Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengatasi Disparitas Gender dalam Pendidikan

17 Mei 2024   04:55 Diperbarui: 17 Mei 2024   05:14 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kamu mendidik satu laki-laki, maka kamu mendidik satu orang. Namun, jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu generasi.

-Mohammad Hatta-

Perempuan sering kali menghadapi diskriminasi berbasis gender yang menghambat peluang mereka dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan publik. Ini termasuk kesenjangan upah, pelecehan di tempat kerja, dan kurangnya representasi dalam posisi kepemimpinan.

Padahal peran perempuan dalam pendidikan sangat penting dan beragam. Di seluruh dunia, perempuan memiliki potensi yang besar untuk berperan sebagai pelajar, guru, peneliti, administrator, dan pemimpin dalam bidang pendidikan.

Hal ini mencakup meningkatkan akses perempuan ke pendidikan, mengurangi kesenjangan gender dalam literasi, dan mempromosikan perempuan dalam peran kepemimpinan di bidang pendidikan. Semakin banyak perempuan yang terlibat dalam pendidikan, semakin besar potensi untuk mencapai kesetaraan gender dan meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Sedikit melihat ke sejarah masa lalu, bukan hanya Kartini saja yang menentang diskriminasi terhadap perempuan dan poligami. Ada banyak perempuan-perempuan hebat yang dengan perannya masing-masing untuk memperjuangkan hak-hak perempuan bahkan itu untuk tubuhnya sendiri. 

Sebagai contoh di masa kolonialisme, Kartini berani mendobrak posisi perempuan yang harus patuh terhadap domestifikasi perempuan dimana perempuan harus diam di rumah menjadi istri dan patuh. Kartini mencapai kesadaran bahwasanya perjuangan kaum perempuan untuk mencapai kemerdekaan, kemandirian dan kesetaraan merupakan bagian gerakan lebih luas.

Pendidikan bagi perempuan menurut pandangan Sartre mungkin mengarah pada pembebasan dari batasan sosial dan stereotip gender yang mungkin menghalangi pengembangan pribadi mereka. Ini dapat mencakup mendorong partisipasi perempuan dalam berbagai bidang studi dan karir yang sebelumnya dianggap sebagai wilayah laki-laki. 

Dalam konteks pendidikan, ini dapat diartikan bahwa pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu, termasuk perempuan, untuk mengembangkan potensi dan menentukan tujuan hidup mereka sendiri.

Sedangkan menurut Simone de Beauvoir, pendidikan bagi kaum perempuan sangat penting untuk membebaskan mereka dari peran tradisional yang sering kali membatasi potensi dan kemerdekaan mereka. Ia menentang pandangan bahwa perempuan hanya cocok untuk menjadi ibu dan pendamping bagi suami mereka. Simone percaya bahwa perempuan memiliki kemampuan dan potensi yang sama dengan laki-laki, dan pendidikan yang memadai adalah kunci untuk membangkitkan potensi itu.

Untuk mengatasi disparitas gender dalam pendidikan, diperlukan upaya yang komprehensif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan.

Mungkin beberapa langkah yang dapat diambil: kesetaraan akses pendidikan, menciptakan lingkungan yang inklusif, penghapusan stereotip gender, kesadaran gender, peran model yang positif, pendidikan seksual yang inklusif, pemberdayaan perempuan, serta pemantauan dan evaluasi.

Karena dalam memerangi disparitas gender di dunia pendidikan, kolaborasi dan komitmen yang kuat dari semua pihak terlibat sangat penting. Hanya dengan upaya bersama, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang adil dan inklusif bagi semua pihak, terlepas dari jenis kelamin mereka.

Kita harus menyadari bahwa hak untuk mendapatkan pendidikan berlaku untuk semua orang, tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, ras, agama, kecacatan, atau faktor lainnya. Ini berlaku untuk semua tahap pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, serta pendidikan vokasional dan pelatihan.

Negara dan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan akses yang setara dan inklusif terhadap pendidikan bagi semua warga negara, termasuk dengan menghilangkan hambatan seperti biaya pendidikan yang terlalu tinggi, diskriminasi, atau keterbatasan fisik.

Selain itu, pendidikan juga harus mempromosikan nilai-nilai seperti kesetaraan gender, penghormatan terhadap hak asasi manusia, toleransi, dan pemahaman lintas budaya. Dengan memenuhi hak pendidikan, masyarakat dapat tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.

Jadi, menempuh pendidikan adalah hak asasi manusia yang penting dan harus diakui serta dihormati oleh semua pihak.

Laki-laki yang berpendidikan tinggi akan menciptakan karir yang bagus, sedangkan perempuan yang berpendidikan tinggi akan menciptakan generasi yang luar biasa. Terlepas dari ingin menjadi wanita karir atau ibu rumah tangga, sebaiknya seorang wanita mengenyam pendidikan tinggi terlebih dahulu.

Paji Hajju 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun