Kumandang azan magrib menggema seantero Desa Sukaluyu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Azan magrib menjadi pengingat berhentinya segala aktivitas warga di desa yang terletak di kaki Gunung Salak itu. Selepas magrib, seorang ibu, sebuat saja Arniati, 49 tahun, warga Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu, sering dilanda bingung bukan kepalang.Â
Pasalnya, putri semata wayangnya, Azzahra yang duduk di kelas 4 Sekolah Dasar (SD) harus mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah. Akibat buta aksara, Arniati pun gelisah. Apa yang bisa dilakukan untuk si buah hati.Â
Walau hanya membantu pekerjaaan rumah dari sekolah. Sementara ia tidak bisa baca, apalagi menulis atau berhitung untuk urusan sekolah anak.
Sungguh, tidak mudah bagi Arniati, yang di usia jelang setangah abadnya itu masih buta aksara. Tak mau si buah hati kecewa, Arniati rela keliling kampung, di tengah jalan yang minim penerangan. Untuk berpindah dari satu tetangga ke tetangga lainnya, hanya untuk meminta tolong menyelesaikan tugas sekolah anaknya.
Kisah Arniati adalah potret seorang ibu yang di zaman serba digital sekarang, masih mengalami buta aksara. Tidak bisa baca tidak bisa tulis. Sebuah realitas masyarakat yang jarang dilirik banyak orang.Â
Bisa jadi, Arniati tidak hanya sendiri di kampung itu, atau mungkin masih banyak Arniati lainnya di kampung-kampung di pelosok negeri Indonesia. Sebuah keadaan ibu atau orang tua yang buta aksara.
Berawal dari keprihatinan kisah Arniati inilah, Syarifudin Yunus, dosen Universitas Indraprasta PGRI tergugah dan merasa patut terjun langsung dalam memberantas buta huruf atau buta aksara.Â
Kepeduliannya akan kaum buta aksara, menjadikan Syarif, begitu panggilan Pendiri Taman Bacaan Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor ini yang kemudian memilih mencurahkan tenaga dan waktunya untuk mengatasai masalah buta huruf di Kampung Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor.
Syarifudin Yunus, pegiat literasi yang  juag senior konsultan di DSS Consulting harus memutar otak dan bersiasat, untuk menghimpun ibu-ibu penyandang buta aksara agar mau belajar membaca dan berhitung sederhana.Â
Tak jarang semangat belajar ibu-ibu di Desa Sukaluyu harus "ditukar" dengan seliter beras, semangkuk bakso, bahkan segelas es cincau. Hanya untuk motivasi, hanya untuk menyemangati. Maklum, orang tua memang sulit untuk diajak belajar.
"Ikut peduli mengatasi buta huruf di kalangan orang tua menjadi panggilan hati saya. . Ibu Arniati, mungkin hanya sekelumit kisah miris di daerah yang hanya berjarak puluhan kilometer dari ibu kota Jakarta.Â