Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Kematian yang Sering Lupa Dipersiapkan

31 Juli 2016   11:17 Diperbarui: 31 Juli 2016   11:26 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini tentang kematian yang sering lupa dipersiapkan.

Tiba-tiba saja, banyak orang dekat kita. Meninggal dunia. Alias mati. Coba pikir siapa saja?

Minggu lalu, ada teman yang lagi main futsal meninggal dunia. Kemarin, ada teman yang lagi nyetir juga meninggal. Ada juga kawan yang tiba-tiba meninggal lagi nonton TV. Tentara lagi tugas di Poso, terus tertembak lalu mati. Si Freddy Budiman juga mati gara-gara di eksekusi hukuman mati. Semua itu tentang kematian.

Ada lagi tentang kematian yang sering lupa dipersiapkan.

Baginya mati, hanya dihadapi dengan ketakutan. Lalu bilang “takut mati”, takut meninggal dunia. Emang kenapa takut? Karena amalnya masih sedikit atau gimana? Merasa belum siap atau gimana? Atau pengen hidup terus? Gak banget la yauww. Mati itu mutlak. Siapapun, setiap yang bernyawa pasti mati. Cepat atau lambat, kita pasti mati. Ajal pasti menjemput. Kan hukumnya sederhana, kalo ada HIDUP maka akan ada MATI. Sederhana banget.

Emang, kenapa takut mati?

Belum mau ninggalin dunia ya. Enak ya hidup di dunia. Atau masih pengen nikmatin masa muda. Apalagi karir lagi menjanjikan. Ditambah bisnis lagi booming. Lagi senang ngumpul sama teman-teman. Atau lagi sayang-sayangnya sama keluarga. Atau takut mati karena masih banyak ambisi yang belum terwujud. Pantes dong, kalo takut mati.

Takut mati. Kenapa?

Karena hidup lagi senang gitu. Atau lagi doyan mainin smartphone yang bisa segalanya. Atau gak mau ninggalin rumah hasil jerih payah sendiri. Atau gak sudi meninggalkan kemewahan yang sudah diraih. Atau apa lagi… silakan pikirin deh, apa saja yang membuat kita takut mati? Alias gak terima kalo mati sekarang.

Takut mati itu wajar. Kalo kata orang pinter, takut itu fitrah.

Karena dengan rasa takut, kita jadi eling lan waspada. Takut mati itu kan artinya bukan “ingin bertahan hidup” tapi “ingin bersiap sebelum mati”. Seperti anak sekolah atau mahasiswa, takut tidak lulus ujian. Agar mereka lebih rajin belajar. Kayak supir takut kecelakaan. Agar dia lebih hati-hati bawa kendaraan. Gak apa kok takut mati. Jika menjadikan kita lebih bersiap diri. Hingga saatnya kematian tiba, maka kita siap.

Maka ini yang disebut“tentang kematian yang sering lupa dipersiapkan”.

Tentang kematian.

Bukan soal kapan kita mati. Atau kenapa kita mati. Bukan begitu cara pikirnya.

Tapi “sedang apa kita mati” dan “”gimana kondisi hati kita saat nyawa kita dicabut”.

Dalam kebaikan atau kejelekan. Ada orang yang memberontak ketika malaikat pencabut nyawa datang. Ada juga yang ridho ketika nafas terakhir berhembus. Maka kematin, memang harus dipersiapkan. Oleh setiap yang bernyawa, setiap orang hidup.

 

Memang gak ada yang tahu, kapan kita bakal mati?

Entah masa muda atau tua. Entah lagi sehat atau sakit. Enntah lagi bekerja atau santai. Entah di rumah atau di jalan. Sekali lagi, kematian memang gak ada yang tahu. Bisa jadi, ada yang bisa menerima atau berontak?

Tentang kematian yang sering lupa dipersiapkan.

Kalo sehari-sehari, hati dan pikiran disibuki urusan dunia. Gimana pas maut datang?

Kalo sehari-hari, hari dan pikiran sudah diserahkan kepada Allah. Gimana pas kematian tiba?

Maka jawabnya, bersiaplah. Bersiap ketika kematian tiba. Karena itu pasti.

Kalo utuk urusan dunia, kita mampu bersiap-siap. Mengapa untuk kematian tidak bersiap-siap?

Mau mudik ke kampung, siap-siap. Mau beli rumah, siap-siap. Mau sekolahin anak, siap-siap. Mau pensiun, siap-siap. Mau makan, siap-siap. Bahkan mau berangkat kerja juga siap-siap. Semua kesiapan itu bagus. Tapi baru sebatas urusan dunia.

Nah, berarti tinggal ditambah “siap-siap” untuk urusan akhirat. Bersiap mati.

Tentang mempersiapkan kematian. Karena hidup itu kan tentang putih atau hitam. Tentang baik atau buruk. Tentang berusaha atau menyerah. Tentang khusnul khotimah atau su’ul khotimah. Dan tidak ada kematian, di antara keduanya. Karena ganjaran dari semua itu , hanya surga atau neraka.

Maka kata Nabi SAW ”Perbanyaklah mengingat ’pemutus kenikmatan’ yaitu kematian!”.

Tentang kematian. Sungguh, tak bisa ditolak ketika datang. Tak bisa dipercepat ketika mau.

Semuanya rahasia Allah, ada dalam ketentuan Allah. Tinggal kita mempersiapkannya.

Ketika mati tiba.

Di sana, kita hanya sendiri, dicekam rasa sepi dan gelap.

Di sana, kita terbebas dari gemerlap dunia.

Di sana, kita hanya ada di ruangan kecil.

Apapun yang kita bangga-banggakan selama ini, apa yang kita cari selama ini, dan apa yang kita punya selama ini. Semuanya akan hilang, sirna ….

Kadang, hidup memang suatu pilihan. Tapi hidup untuk Allah adalah keharusan.

Inilah tentang kematian yang sering lupa dipersiapkan ….Wallahu a’lam bishowab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun