh, dan garam.

Untuk lauknya bisa apa saja sesuai selera dan modal keuangan juga. Terkadang dengan membakar ikan mas atau ayam, bisa juga yang lebih sederhana menggunakan ikan asin, lalapan, dan sambal semua disimpan diatas nasi. Setelah nasi matang, maka, akan disiapkan beberapa lembar daun pisang sebagi pengganti piring untuk alas makan.

Semua nasi dan lauk-pauknya disebar merata ke seluruh bagian daun pisang sesuai jumlah orang yang ikut serta dalam acara makan tersebut. Ngaliwet juga biasanya dilaksanakan di luar rumah. Jelas Sumantri runtut dan rinci.
Paparan yang menarik.

4. Tradisi Manene' dari Toraja Yang Unik, Langka dan Membuat Bulu Kuduk Berdiri

Di daerah Toraja dikenal sebuah tradisi unik nan antik yaitu Manene, dipaparkan oleh Heriyanto Rantelino, Manene adalah proses penggantian baju jenazah yang usianya mencapai puluhan hingga ratusan tahun.

Ritual MaNene’ dianggap sebagai wujud kecintaan mereka pada para leluhur, tokoh dan kerabat yang sudah meninggal dunia. Mereka tetap berharap, arwah leluhur menjaga mereka dari gangguan jahat, hama tanaman, juga kesialan hidup.

Ritual ini biasanya diadakan di Bulan Agustus dimana saat itu adalah musim panen. Dalam pelaksanaannya, tradisi ini baru dilaksanakan setelah masyarakat telah memanen hasil perkebunannya.

"Tak boleh loh dilakukan sebelum panen karena dipercaya panen akan mengalami gangguan entah itu disebabkan hama, tikus atau faktor alam lainnya". Papar Heriyanto.

Poses secara umum dalam menjalankan tradisi ini yaitu

★Para tetua-tetua Toraja (Ne' Tomina Lumba) membacakan doa/ mantra dalam bahasa Toraja Kuno. Hal ini dilakukan sebelum mayat tersebut di angkat dari peti, Setelah itu, mayat tersebut diangkat dari peti dan mulai dibersihkan dari atas kepala hingga ujung kaki dengan menggunakan kuas atau kain bersih.

★ Mayat tersebut dipakaikan baju yang baru dan kemudian kembali dibaringkan di dalam peti tadi.

Selama prosesi Manene, sebagian kaum lelaki membentuk lingkaran menyanyikan lagu dan tarian yang melambangkan kesedihan. Lagu dan gerak tarian tersebut guna untuk menyemangati para keluarga yang ditinggalkan.

Selain mengganti baju dari jenazah terkadang juga ada bagian dimana masyarakat juga turut membersikan patane (bangunan makam jenazah). Membersikan Patane dilakukan oleh semua warga dalam kampung.

Setelah itu dilanjutkan dengan acara sisemba yaitu tradisi aksi adu kaki. Pangkas Heriyanto.

Potret tradisi yang menarik, untuk foto dan ulasan selengkapnya bisa dilihat di artikel tersebut.

**
Indonesia memiliki banyak ragam tradisi unik yang tersebar di berbagai daerah di nusantara, sudah semestinya masyarakat dan pemerhati budaya bekerja sama untuk membangkitkan rasa menghargai tradisi dengan tidak melepaskannya dari akar budaya dan sejarah.

**

Itulah sebagian potret tradisi khas Indonesia ala warga biasa yang terekam lewat tulisan di Kompasiana, semoga bermanfaat untuk pembaca

Salam Kompasiana!
*Penulis masih belajar, mohon koreksinya :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun