Mohon tunggu...
M Syarbani Haira
M Syarbani Haira Mohon Tunggu... Jurnalis - Berkarya untuk Bangsa

Pekerja sosial, pernah nyantri di UGM, peneliti demografi dan lingkungan, ngabdi di Universitas NU Kal-Sel

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia, Antara Ambisi dan Kekuasaan

8 September 2019   07:55 Diperbarui: 8 September 2019   08:21 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerusuhan Massa, antara ambisi dan kekuasaan

Dengan begitu mereka bisa saling memberi, saling menerima kasih sayang, ada kehangatan dalam interaksinya, serta akan ada persahabatan dan rasa kekeluargaan.  

Sejak era nenek moyang manusia, ini terus berlangsung hingga kini, sesuai fitrah manusia itu sendiri (bahwa ada yang menyeleweng dari fitrah tersebut, itu harus dibahas tersendiri di lain kesempatan).

Kemudian, pada kebutuhan yang keempat, manusia memerlukan akan harga diri dan perasaan pada diri sendiri, dan orang lain. Dalam konteks ini, maka pada dasarnya manusia akan selalu saling menghargai, dan juga dihargai. Pengakuan ini menjadi bagian dari rasa psikologis manusia, yang saling menghargai satu sama lainnya. 

Terakhir atau kelima, kebutuhan manusia akan aktualisasi diri. Dalam konteks ini, aktualisasi diri ini merupakan kebutuhan bagi manusia yang untuk selalu berkontribusi pada orang lain dan lingkungan sekitarnya, guna mencapai proses pengembangan sumber daya manusia seutuhnya, yang dalam islam kerap disebut dengan istilah "insan kamil", manusia sempurna, dengan segala potensi yang dimilikinya.

Ambigu Manusia

Tentu kita semua akan bertanya-tanya, di tengah sinyalemen Abraham Maslow yang begitu baik tentang manusia, kenapa tak sedikit dari manusia itu yang berperilaku buruk. 

Apakah koruptor, pemerkosa, perampok, maling, penjajah, serta sejumlah perilaku buruk manusia itu merupakan sebuah kebutuhan manusia ? Saya berani dengan lantang menjawab itu TIDAK ... !!! Kenapa ? Karena itu (pertama) tidak masuk dalam dimensi psikologis kebutuhan dasar manusia itu sendiri. 

Kedua, doktrin ajaran agama (apa pun) di dunia ini tidak ada yang memiliki values keburukan atau kejahatan, hatta agama Yahudi sekali pun. 

Jika hari ini misalnya, orang-orang yang beragama Yahudi di Israel melakukan keburukan pada bangsa Palestina, itu bukan karena ajaran agamanya, melainkan karena tafsir agamanya melalui faham zionisme Israel yang serta merta didorong oleh hasrat ambisi dan ingin berkuasa.

Inilah yang juga sedang melanda kita-kita manusia di mana pun berada, termasuk bangsa kita. Tidak cuma di Timur, dan tidak cuma di Barat. Tidak di Utara, dan tidak di Selatan.

Di mana saja, manusia bisa terlena oleh hasrat pribadi, ambisi dan kekuasaan. Ironisnya lagi, orang yang bertahun-tahun belajar di sekolah agama sekali pun, yang tampil seperti agamawan yang saleh di tengah publik, ternyata perilaku individunya sangat buruk. Sekali waktu ia tak segan-segan ke lokalisasi pelacuran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun