Mohon tunggu...
Syarifah Rufaida
Syarifah Rufaida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

الأشياء العظيمۃ لا تأتي بسهولۃ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kultur Santri sebagai Pembendung Intoleransi

27 September 2021   15:52 Diperbarui: 27 September 2021   16:07 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkanitu,"  

Ayat tersebut telah menjelaskan  bahwa Allah mempu untuk menciptakan umat tanpa perbedaan, namun dalam realitanya Allah menciptakan umat manusia dengan pluralismenya, hikmah dari keadaan  ini adalah agar manusia bisa memberi ruang kepada manusia lainnya dalam hal perbedaan yang terjadi diantara keduanya. Dalam dalil lain disebutkan pula bahwa 

"Jika Tuhanmu menghendaki, maka tentunya manusia yang ada di bumi akan beriman. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia, di luar kerelaan mereka sendiri" (QS. Yunus: 99)

Artinya, manusia pasti dihadapkan dengan perbedaan, begitupula dalam hal keimanan. Ketika seseorang telah mengajak orang lain untuk beriman kepada Allah, maka hal itu sudah cukup untuk mengajak kebaikan, dengan tidak memaksa sampai orang lain benar-benar beriman kepada Allah. Karena dalam ayat tersebut Allah memperingatkan kepada kita untuk tidak memaksakan kehendak orang lain untuk mengikuti seruan kita. 

Khususnya terkait keimanan, jika kita telah menyeru orang lain untuk berjalan pada jalur yang Allah berikan, maka tidak wajib bagi kita untuk memaksakan sampai mau beriman kepada Allah, karena urusan Iman hanya Allah yang dapat menggerakkan hati insan yang dipilihnya. Secara tidak langsung, Islam telah mendidik umatnya untuk mengedepankan sikap toleransi, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk memilih kehendaknya.

Islam adalah agama yang memprioritaskan kedamaian, oleh karenanya setiap perbuatan yang dilakukan umat Islam sejatinya tidak akan menimbulkan perpecahan yang dapat merusak keimanan.

 

Toleransi ala Santri

Kurikulum yang terdapat di pesantren pada dasarnya sudah mencakup nilai-nilai toleransi, misalnya pada saka tasawuf dan fiqih. Namun diperlukan pemahaman dan penafsiran yang komprehensif dan integratif untuk dapat menggali dan kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Teori tentang toleransi sudah barang tentu menjadi materi penting dalam didikan pesantren.

Hal terpenting untuk dilakukan ialah praktik dari toleransi itu sendiri, pembudayaan toleransi pada dataran keseharian santri. Seperti tinggal dan hidup bersama dengan teman yang tentunya memiliki karakter ataupun latar belakng yang saling berbeda mulai dari tidur bersama, makan bersama dengan menu yang ada, melakukan kerja bakti setiap pekan dan beribadah secara berjamaah setiap hari. 

Dengan adanya pembudayaan tersebut, sangat memungkinkan tumbuhnya jiwa toleran pada diri santri, sehingga nantinya akan berkembang pada dataran sikap dalam kehidupan nyata. Sementara itu, ajaran tasamuh dan tawazun yang menjadi tonggak pesantren, pada dasarnya menjadi salah satu pondasi utama dalam pengembangan toleransi di lingkungan pesantren. Sehingga, sikap intoleransi dapat dibendung dalam  diri para santri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun