Konon dalam kasus VA, polisi pun mendapati ada 15 kali transferan ke VA untuk tahun 2017 saja, belum termasuk tahun 2018 yang menyebabkan dia terseret kasus prostitusi online kali ini. Maka wajar, muncikari yang memfasilitas VA pun bisa meraup nilai transaksi mencapai Rp 2,8 miliar per tahun. Sungguh, pekerjaan yang hebat tapi sesat.
Gila, prostitusi online berkocek triliunan. Rp 65 triliun per tahun uang "hangus" untuk transaksi urusan seks. Nilai yang sangat fantastis. Bila dikonversi, ibaratnya, "klub prostitusi" bisa membeli 36 pemain sekelas Cristiano Ronaldo dalam setahun. Atau uang itu pun bisa digunakan untuk membiayai sekitar 541.000 mahasiswa bila biaya kuliah 15 juta per semester hingga lulus dalam kurun waktu 4 tahun.
Bila kita ingat, nilai kerugian akibat kemacetan di Jabodetabek yang menjadi "asap jalanan" pun mencapai Rp 65 triliun setara dengan bisnis esek-esek setahun.
Superfantastis nilai transaksi prostitusi di megeri ini, bahkan setara dengan asset yang dikelola salah satu industri jasa keuangan non bank yang dimulai sejak 1992, setelah 25 tahun baru bisa mengelola asset Rp. 65 triliun.
Sangat janggal tapi nyata. Bisnis prostitusi yang "dilarang" tapi transaksinya menggiurkan. Bukan hanya miliaran tapi trilyunan. Sangat janggal, karena nyatanya masih ada saja laki-laki "konsumen" yang mau membayar mahal hanya untuk urusan seks.
Begitu sebaliknya, tidak sedikit pula perempuan "penjaja seks" yang meraup kocek dari bisnis "haram" esek-esek. Itu semua menjadi bukti hebatnya hukum ekonomi, tidak mungkin ada supplai bila tidak ada demand.
Tapi menilik lebih jauh, maraknya prostitusi tidak bisa dilepaskan dari beberapa risiko era kapitalisme modern, seperti: gaya hidup hedonisme dan konsumerisme, himpitan ekonomi, maupun perilaku menyeleweng yang kini menjadi "mind set" kaum metropolis. Jadi bisa divonis, bisnis prostitusi bahkan bisa makin marak ke depan bukan hanya urusan nafsu seksual semata. Tapi pun punya nilai ekonomis yang menggiurkan.
Apalagi di kalangan artis atau selebritas. Bisa jadi, banyak laki-laki rela menggelontorkan puluhan juta demi berkencan dengan perempuan terkenal untuk sebuah kepuasan atau kepercayaan diri. Bagai mendapatkan "sesuatu" yang langka dan mahal, buat segelintir orang kaya mungkin memang menjadi prestise tersendiri. Selain eksklusif pun limited edition, begitulah kira-kira dibenaknya.
Prostitusi adalah realitas. Bahkan transaksinya merogoh kocek trilunan rupiah. Apakah peradaban ini akan tetap bertahan atau ada kesadaran baru untuk memberantasnya?
Suka atau tidak, mau atau tidak. Patut disadari, perilaku dan praktik prostitusi adalah perbuatan jahat. Karena prostitusi bisa dibilang sebagai "gerbang" timbulnya dampak lanjutan perilaku kriminal lainnya seperti narkoba, perjudian, pembunuhan, bahkan perdagangan manusia. Bahkan semua pihak pasti sepakat, prostitusi merupakan penghancur moral keluarga dan masyarakat.