Sastra matic tidak butuh sekolahan. Sastra matic tidak butuh komunitas. Bahkan sastra matic sama sekali tidak perlu harga diri. Karena kaum sastra matic tidak mengerti tentang harga diri. Jangankan sastra, dirinya pun tidak berharga. Saking tidak berharganya, sastra pun dijadikan mainan. Persis, seperti saat memperkosa perempuan cantik di kebun bambu nan sepi lagi gelap...
Tidak terasa, rintik hujan pun mulai turun. Hari ini, sastra pun menutupi wajahnya dengan jubah hitam. Menghampar di pematang yang sempit. Sastra hari ini dilanda ketakutan. Takut diberondong kaum sastra matic yang makin menggila. Tanpa ada yang peduli. Lalu mengembalikan sastra sebagai karya yang indah lagi memesona. Sastra yang penuh moralitas dan melembutkan hati anak manusia.
Mungkin sebentar lagi. Sastra hakikat mati digilas sastra matic.
Karena sastra sudah tidak butuh harga diri. Mereka bilang "harga diri sastra" ada di otak kepalamu, di mana sastra mau ditempatkan ...
Hujan pun turun deras di siang bolong.... lalu pergi nyelonong.
#SastraMatic #RIPSastraHakikat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H