Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sastra "Matic", Gaya Sastra Picisan

30 November 2017   08:12 Diperbarui: 3 April 2018   16:05 2258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sastra matic tidak butuh sekolahan. Sastra matic tidak butuh komunitas. Bahkan sastra matic sama sekali tidak perlu harga diri. Karena kaum sastra matic tidak mengerti tentang harga diri. Jangankan sastra, dirinya pun tidak berharga. Saking tidak berharganya, sastra pun dijadikan mainan. Persis, seperti saat memperkosa perempuan cantik di kebun bambu nan sepi lagi gelap...

Tidak terasa, rintik hujan pun mulai turun. Hari ini, sastra pun menutupi wajahnya dengan jubah hitam. Menghampar di pematang yang sempit. Sastra hari ini dilanda ketakutan. Takut diberondong kaum sastra matic yang makin menggila. Tanpa ada yang peduli. Lalu mengembalikan sastra sebagai karya yang indah lagi memesona. Sastra yang penuh moralitas dan melembutkan hati anak manusia.

Mungkin sebentar lagi. Sastra hakikat mati digilas sastra matic.

Karena sastra sudah tidak butuh harga diri. Mereka bilang "harga diri sastra" ada di otak kepalamu, di mana sastra mau ditempatkan ...

Hujan pun turun deras di siang bolong.... lalu pergi nyelonong.

#SastraMatic #RIPSastraHakikat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun