Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapa Sebenarnya Semar?

28 Mei 2020   05:44 Diperbarui: 28 Mei 2020   05:49 15426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semar Simbol Wong Cilik

Paul Stange dalam Wasis Sarjono "Semar Gugat", menyatakan bahwa dalam banyak hal, Semar sering diidentifikasikan sebagai simbol rakyat (jawa). Pandangan ini muncul karena Semar berbicara "ngoko", dagelannya kasar, gayanya urakan, dan perawakannya kasar. Selain itu, lebih subtil lagi, peranan Semar dalam mitologi tersebut (rakyat jawa) memperlihatkan suatu makna bagaimana massa rakyat menyatakan pendapat politiknya.

Semar, sebagaimana rakyat biasa, menyerahkan masalah peperangan dan politik kepada para kesatria. Tetapi, seperti juga massa rakyat, ia akan campur tangan ketika keseimbangan dan penggunaan kekuasaan disalahgunakan oleh mereka yang dipercaya mengembannya.

Biasanya kekuasaan tersembunyi Semar secara moral terletak pada asumsi bahwa siapa pun yang ia ikuti pasti berada dalam kebenaran. Implikasi dari asumsi tersebut adalah bahwa hanya pengemban-pengemban politik yang benar-benar mewakili kebenaran massa rakyat-lah yang akan sukses.

Dalam pengertian tersebut, peran Semar di dalam wayang bisa menjelaskan konsepsi Jawa mengenai hubungan massa rakyat dengan para pengemban kekuasaan ini. Jika kekuasaan disalahgunakan, Semar akan berubah (tiwikromo) dengan kemuliaan penuh dari sifat kedewaan yang tersembunyi.

Demikian juga, ketika ketidak adilan sosial terhadap rakyat terjadi secara keras, akan muncul gerakan-gerakan massa untuk menyatakan kekuatan sosial yang seringkali tidak dikehendaki dan dianggap remeh.

Bahkan, Magnis Suseno dalam bukunya "Kita dan Wayang" menyatakan bahwa Semar adalah ungkapan simbol Tuhan yang mengantarkan para Pendawa atau Kesatria, melindungi mereka, dan kepada siapa mereka (para kesatria dan pendawa) harus berpedoman. Di sini Magnis Suseno seperti hendak mengatakan Vox polpuli Vox Dei (suara rakyat adalah suara Tuhan).

Semar Nenek Moyang Orang Jawa

Damardjati Supadjar menyatakan bahwa tokoh semar adalah asli Jawa. Ia adalah produk local genius asli Jawa., asli Nusantara, yang tentunya berakar dalam pada latar belakang kejiawaan bangsa. Lebih jauh Sobirin menyatakan, memang secara filosofis semar itu gambaran manusia Jawa yang sejati. Sehingga nama Semar sendiri juga berarti samara, yang sangat menggambarkan sifat transcendental setiap tindakan orang Jawa.

Swardi Endraswara menyatakan dalam masyarakat Jawa dikenal pepatah, Wong Jowo nggone semu, papaning rasa, tansah sinamuning samudana. Maksudnya adalah, dalam segala aktifitas, manusia Jawa sering menggunakan simbol-simbol tertentu, segala tindakan menggunakan rasa, dan perbuatannya selalu samar.

Semar dalam wayang Jawa, menunjukkan suatu pengertian yang mendalam tentang apa yang sebenarnya bernilai pada manusia. Bukan rupa yang kelihatan, bukan pembawaan lahiriyah yang sopan santun, bukan penguasaan tata karma, kehalusan, dan sebagainya yang menentukan derajat kemanusiaan seseorang, melainkan sikap batinnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun