Tertangkapnya dua selebriti, VA dan model berinisial AF ketika diduga tengah 'melayani' tamu di Surabaya menjadi bukti maraknya prostitusi online.
VA memasang tarif Rp 80 juta per sekali kencan, sementara AS mematok harga Rp 25 juta ini memperpanjang daftar selebriti di Indonesia yang "terjun" ke bisnis prostitusi online. Bahkan diprediksi ada 45 artis dan 100-an foto model yang diduga terlibat jaringan prostitusi ini.
Terlepas dari proses hukum yang harus dijalani. Menarik untuk dicermati, ternyata bisnis prostitusi online yang berlangsung di Indonesia melibatkan duit triliunan rupiah.
Bisnis esek-esek "papan atas" ini terbilang menggiurkan. Termasuk bagi muncikari yang bertindak sebagai "makelar" pun bisa meraup miliaran rupiah.
Uang haram dari transaksi prostitusi di Indonesia, jumlahnya tidak kalah besar jika dibandingkan uang haram dari transaksi narkoba.
Seperti dilansir Liputan6.com, (24/2/2016), urusan bisnis esek-esek ini, Indonesia bisa menghabiskan US$ 2,25 miliar atau sekitar Rp 30,2 triliun dalam setahun. Menurut Havocscope, nilai belanja seks Indonesia berada di urutan ke-12 dari 15 besar negara yang banyak menghabiskan uang untuk prostitusi.
Sebegitu menggiurkankah bisnis prostitusi?
Bisa jadi ya. Sebut saja menurut Riset Infobank tahun 2012, nilai transaksi dari praktik prostitusi bisa mencapai Rp 5,5 triliun per bulan. Angka ini didapatkan dari asumsi jumlah PSK (pekerja seks komersial) di Indonesia versi UNDP (2011) mencapai 193.000 -- 272.000 orang.
Maka bila, tarif jasa prostitusi di kisaran Rp 500 ribu dan asumsi tiap PSK mampu melayani 2 pelanggan per hari dalam 20 hari masa kerja, maka total transaksi bisnis esek-esek bisa mencapai Rp 5,5 triliun per bulan. Itu berarti, mencapai Rp 65 trilliun per tahun.
Maka bisa asumsi tersebut berubah lebih besar, bukan tidak mungkin nilai transaksinya bisa ratusan triliun rupiah per tahun.
Bayangkan saja, bila tarif sekelas VA dengan Rp. 80 juta per sekali kencan. Bila sebulan 2 kali saja, maka dalam setahun kocek-nya mencapai Rp 1,9 milyar.