Jika kamu mendidik satu laki-laki, maka kamu mendidik satu orang. Namun, jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu generasi.
-Mohammad Hatta-
Perempuan sering kali menghadapi diskriminasi berbasis gender yang menghambat peluang mereka dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan publik. Ini termasuk kesenjangan upah, pelecehan di tempat kerja, dan kurangnya representasi dalam posisi kepemimpinan.
Padahal peran perempuan dalam pendidikan sangat penting dan beragam. Di seluruh dunia, perempuan memiliki potensi yang besar untuk berperan sebagai pelajar, guru, peneliti, administrator, dan pemimpin dalam bidang pendidikan.
Hal ini mencakup meningkatkan akses perempuan ke pendidikan, mengurangi kesenjangan gender dalam literasi, dan mempromosikan perempuan dalam peran kepemimpinan di bidang pendidikan. Semakin banyak perempuan yang terlibat dalam pendidikan, semakin besar potensi untuk mencapai kesetaraan gender dan meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Sedikit melihat ke sejarah masa lalu, bukan hanya Kartini saja yang menentang diskriminasi terhadap perempuan dan poligami. Ada banyak perempuan-perempuan hebat yang dengan perannya masing-masing untuk memperjuangkan hak-hak perempuan bahkan itu untuk tubuhnya sendiri.Â
Sebagai contoh di masa kolonialisme, Kartini berani mendobrak posisi perempuan yang harus patuh terhadap domestifikasi perempuan dimana perempuan harus diam di rumah menjadi istri dan patuh. Kartini mencapai kesadaran bahwasanya perjuangan kaum perempuan untuk mencapai kemerdekaan, kemandirian dan kesetaraan merupakan bagian gerakan lebih luas.
Pendidikan bagi perempuan menurut pandangan Sartre mungkin mengarah pada pembebasan dari batasan sosial dan stereotip gender yang mungkin menghalangi pengembangan pribadi mereka. Ini dapat mencakup mendorong partisipasi perempuan dalam berbagai bidang studi dan karir yang sebelumnya dianggap sebagai wilayah laki-laki.Â
Dalam konteks pendidikan, ini dapat diartikan bahwa pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu, termasuk perempuan, untuk mengembangkan potensi dan menentukan tujuan hidup mereka sendiri.
Sedangkan menurut Simone de Beauvoir, pendidikan bagi kaum perempuan sangat penting untuk membebaskan mereka dari peran tradisional yang sering kali membatasi potensi dan kemerdekaan mereka. Ia menentang pandangan bahwa perempuan hanya cocok untuk menjadi ibu dan pendamping bagi suami mereka. Simone percaya bahwa perempuan memiliki kemampuan dan potensi yang sama dengan laki-laki, dan pendidikan yang memadai adalah kunci untuk membangkitkan potensi itu.
Untuk mengatasi disparitas gender dalam pendidikan, diperlukan upaya yang komprehensif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan.