"Dan satu lagi Bu. Pintu HIDAYAH Allah itu selalu terbuka untuk siapa saja. Tidak kenal pangkat atau jabatan. Hanya sayang, banyak dari kita hanya terpaku pada satu pintu yang tertutup. Kita terlalu lama berdiam pada pesimisme, terlalu meratapi keadaan sendiri. Sehingga tidak mampu melihat pintu lain yang dibukakan Allah untuk kita" tambah Tono lagi.
Kini Surti hanya bisa diam. Dia terpukau pada penjelasan suaminya. Surti mulai memahami arti sebuah hidayah. Selalu ada kesempatan untuk menggapainya. Tinggal aku mau atau tidak mengubah diri setelah puasa ini untuk meraih hidayah, kata batinnya.
“Ada miliaran cara Allah SWT memberi hidayah bagi hamba-Nya. Tinggal manusia, mau atau tidak menjemput hidayah-Nya. Sungguh, tidak ada manusia yang ingin selalu berbuat maksiat, berbuat dosa. Pasti ada saatnya untuk berbuat baik. Asalkan ada kemauan untuk berubah, itulah saat kita menjemput hidayah-Nya,” pikir Surti.
Tanpa terasa waktu sholat Isya tiba. Surti harus bersiap diri. Menjemput hidayah Allah. Surti pun mengakhiri obrolan dengan suaminya sambil berdoa dalam hati, " Ya Allah, sinarilah hati kami dengan cahaya hidayah-Mu sebagaimana engkau karuniakan cahaya kepada matahari dan bulan. Dan janganlah engkau sesekali membolak-balikkan hati kami setelah engkau masukkan cahaya di dalamnya. Amin".
Surti membasuh mukanya, bersyukur. Optimis meraih hidayah-Nya ... Insya Allah. #PuasanyaSurti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H